Momentum DPD

Kamis, 26 Juli 2018 - 07:17 WIB
Momentum DPD
Momentum DPD
A A A
Mahkamah Konstitusi (MK) awal pekan ini membuat pu­tus­an yang melarang pengurus partai politik (parpol) men­jadi ca­lon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kon­se­kuen­si dari putusan ini adalah setiap peng­urus parpol yang te­lah mendaftarkan diri sebagai calon ang­gota DPD wajib mundur dari ke­pengurusan partai, mulai tingkat pu­sat, daerah, hingga ranting.

Putusan MK ini efektif berlaku sejak Pemilu Legislatif 2019 hing­ga seterusnya. Putusan tersebut merespons uji materi terhadap Pasal 128 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pandangan MK, anggota parpol yang juga menjadi ang­gota DPD bertentangan dengan UUD 1945. Putusan ini diambil se­cara bulat oleh sembilan hakim MK.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) merespons putusan MK ini de­ngan meminta pengurus parpol yang menjadi calon anggota DPD un­tuk menyerahkan surat pengunduran diri selambatnya sebelum daf­tar calon tetap (DCT) ditetapkan pada 20 September 2018.

Putusan MK ini memantik beragam reaksi, terutama dari po­li­tisi. Ada yang menyayangkan karena putusan dibuat saat tahapan pe­milu te­­ngah berlangsung. Parpol yang paling keberatan dengan pu­tusan ini ada­­lah Hanura.

Sejumlah pengurus Hanura merupakan ang­gota DPD yang kembali mencalonkan diri pada pemilu yang di­ge­lar tahun de­pan. Ke­tua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) bah­kan me­rupakan ketua DPD. OSO juga terdaftar se­ba­gai calon ang­gota DPD pe­riode 2019-2024 dari daerah pemilihan Ka­limantan Ba­rat. Ketua DPP Partai Hanura Benny Ramdhani bah­kan menyebut pu­tus­an MK ter­se­but politis dan terkesan ingin menjegal peng­urus parpol tertentu.

Memang terlihat ada kerancuan jika KPU nanti menjalankan pu­tus­­an MK ini. Kepengurusan parpol sebelumnya jadi salah satu sya­rat lolos verifikasi calon peserta Pemilu 2019 oleh KPU. Jika peng­urus par­pol yang kebetulan menjadi calon anggota DPD di­ha­rus­kan mun­dur, sekarang bagaimana keabsahan verifikasi partainya?

Namun, terlepas dari polemik yang muncul, putusan MK ini se­sung­guh­­nya baik untuk DPD secara kelembagaan, terlebih lagi bagi rak­yat di dae­­rah yang selama ini diwakili oleh 128 senator.

Rakyat di­un­tungkan ka­re­na senator yang mewakilinya bisa lebih fokus mem­per­juangkan as­pi­ra­si daerah. Satu di antara problem klasik yang mem­bebani anggota DPD ada­lah posisinya yang serbatanggung da­lam menjalankan fungsi le­gis­la­si.

Posisi sebagai anggota parpol mem­buat senator terjebak dalam ruang ke­pentingan parpolnya. Kon­disi ini membuat anggota DPD ren­tan men­jadi alat kepentingan po­litik parpol. Jika itu terjadi, anggota DPD meng­ing­kari kodratnya ka­re­na dia merupakan saluran ke­pen­ting­an daerah.

Ketimbang mempersoalkan putusan MK yang sifatnya meng­ikat dan harus dijalankan, lebih baik anggota DPD fokus melakukan pem­be­nahan internal. Lebih bijak jika menjadikan ini sebagai mo­men­tum per­baikan.

Satu di antaranya berjuang menjadikan lem­ba­ga lebih ber­ta­ji. Misalnya, dalam menjalankan fungsi legislasi perlu per­juangan ba­gaimana agar DPD tidak lagi sebagai subordinat DPR. Ideal­nya, DPD setara dengan DPR dan presiden dalam mengajukan ran­cangan undang-undang (RUU), terutama yang berkaitan de­ngan otonomi dae­rah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran ser­ta penggabungan daerah, pengelolaan sumber da­ya alam dan yang ber­kaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Belum lagi DPD melalui perubahan UU MD3 awal tahun ini men­da­pat penambahan tugas. DPD saat ini mempunyai wewenang dan tu­gas melakukan pemantauan dan evaluasi atas RUU perda dan per­da. Ihwal seperti ini membutuhkan fokus dari para senator.

Dalam beberapa tahun belakang lembaga ini mendapat kritikan ka­rena kerap terlibat konflik perebutan kekuasaan. Publik masih ter­ingat dengan pertarungan keras dua kubu ketua DPD yakni an­ta­ra OSO dengan Farouk Muhammad yang akhirnya dimenangi OSO. Sudah saatnya DPD membangun dan mengembangkan citra po­si­­tif. Apalagi, kepercayaan publik ter­hadap DPD masih cukup rendah.

Ber­dasarkan survei SMRC yang di­ri­lis pada Juni 2017, DPD hanya me­nempati urutan kedelapan dari sepuluh lembaga negara yang
d­i­per­caya publik. Posisi DPD ha­nya unggul tipis dari DPR yang berada di urutan kesembilan, dan par­tai politik di urutan paling buncit.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4647 seconds (0.1#10.140)