Kemkominfo Tak Bisa Menjamin Pileg dan Pilpres 2019 Bebas Buzzer
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan tak bisa menjamin kalau gelaran pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) 2019 nanti bebas dari buzzer. Karena domain pemilu ada di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sementara, Kominfo lebih kepada pengawasan konten. "Kami fokus pada konten. Kalau kontennya melanggar undang-undang, maka tak peduli itu buzzer siapa akan kami serang, kami tutup," kata Dirjen APTIKA Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan kepada SINDOnews seusai launching Telkomsel Innovation Center (TinC) dan Telkomsel IoT Lab di Jakarta, Rabu (25/8/2018).
(Baca juga: The Guardian Bongkar Permainan Buzzer Ahok Selama Pilkada )
Dikatakannya, untuk pelakunya, KPU yang membuat aturan. Namun mereka bisa melaporkannya ke Kominfo untuk ditindak akunnya. "kalau ada aku yang dianggap melanggar, KPU bisa laporkan ke Kominfo dan kami akan segera menindak akun tersebut," terangnya.
(Baca juga: Buzzer Ahok: Punya 'Markas' Plus Dapat Gaji Rp4 Juta )
Sebelumnya diberitakan, keberadaan pasukan buzzer di dunia maya selama kontestasi politik di Indonesia menjadi perhatian media Inggris, The Guardian. Media ini pun lantas menurunkan tulisan menyoroti keberdaan tim Buzzer yang menjadi bagian dari politik yang sedang berkembang di Indonesia, membantu memecah belah agama dan ras.
(Baca juga: Keberadaan Buzzer Kacaukan Demokrasi )
Dalam tulisannya, The Guardian mewawancarai seorang anggota tim buzzer dari mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Sumber yang mengaku bernama Alex itu mengatakan ia adalah salah satu dari 20 orang dalam pasukan maya rahasia yang menyebarkan pesan dari akun media palsu untuk mendukung Ahok.
"Mereka mengatakan kepada kami bahwa Anda harus memiliki lima akun Facebook, lima akun Twitter dan satu Instagram," katanya seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (24/7/2018).
Sementara, Kominfo lebih kepada pengawasan konten. "Kami fokus pada konten. Kalau kontennya melanggar undang-undang, maka tak peduli itu buzzer siapa akan kami serang, kami tutup," kata Dirjen APTIKA Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan kepada SINDOnews seusai launching Telkomsel Innovation Center (TinC) dan Telkomsel IoT Lab di Jakarta, Rabu (25/8/2018).
(Baca juga: The Guardian Bongkar Permainan Buzzer Ahok Selama Pilkada )
Dikatakannya, untuk pelakunya, KPU yang membuat aturan. Namun mereka bisa melaporkannya ke Kominfo untuk ditindak akunnya. "kalau ada aku yang dianggap melanggar, KPU bisa laporkan ke Kominfo dan kami akan segera menindak akun tersebut," terangnya.
(Baca juga: Buzzer Ahok: Punya 'Markas' Plus Dapat Gaji Rp4 Juta )
Sebelumnya diberitakan, keberadaan pasukan buzzer di dunia maya selama kontestasi politik di Indonesia menjadi perhatian media Inggris, The Guardian. Media ini pun lantas menurunkan tulisan menyoroti keberdaan tim Buzzer yang menjadi bagian dari politik yang sedang berkembang di Indonesia, membantu memecah belah agama dan ras.
(Baca juga: Keberadaan Buzzer Kacaukan Demokrasi )
Dalam tulisannya, The Guardian mewawancarai seorang anggota tim buzzer dari mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Sumber yang mengaku bernama Alex itu mengatakan ia adalah salah satu dari 20 orang dalam pasukan maya rahasia yang menyebarkan pesan dari akun media palsu untuk mendukung Ahok.
"Mereka mengatakan kepada kami bahwa Anda harus memiliki lima akun Facebook, lima akun Twitter dan satu Instagram," katanya seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (24/7/2018).
(pur)