Ihwal Pandangan Keagamaan KH Said Aqil
A
A
A
Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
KETUA Umum PBNU Prof Dr KH Said Aqil Siradj (selanjutnya disebut Kiai Said) belum lama ini mengemukakan pandangan keagamaan yang banyak ditanggapi oleh kiai Nahdliyin sendiri. Para kiai Nahdliyin menanggapi Kiai Said untuk menjernihkan poin-poin pandangan keagamaan beliau yang dinilai tidak pas. Patut diapresiasi sorotan kritis para kiai Nahdliyin terhadap pandangan keagamaan Kiai Said.
Tulisan ini akan mendiskusikan dua poin pandangan keagamaan Kiai Said, yaitu tentang iblis yang diandaikan ikut salat berjamaah dan tentang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang disebut belum ditanyai Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur. Terus terang saya tidak ahli hukum Islam (syariah). Spesialisasi keilmuan saya adalah sejarah sosial Islam. Saya hanya akan menggunakan logika sebagai pisau analisis.
Sebelum Kiai Said mengemukakan pengandaiannya tentang iblis ikut salat berjamaah, beliau menjelaskan perbedaan posisi kedua tangan dalam salat setelah seseorang melakukan takbiratul ihram. Misalnya menurut mazhab Syafi’ie, kedua tangan diletakkan di pusar (di perut) seperti praktik yang lazim dikerjakan oleh kebanyakan umat Islam di Indonesia.
Menurut mazhab Hanbali yang biasanya diikuti kaum Wahabi, posisi kedua tangan mirip seperti posisi kedua tangan ala mazhab Syafi’ie, tetapi diangkat lebih ke atas sampai ke dada disertai dengan posisi kaki para jamaah (dalam salat jamaah) yang rapat sehingga tidak ada celah di antara mereka. Posisi kaki para jamaah salat yang rapat mencegah iblis (setan) tidak bisa masuk ke dalam shaf.
Seandainya Iblis Ikut Salat
Setelah mengemukakan ilustrasi di atas, Kiai Said lantas mengatakan, “seandainya” iblis masuk ke dalam shaf dan ikut salat berjamaah, saya kata beliau serius dan mantap malah bersyukur. “Pengandaian” Kiai Said mustahil terjadi. Mohon tidak berandai-andai dalam hal doktrin agama yang sangat mendasar, esensial, dan fundamental. Maaf, cara pandang, premis, dan logika apa yang Pak Kiai pakai? Iblis sangat mustahil akan ikut salat (berjamaah).
Iblis dan setan turunannya adalah makhluk yang telah dikutuk oleh Allah sampai akhir zaman dan menjadi musuh bebuyutan bagi manusia sepanjang masa dan sepanjang buana. Itulah sebabnya, setiap muslim dan muslimah ketika hendak melakukan pekerjaan diajarkan untuk membaca “audzubillahi minasy syaithanirrajim” (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk) karena setan menjadi musuh abadi manusia.
Kutukan dan laknat Allah terhadap iblis bermula ketika Allah memerintahkan semua malaikat bersujud kepada Adam. Para malaikat taat dan bersujud kepada Adam, kecuali iblis. Ketika Allah bertanya kepada iblis mengapa dia tidak mau bersujud kepada Adam, iblis dengan angkuh, sombong, dan congkak menjawab bahwa dirinya yang diciptakan dari api jauh lebih mulia daripada Adam yang diciptakan dari tanah. Karena ingkar, takabur, dan membangkang, iblis dan setan turunannya dikutuk dan dilaknat Allah sampai akhir zaman.
Iblis inilah yang menggoda Adam dan Hawa di surga yang mengakibatkan keduanya diturunkan Allah ke bumi. Sampai ke akhir zaman, pekerjaan iblis dan setan hanya menggoda manusia dan menjerumuskannya ke jalan kekafiran, kemusyrikan, kesesatan, kemungkaran, kedurhakaan, kefasikan, kejahatan, kemaksiatan, kemunafikan, kekejian, dan perbuatan dosa. Bagaimana mungkin makhluk yang sangat dikutuk dan dilaknat Allah sampai akhir zaman diandaikan Kiai Said ikut salat berjamaah. Sungguh pengandaian Kiai Said tidak masuk akal dan sudah di luar ajaran agama.
Malaikat Belum Menanyai Gus Dur
Gus Dur terkenal sebagai tokoh penting NU dan dikenal sebagai sosok pluralis, inklusif, humanis, dan sangat konsen melindungi kelompok-kelompok minoritas di negeri ini. Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI ke-4 (1999-2001). Pada 30 Desember 2009, Gus Dur wafat di Jakarta dalam usia 69 tahun dan dimakamkan di kota kelahirannya, Jombang.
