Mantan Napi Korupsi Nyaleg

Jum'at, 27 Juli 2018 - 07:02 WIB
Mantan Napi Korupsi...
Mantan Napi Korupsi Nyaleg
A A A
ADA fakta yang cukup mengagetkan diungkap Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) terkait pen­daftar­­an calon anggota legislatif (caleg) dalam Pemilu 2019. Sedikitnya ada 199 mantan narapidana (napi) kasus korupsi yang terdaftar menjadi caleg pada pesta demokrasi men­datang.

Fenomena ini menarik untuk dikaji karena perdebatannya cukup panjang dan alot. Masalah ini sebenarnya sudah menjadi kontroversi pascaterbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. Dalam aturan ini disebutkan KPU tidak memperkenankan mantan napi kasus korupsi, bandar narkoba,serta pelaku kejahatan seksual terhadap anak untuk mendaftar sebagai bakal caleg pada Pemilu 2019.

Namun, hal itu tidak serta-merta diterima dan menjadi kontroversi. Bahkan, aturan KPU itu telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, termasuk kalangan partai politik (parpol). Kedua kubu masing-masing memiliki dalih untuk mendukung pendapatnya.

Pihak yang menolak, menilai aturan KPU yang melarang mantan napi korupsi nyaleg melanggar hak asasi manusia karena hanya pengadilan yang bisa melarang seseorang terjun ke politik. Selain itu, menurut mereka, sikap KPU ini telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebaliknya, pihak yang mendukung aturan KPU sangat meng­khawatirkan hasil pemilu jika sampai mengizinkan mantan koruptor terjun lagi ke politik, karena pemilu yang baik akan ter­wujud jika para penyelenggara, peserta, dan pemilihnya memiliki integritas tinggi.

Terlepas dari pro-kontra tersebut, toh saat ini sudah ada sedikitnya 199 mantan napi korupsi yang sudah terdaftar menjadi caleg baik di tingkat DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi hingga DPR RI. Partai politik lebih memilih untuk tidak memedulikan aturan KPU tersebut dengan tetap mengusung sejumlah kader yang mantan napi korupsi. Sikap parpol yang pragmatis ini tidak terlepas dari bagaimana mereka harus memperoleh kemenangan saat pemilu.

Di sini, parpol menilai bahwa para mantan napi korupsi tersebut masih memiliki massa banyak dan tingkat keterpilihannya tinggi sehingga berani memasang mereka. Mantan napi korupsi dinilai masih memiliki peluang besar untuk bisa terpilih menjadi anggota Dewan. Salah satu contohnya adalah politikus yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik. Meski menyandang status mantan napi korupsi, dia bisa terpilih menjadi anggota DPRD DKI.

Dari sini, kita tahu mengapa parpol cenderung melawan aturan KPU tersebut, karena sikap masyarakat sendiri ternyata masih sangat permisif dengan kasus korupsi. Bukti lain yang juga cukup mencengangkan adalah terpilihnya Syahri Mulyo menjadi bupati Tulungagung pada pilkada serentak 2018. Padahal, saat pilkada digelar, Syahri Mulyo sedang mendekam di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah sempat menjadi buronan lembaga antikorupsi tersebut.

Kita bukan prokoruptor. Kita tetap mengutuk tindakan mereka yang telah merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, tidak adil juga jika kita melarang mantan napi korupsi tersebut terjun ke politik. Toh, mereka telah menjalani hukuman akibat perbuatannya. Hanya, kita sangat berharap para mantan napi korupsi tersebut jika terpilih agar menggunakan peluangnya sebaik-baiknya untuk memajukan bangsa, dan tidak lagi korupsi. Mereka harus mampu membuktikan integritasnya kepada konstituen yang telah memilihnya. Pasalnya, kita juga tidak bisa menjamin orang yang sebelumnya punya rekam jejak baik bakal selamat dari godaan korupsi saat mereka terpilih menjadi anggota Dewan.

Dan terakhir, semuanya ini akan kembali ke hati nurani masyarakat untuk memilih caleg mana yang dianggapnya layak mewakili mereka. Kalau ingin hasil yang baik, tentu mereka akan memilih wakilnya yang juga memiliki rekam jejak yang bersih dan mampu memperjuangkan kepentingan mereka. Korupsi hanya bisa diberantas dengan kesungguhan dan komitmen seluruh elemen bangsa. Mari mulai dari diri kita untuk tidak korupsi!
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0744 seconds (0.1#10.140)