Digitalisasi Pertanian
A
A
A
JIKA diumpamakan negara Indonesia ini sebuah perusahaan, semestinya core business dari bangsa ini adalah pertanian dan pariwisata. Pertanian dalam hal ini termasuk perikanan baik laut ataupun ikan tawar.
Pertanian dan pariwisata adalah pemberian (given ) dari Tuhan yang tinggal dimanfaatkan dan dikembangkan. Dua hal itu bukan lagi diciptakan manusia karena adalah pemberian. Tanah yang subur, lautan yang luas dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, alam yang indah, dan kebudayaan ratusan bahkan ribuan tahun tidak bisa dimiliki oleh negara lain.
Bangsa ini tinggal mengembangkan dan menjadikan ini sebagai sumber pendapatan bangsa. Namun, apa yang terjadi, hingga saat ini pertanian dan pariwisata seperti dianaktirikan sehingga pertanian dan pariwisata Indonesia justru kalah dengan negara lain yang mempunyai potensi tidak sebanyak Indonesia.
Jika pertanian dan pariwisata ini menjadi core business, semestinya dua hal itu yang dikembangkan. Sedangkan bidang-bidang yang lain seperti manufaktur atau bidang teknologi misalnya juga dikembangkan, namun harus mendorong dua core business di atas.
Contohnya, pembangunan infrastruktur memang harus menunjang pengembangan pariwisata atau memudahkan jalur distribusi hasil pertanian. Kemajuan teknologi manufaktur atau komunikasi pun harus benar-benar bermuara untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan pariwisata. Jika ini dikembangkan, tidak ada negara yang bisa menyamai Indonesia.
Namun, selama ini justru bangsa ini belum terlalu fokus kepada dua hal ini. Digitalisasi pertanian yang menjadi program baru pemerintah kita harapkan bisa mengubah pandangan ini semua. Pertanian yang selama ini justru menjadi sektor yang dipandang sebelah mata mulai benar-benar diperhatikan.
Program ini untuk meningkatkan kapasitas hasil pertanian maupun mempermudah rantai pasok dari petani. Ujungnya, dengan digitalisasi pertanian, para petani bisa meningkatkan kapasitas panen dan mendapatkan imbal balik yang maksimal dari hasil pertanian. Dengan ini, tentunya kesejahteraan petani menjadi meningkat dan petani bukan lagi dianggap profesi bawah.
Program digitalisasi pertanian ini memang baru dikembangkan di sembilan kabupaten di Jawa Barat. Bila nanti program ini sukses, akan ditetapkan sebagai program nasional. Kita semua tahu bahwa pertanian selama ini seolah sektor yang diimpikan semua pihak. Penghasilan dari bertani tidak bisa menunjang kebutuhan atau keinginan ekonomi.
Jadi hak yang wajar jika sebagian masyarakat terdidik kita justru banyak yang tidak mau menjadi petani. Para sarjana kita seperti malas untuk menjadi petani karena imbal hasil yang mereka dapatkan tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan petani. Tidak ada upaya diversifikasi pertanian, peningkatan produktivitas, atau bahkan ancaman dari sistem rantai pasok dengan sistem ijon dari para distributor yang sekadar mementingkan mereka sendiri.
Petani yang semestinya mendapat imbal hasil yang paling banyak justru diakali oleh para pengijon. Dengan digitalisasi pertanian ini, petani bisa tahu harga jual sebenarnya dan jenis apa yang akan bisa menghasilkan imbal balik yang lebih baik.
Bisa kita bayangkan jika pertanian ini bisa menjadi benar-benar core business Indonesia, maka "perang dagang" dengan negara mana pun, termasuk Amerika Serikat (AS), kita tidak perlu waswas. Apalagi, beberapa komoditas pertanian sulit dihasilkan oleh negara-negara lain. Dari kelapa sawit, karet, kopi, atau rempah-rempah hanya negara-negara tertentu yang bisa mengembangkan.
Belum lagi jenis-jenis ikan di laut Indonesia yang luas. Dengan mengembangkan ini saja, Indonesia bisa menjadi disegani oleh bangsa lain. Begitu juga dengan pariwisata. Indonesia mempunyai ragam tempat wisata tiada duanya. Mau wisata budaya atau alam, Indonesia memiliki semua. Dari wisata laut hingga pegunungan Indonesia mempunyai banyak.
Tentang kebudayaan, termasuk kuliner, Indonesia memiliki ribuan. Tinggal memilih. Jadi jika pemerintah ingin terus mengembangkan sektor pertanian dengan melakukan digitalisasi, tentu perlu diapresiasi. Namun, kita berharap program pertanian ini benar-benar menjadi fokus pemerintah.