Sampai sekarang (2018), sudah 8,5 tahun Gus Dur wafat. Kurun waktu 8,5 tahun sudah terhitung lama bagi wafatnya seseorang. Dalam pandangan keagamaan Kiai Said, sampai sekarang ini Malaikat Mungkar dan Nakir masih antre dan belum menanyai Gus Dur di alam kubur, tentang misalnya, siapa Tuhanmu ( Man Rabbuka) dan pertanyaan-pertanyaan lain sesuai tugas malaikat.
Mengapa? Kiai Said berdalil karena makam Gus Dur di Jombang tidak pernah sepi dari peziarah, sementara malaikat menunggu sepinya para peziarah untuk menanyai Gus Dur di alam kubur. Jadi malaikat, menurut jalan pikiran Kiai Said, masih antre dan belum punya peluang menanyai Gus Dur akibat arus peziarah yang terus menerus berdatangan ke makamnya. Logika, premis, dan persepsi apa yang Kiai Said pakai dalam men-judge bahwa Gus Dur di alam kubur belum ditanyai malaikat?
Saya tidak sependapat dengan Kiai Said dengan argumen berikut ini. Pertama, tugas Malaikat Mungkar dan Nakir yang diberikan Allah untuk menanyai seseorang di alam kubur adalah urusan gaib. Kiai Said kok bisa mengetahui secara pasti bahwa malaikat sampai sekarang belum menanyai Gus Dur di alam kubur?
Kedua, tidak ada exception apa pun alasannya, tidak ada special treatment kepada siapa pun orangnya, semua orang (termasuk Gus Dur) yang meninggal dan dikubur akan cepat ditanyai malaikat. Ketiga, setelah jenazah seseorang dimakamkan termasuk jenazah Gus Dur pasti ada masa sepi, yaitu ketika para pengantar jenazah (petakziah) sudah meninggalkan makam.
Pada saat itu, malaikat melaksanakan tugasnya. Pernyataan Kiai Said bahwa sampai sekarang (sudah 8,5 tahun berlalu) malaikat masih antre dan belum menanyai Gus Dur di alam kubur adalah fiksi bukan realitas.
Guru Besar Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
KETUA Umum PBNU Prof Dr KH Said Aqil Siradj (selanjutnya disebut Kiai Said) belum lama ini mengemukakan pandangan keagamaan yang banyak ditanggapi oleh kiai Nahdliyin sendiri. Para kiai Nahdliyin menanggapi Kiai Said untuk menjernihkan poin-poin pandangan keagamaan beliau yang dinilai tidak pas. Patut diapresiasi sorotan kritis para kiai Nahdliyin terhadap pandangan keagamaan Kiai Said.
Tulisan ini akan mendiskusikan dua poin pandangan keagamaan Kiai Said, yaitu tentang iblis yang diandaikan ikut salat berjamaah dan tentang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang disebut belum ditanyai Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur. Terus terang saya tidak ahli hukum Islam (syariah). Spesialisasi keilmuan saya adalah sejarah sosial Islam. Saya hanya akan menggunakan logika sebagai pisau analisis.
Sebelum Kiai Said mengemukakan pengandaiannya tentang iblis ikut salat berjamaah, beliau menjelaskan perbedaan posisi kedua tangan dalam salat setelah seseorang melakukan takbiratul ihram. Misalnya menurut mazhab Syafi’ie, kedua tangan diletakkan di pusar (di perut) seperti praktik yang lazim dikerjakan oleh kebanyakan umat Islam di Indonesia.
Menurut mazhab Hanbali yang biasanya diikuti kaum Wahabi, posisi kedua tangan mirip seperti posisi kedua tangan ala mazhab Syafi’ie, tetapi diangkat lebih ke atas sampai ke dada disertai dengan posisi kaki para jamaah (dalam salat jamaah) yang rapat sehingga tidak ada celah di antara mereka. Posisi kaki para jamaah salat yang rapat mencegah iblis (setan) tidak bisa masuk ke dalam shaf.
Seandainya Iblis Ikut Salat
Setelah mengemukakan ilustrasi di atas, Kiai Said lantas mengatakan, “seandainya” iblis masuk ke dalam shaf dan ikut salat berjamaah, saya kata beliau serius dan mantap malah bersyukur. “Pengandaian” Kiai Said mustahil terjadi. Mohon tidak berandai-andai dalam hal doktrin agama yang sangat mendasar, esensial, dan fundamental. Maaf, cara pandang, premis, dan logika apa yang Pak Kiai pakai? Iblis sangat mustahil akan ikut salat (berjamaah).
