Jaga Ekosistem Hutan, Menteri LHK Ungkap Sejumlah Pencapaian
A
A
A
JAKARTA - Dunia terus mengalami tekanan dengan pertumbuhan populasi dan kemajuan pembangunan, yang berdampak pada lingkungan dan sumber daya alam.
Demi menjaga kemaslahatan umat manusia, PBB telah mencanangkan Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan yang mencakup 17 bidang target yang diupayakan tercapai pada tahun 2030 mendatang.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, memaparkan upaya-upaya nyata pemerintah Indonesia dalam mencapai target SDGs. Khususnya pada upaya mengontrol sektor kehutanan dan memulihkan lingkungan.
Hal itu dikatakan Menteri Siti Nurbaya saat menjadi pembicara kunci dalam Pembukaan The Committee on Forestry (COFO)-24, di Roma, Italia, Senin 16 Juli 2018 waktu setempat.
"Hutan sangat penting dalam pencapaian SDGs. Kebijakan nasional kehutanan kini telah sejalan dengan tujuan tersebut, dan perubahan besar telah terjadi di Indonesia menuju perspektif baru keberlanjutan," kata Menteri Siti dalam siaran pers, Selasa (17/7/2018).
Perspektif kehutanan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata Menteri Siti, telah bergeser untuk menciptakan keseimbangan sosial, menjaga lingkungan, serta hutan bernilai ekonomi untuk kepentingan negara dan masyarakat.
"Pemerintah telah melakukan perbaikan kebijakan untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Kami juga menyelaraskan kebijakan kehutanan dengan rencana pembangunan, serta komitmen internasional termasuk SDGs dan Perjanjian Paris," jelasnya.
Pada sesi FAO Komite Kehutanan yang dipimpin oleh Akram Chehayeb (Lebanon), turut memberikan pernyataan dalam sesi pembukaan Presiden Sri Lanka Maithripala sirisena, dan Ketua Komite keamanan pangan FAO Slawomir Mazurek. Lebih dari 130 negara anggota FAO hadir dalam Pertemuan yang berlangsung mulai 16 sampai 20 Juli 2018.
Dijelaskan Menteri Siti Nurbaya, sejak mengadopsi SDGs pada September 2015, Indonesia telah mulai melakukan tindakan nyata. Termasuk dengan menghubungkan target dan indikator SDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), menindaklanjuti serius konvergensi antara SDGs, dan memasukkannya dalam Nawacita Presiden Jokowi.
Komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai SDGs tercermin peraturan Presiden nomor 59 tahun 2017 tentang langkah-langkah pencapaian SDGs, yang terdiri dari sektor ekonomi, sosial, lingkungan dan tata kelola yang baik.
"Dalam pengelolaan hutan, pemerintahan Presiden Jokowi fokus mengatasi persoalan kehutanan untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Salah satunya dengan merangkul komunitas masyarakat sekitar hutan," jelasnya.
Sebanyak 25.800 dari 80.000 desa yang terletak di dalam atau di sekitar kawasan hutan, telah diperjelas statusnya. 1,73 juta ha juga diberikan kepada 390.000 rumah tangga. Ini mengangkat kehidupan sekitar 1,2 juta orang miskin dari sekitar 10 juta orang miskin di dalam dan sekitar hutan.
Pemerintahan Presiden Jokowi juga mengaktualisasikan HAM melalui pengakuan hutan adat yang belum pernah diberikan di masa pemerintahan sebelumnya. "Untuk pertama kalinya, hak masyarakat adat diakui secara resmi pada Desember 2016. Jumlah area hutannya akan terus dikembangkan hingga 2,2 juta ha," ungkap Menteri Siti.
Indonesia kata Siti, juga menjalankan kemitraan dengan negara-negara anggota internasional. Seperti agenda menjaga jantung Borneo yang melibatkan Indonesia, Malaysia dan Brunei. Selain itu pengelolaan lintas batas daerah aliran sungai antara Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste, serta antara Indonesia dan Papua Nugini.
"Kami juga memulai kerja sama dengan Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo untuk meningkatkan pengelolaan lahan gambut di Kongo Basin dengan dukungan dari PBB bidang program lingkungan. Kami juga mempersiapkan pusat riset gambut di Indonesia," jelasnya.
Selama tiga tahun terakhir Indonesia telah berbagi pelatihan teknis kehutanan dengan Timur Leste. Indonesia juga telah menjalin berbagai kemitraan dengan Uni Eropa, Inggris, Jerman, Norwegia, Denmark, Jepang, Korea Selatan serta multilateral organisasi termasuk FAO, UNDP, lingkungan PBB, ITTO, GEF, dan AfoCO dalam mempromosikan pengelolaan hutan Lestari.
Dengan pergeseran paradigma ini, Indonesia memiliki peran penting bagi dunia untuk mempertahankan ekosistem hutan dan mendukung agenda dunia pada pembangunan berkelanjutan. "Mari kita bergandeng tangan, bekerja sama dan memastikan bahwa kita semua bergerak ke arah yang benar," tegas Menteri Siti.