Pertanian dan pariwisata adalah pemberian (given ) dari Tuhan yang tinggal dimanfaatkan dan dikembangkan. Dua hal itu bukan lagi diciptakan manusia karena adalah pemberian. Tanah yang subur, lautan yang luas dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, alam yang indah, dan kebudayaan ratusan bahkan ribuan tahun tidak bisa dimiliki oleh negara lain.
Bangsa ini tinggal mengembangkan dan menjadikan ini sebagai sumber pendapatan bangsa. Namun, apa yang terjadi, hingga saat ini pertanian dan pariwisata seperti dianaktirikan sehingga pertanian dan pariwisata Indonesia justru kalah dengan negara lain yang mempunyai potensi tidak sebanyak Indonesia.
Jika pertanian dan pariwisata ini menjadi core business, semestinya dua hal itu yang dikembangkan. Sedangkan bidang-bidang yang lain seperti manufaktur atau bidang teknologi misalnya juga dikembangkan, namun harus mendorong dua core business di atas.
Contohnya, pembangunan infrastruktur memang harus menunjang pengembangan pariwisata atau memudahkan jalur distribusi hasil pertanian. Kemajuan teknologi manufaktur atau komunikasi pun harus benar-benar bermuara untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan pariwisata. Jika ini dikembangkan, tidak ada negara yang bisa menyamai Indonesia.
Namun, selama ini justru bangsa ini belum terlalu fokus kepada dua hal ini. Digitalisasi pertanian yang menjadi program baru pemerintah kita harapkan bisa mengubah pandangan ini semua. Pertanian yang selama ini justru menjadi sektor yang dipandang sebelah mata mulai benar-benar diperhatikan.
Program ini untuk meningkatkan kapasitas hasil pertanian maupun mempermudah rantai pasok dari petani. Ujungnya, dengan digitalisasi pertanian, para petani bisa meningkatkan kapasitas panen dan mendapatkan imbal balik yang maksimal dari hasil pertanian. Dengan ini, tentunya kesejahteraan petani menjadi meningkat dan petani bukan lagi dianggap profesi bawah.
Program digitalisasi pertanian ini memang baru dikembangkan di sembilan kabupaten di Jawa Barat. Bila nanti program ini sukses, akan ditetapkan sebagai program nasional. Kita semua tahu bahwa pertanian selama ini seolah sektor yang diimpikan semua pihak. Penghasilan dari bertani tidak bisa menunjang kebutuhan atau keinginan ekonomi.
Jadi hak yang wajar jika sebagian masyarakat terdidik kita justru banyak yang tidak mau menjadi petani. Para sarjana kita seperti malas untuk menjadi petani karena imbal hasil yang mereka dapatkan tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan petani. Tidak ada upaya diversifikasi pertanian, peningkatan produktivitas, atau bahkan ancaman dari sistem rantai pasok dengan sistem ijon dari para distributor yang sekadar mementingkan mereka sendiri.
Petani yang semestinya mendapat imbal hasil yang paling banyak justru diakali oleh para pengijon. Dengan digitalisasi pertanian ini, petani bisa tahu harga jual sebenarnya dan jenis apa yang akan bisa menghasilkan imbal balik yang lebih baik.
Bisa kita bayangkan jika pertanian ini bisa menjadi benar-benar core business Indonesia, maka "perang dagang" dengan negara mana pun, termasuk Amerika Serikat (AS), kita tidak perlu waswas. Apalagi, beberapa komoditas pertanian sulit dihasilkan oleh negara-negara lain. Dari kelapa sawit, karet, kopi, atau rempah-rempah hanya negara-negara tertentu yang bisa mengembangkan.
Belum lagi jenis-jenis ikan di laut Indonesia yang luas. Dengan mengembangkan ini saja, Indonesia bisa menjadi disegani oleh bangsa lain. Begitu juga dengan pariwisata. Indonesia mempunyai ragam tempat wisata tiada duanya. Mau wisata budaya atau alam, Indonesia memiliki semua. Dari wisata laut hingga pegunungan Indonesia mempunyai banyak.
Tentang kebudayaan, termasuk kuliner, Indonesia memiliki ribuan. Tinggal memilih. Jadi jika pemerintah ingin terus mengembangkan sektor pertanian dengan melakukan digitalisasi, tentu perlu diapresiasi. Namun, kita berharap program pertanian ini benar-benar menjadi fokus pemerintah.
(maf)