Iblis dan setan turunannya adalah makhluk yang telah dikutuk oleh Allah sampai akhir zaman dan menjadi musuh bebuyutan bagi manusia sepanjang masa dan sepanjang buana. Itulah sebabnya, setiap muslim dan muslimah ketika hendak melakukan pekerjaan diajarkan untuk membaca “audzubillahi minasy syaithanirrajim” (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk) karena setan menjadi musuh abadi manusia.
Kutukan dan laknat Allah terhadap iblis bermula ketika Allah memerintahkan semua malaikat bersujud kepada Adam. Para malaikat taat dan bersujud kepada Adam, kecuali iblis. Ketika Allah bertanya kepada iblis mengapa dia tidak mau bersujud kepada Adam, iblis dengan angkuh, sombong, dan congkak menjawab bahwa dirinya yang diciptakan dari api jauh lebih mulia daripada Adam yang diciptakan dari tanah. Karena ingkar, takabur, dan membangkang, iblis dan setan turunannya dikutuk dan dilaknat Allah sampai akhir zaman.
Iblis inilah yang menggoda Adam dan Hawa di surga yang mengakibatkan keduanya diturunkan Allah ke bumi. Sampai ke akhir zaman, pekerjaan iblis dan setan hanya menggoda manusia dan menjerumuskannya ke jalan kekafiran, kemusyrikan, kesesatan, kemungkaran, kedurhakaan, kefasikan, kejahatan, kemaksiatan, kemunafikan, kekejian, dan perbuatan dosa. Bagaimana mungkin makhluk yang sangat dikutuk dan dilaknat Allah sampai akhir zaman diandaikan Kiai Said ikut salat berjamaah. Sungguh pengandaian Kiai Said tidak masuk akal dan sudah di luar ajaran agama.
Malaikat Belum Menanyai Gus Dur
Gus Dur terkenal sebagai tokoh penting NU dan dikenal sebagai sosok pluralis, inklusif, humanis, dan sangat konsen melindungi kelompok-kelompok minoritas di negeri ini. Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI ke-4 (1999-2001). Pada 30 Desember 2009, Gus Dur wafat di Jakarta dalam usia 69 tahun dan dimakamkan di kota kelahirannya, Jombang.
Sampai sekarang (2018), sudah 8,5 tahun Gus Dur wafat. Kurun waktu 8,5 tahun sudah terhitung lama bagi wafatnya seseorang. Dalam pandangan keagamaan Kiai Said, sampai sekarang ini Malaikat Mungkar dan Nakir masih antre dan belum menanyai Gus Dur di alam kubur, tentang misalnya, siapa Tuhanmu ( Man Rabbuka) dan pertanyaan-pertanyaan lain sesuai tugas malaikat.
Mengapa? Kiai Said berdalil karena makam Gus Dur di Jombang tidak pernah sepi dari peziarah, sementara malaikat menunggu sepinya para peziarah untuk menanyai Gus Dur di alam kubur. Jadi malaikat, menurut jalan pikiran Kiai Said, masih antre dan belum punya peluang menanyai Gus Dur akibat arus peziarah yang terus menerus berdatangan ke makamnya. Logika, premis, dan persepsi apa yang Kiai Said pakai dalam men-judge bahwa Gus Dur di alam kubur belum ditanyai malaikat?
Saya tidak sependapat dengan Kiai Said dengan argumen berikut ini. Pertama, tugas Malaikat Mungkar dan Nakir yang diberikan Allah untuk menanyai seseorang di alam kubur adalah urusan gaib. Kiai Said kok bisa mengetahui secara pasti bahwa malaikat sampai sekarang belum menanyai Gus Dur di alam kubur?
Kedua, tidak ada exception apa pun alasannya, tidak ada special treatment kepada siapa pun orangnya, semua orang (termasuk Gus Dur) yang meninggal dan dikubur akan cepat ditanyai malaikat. Ketiga, setelah jenazah seseorang dimakamkan termasuk jenazah Gus Dur pasti ada masa sepi, yaitu ketika para pengantar jenazah (petakziah) sudah meninggalkan makam.
Pada saat itu, malaikat melaksanakan tugasnya. Pernyataan Kiai Said bahwa sampai sekarang (sudah 8,5 tahun berlalu) malaikat masih antre dan belum menanyai Gus Dur di alam kubur adalah fiksi bukan realitas.
(maf)