Demi menjaga kemaslahatan umat manusia, PBB telah mencanangkan Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan yang mencakup 17 bidang target yang diupayakan tercapai pada tahun 2030 mendatang.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, memaparkan upaya-upaya nyata pemerintah Indonesia dalam mencapai target SDGs. Khususnya pada upaya mengontrol sektor kehutanan dan memulihkan lingkungan.
Hal itu dikatakan Menteri Siti Nurbaya saat menjadi pembicara kunci dalam Pembukaan The Committee on Forestry (COFO)-24, di Roma, Italia, Senin 16 Juli 2018 waktu setempat.
"Hutan sangat penting dalam pencapaian SDGs. Kebijakan nasional kehutanan kini telah sejalan dengan tujuan tersebut, dan perubahan besar telah terjadi di Indonesia menuju perspektif baru keberlanjutan," kata Menteri Siti dalam siaran pers, Selasa (17/7/2018).
Perspektif kehutanan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata Menteri Siti, telah bergeser untuk menciptakan keseimbangan sosial, menjaga lingkungan, serta hutan bernilai ekonomi untuk kepentingan negara dan masyarakat.
"Pemerintah telah melakukan perbaikan kebijakan untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Kami juga menyelaraskan kebijakan kehutanan dengan rencana pembangunan, serta komitmen internasional termasuk SDGs dan Perjanjian Paris," jelasnya.
Pada sesi FAO Komite Kehutanan yang dipimpin oleh Akram Chehayeb (Lebanon), turut memberikan pernyataan dalam sesi pembukaan Presiden Sri Lanka Maithripala sirisena, dan Ketua Komite keamanan pangan FAO Slawomir Mazurek. Lebih dari 130 negara anggota FAO hadir dalam Pertemuan yang berlangsung mulai 16 sampai 20 Juli 2018.
Dijelaskan Menteri Siti Nurbaya, sejak mengadopsi SDGs pada September 2015, Indonesia telah mulai melakukan tindakan nyata. Termasuk dengan menghubungkan target dan indikator SDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), menindaklanjuti serius konvergensi antara SDGs, dan memasukkannya dalam Nawacita Presiden Jokowi.
Komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai SDGs tercermin peraturan Presiden nomor 59 tahun 2017 tentang langkah-langkah pencapaian SDGs, yang terdiri dari sektor ekonomi, sosial, lingkungan dan tata kelola yang baik.
"Dalam pengelolaan hutan, pemerintahan Presiden Jokowi fokus mengatasi persoalan kehutanan untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Salah satunya dengan merangkul komunitas masyarakat sekitar hutan," jelasnya.
Sebanyak 25.800 dari 80.000 desa yang terletak di dalam atau di sekitar kawasan hutan, telah diperjelas statusnya. 1,73 juta ha juga diberikan kepada 390.000 rumah tangga. Ini mengangkat kehidupan sekitar 1,2 juta orang miskin dari sekitar 10 juta orang miskin di dalam dan sekitar hutan.
Pemerintahan Presiden Jokowi juga mengaktualisasikan HAM melalui pengakuan hutan adat yang belum pernah diberikan di masa pemerintahan sebelumnya. "Untuk pertama kalinya, hak masyarakat adat diakui secara resmi pada Desember 2016. Jumlah area hutannya akan terus dikembangkan hingga 2,2 juta ha," ungkap Menteri Siti.
Indonesia kata Siti, juga menjalankan kemitraan dengan negara-negara anggota internasional. Seperti agenda menjaga jantung Borneo yang melibatkan Indonesia, Malaysia dan Brunei. Selain itu pengelolaan lintas batas daerah aliran sungai antara Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste, serta antara Indonesia dan Papua Nugini.
"Kami juga memulai kerja sama dengan Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo untuk meningkatkan pengelolaan lahan gambut di Kongo Basin dengan dukungan dari PBB bidang program lingkungan. Kami juga mempersiapkan pusat riset gambut di Indonesia," jelasnya.
Selama tiga tahun terakhir Indonesia telah berbagi pelatihan teknis kehutanan dengan Timur Leste. Indonesia juga telah menjalin berbagai kemitraan dengan Uni Eropa, Inggris, Jerman, Norwegia, Denmark, Jepang, Korea Selatan serta multilateral organisasi termasuk FAO, UNDP, lingkungan PBB, ITTO, GEF, dan AfoCO dalam mempromosikan pengelolaan hutan Lestari.
Dengan pergeseran paradigma ini, Indonesia memiliki peran penting bagi dunia untuk mempertahankan ekosistem hutan dan mendukung agenda dunia pada pembangunan berkelanjutan. "Mari kita bergandeng tangan, bekerja sama dan memastikan bahwa kita semua bergerak ke arah yang benar," tegas Menteri Siti.
(maf)