Genjot Kinerja Ritel
A
A
A
PENJUALAN ritel mulai menggeliat lagi yang sempat mengalami kelesuan sepanjang tahun lalu. Penjualan ritel diprediksi meningkat hingga 15% hingga akhir tahun ini.
Proyeksi tersebut sebagaimana diungkapkan Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Handaka Santosa didasarkan pada peningkatan penjualan pada momen Lebaran lalu. Selain itu, terdapat dua kegiatan besar yang akan mewarnai semester kedua tahun ini, yakni Asian Games dan pertemuan internasional IMF-World Bank.
Walau optimistis penjualan ritel bakal ramai lagi, pihak Aprindo tetap menorehkan catatan, yakni sepanjang pemerintah tetap menjaga suasana perdagangan tetap kondusif. Jadi, tumbuh tidaknya penjualan ritel tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kebijakan pemerintah.
Pada momentum Lebaran lalu, data terbaru Aprindo menunjukkan penjualan ritel meningkat sekitar 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana didominasi dari sektor pakaian yang mencapai sekitar 60%.
Tak bisa dipungkiri bahwa motor penggerak daya beli masyarakat dikerek oleh dua hal, yakni pemberian tunjangan hari raya (THR) dan penerbitan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS). Adapun peningkatan penjualan ritel tertinggi tetap diduduki Pulau Jawa yang mencapai sekitar 45%, lalu diikuti Sumatera, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan.
Memang, keputusan pemerintah memberikan THR dan gaji ke-13 bagi PNS sebuah langkah positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua tahun ini lebih tinggi lagi. Apalagi besaran THR tidak didasarkan pada gaji pokok melainkan sebesar satu kali gaji penuh alias take home pay.
Sehubungan itu, Peneliti Senior Center of Reform on Economic, Mohammad Faisal, memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan kedua tahun ini akan bertengger di level 5,1%. Bahkan prediksi pertumbuhan ekonomi versi ekonom Bank Permata, Josua Pardede, lebih tinggi lagi pada kisaran 5,2% dengan alasan selain jatah THR yang besar, juga didukung libur panjang selama Lebaran.
Sejak empat bulan terakhir, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengklaim bisnis ritel kembali menggeliat, mulai ritel pakaian, makanan, dan minuman hingga beberapa sektor ritel lain. Hanya saja, peningkatan penjualan sektor ritel masih didominasi Pulau Jawa, karena itu Mendag bertekad bagaimana memperluas pasar ritel di luar Pulau Jawa. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk negeri yang luas dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa.
Beberapa kendala klasik masih tetap mewarnai sepanjang masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di antaranya pendistribusian barang ke luar Pulau Jawa masih menjadi momok serius, terutama di kawasan timur Indonesia. Untuk memecah kebuntuan itu pemerintah telah meluncurkan program Tol Laut, selain melancarkan pendistribusian barang juga bermaksud menekan harga yang sangat timpang antara wilayah barat dan timur.
Sekadar menyegarkan ingatan, bisnis ritel terutama yang berbasis konvensional mengalami musim gugur atau gulung tikar sepanjang tahun lalu. Tengok saja sektor ritel makanan dan minuman ditandai dengan tumbangnya 7-Eleven, lalu sektor ritel pakaian seperti Ramayana dan Matahari telah menutup sejumlah gerai untuk berbagai wilayah di Indonesia. Peritel asing pun yang selama ini bisnisnya aman-aman saja juga kena badai, di antaranya Lotus dan Debenhams dengan menutup gerai yang ada di negeri ini.
Lalu sejauh mana prospek kinerja bisnis ritel tahun ini, apakah pertumbuhan sekitar 15% yang diprediksi pihak Aprindo bisa terealisasi dengan mulus? Ada baiknya menyimak data Aprindo yang menampilkan bahwa sepanjang kuartal satu 2018, kinerja sektor ritel masih melemah bahkan pada dua bulan awal tahun ini sempat lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Namun, seiring perjalanan waktu kinerja sektor ritel berangsur mulai membaik. Kecenderungan membaiknya kinerja sektor ritel saat ini adalah sebuah momentum bagi pemerintah untuk menggenjot lebih kencang lagi, mengingat sektor ritel merupakan salah satu motor pertumbuhan ekonomi nasional.
Proyeksi tersebut sebagaimana diungkapkan Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Handaka Santosa didasarkan pada peningkatan penjualan pada momen Lebaran lalu. Selain itu, terdapat dua kegiatan besar yang akan mewarnai semester kedua tahun ini, yakni Asian Games dan pertemuan internasional IMF-World Bank.
Walau optimistis penjualan ritel bakal ramai lagi, pihak Aprindo tetap menorehkan catatan, yakni sepanjang pemerintah tetap menjaga suasana perdagangan tetap kondusif. Jadi, tumbuh tidaknya penjualan ritel tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kebijakan pemerintah.
Pada momentum Lebaran lalu, data terbaru Aprindo menunjukkan penjualan ritel meningkat sekitar 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana didominasi dari sektor pakaian yang mencapai sekitar 60%.
Tak bisa dipungkiri bahwa motor penggerak daya beli masyarakat dikerek oleh dua hal, yakni pemberian tunjangan hari raya (THR) dan penerbitan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS). Adapun peningkatan penjualan ritel tertinggi tetap diduduki Pulau Jawa yang mencapai sekitar 45%, lalu diikuti Sumatera, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan.
Memang, keputusan pemerintah memberikan THR dan gaji ke-13 bagi PNS sebuah langkah positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua tahun ini lebih tinggi lagi. Apalagi besaran THR tidak didasarkan pada gaji pokok melainkan sebesar satu kali gaji penuh alias take home pay.
Sehubungan itu, Peneliti Senior Center of Reform on Economic, Mohammad Faisal, memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan kedua tahun ini akan bertengger di level 5,1%. Bahkan prediksi pertumbuhan ekonomi versi ekonom Bank Permata, Josua Pardede, lebih tinggi lagi pada kisaran 5,2% dengan alasan selain jatah THR yang besar, juga didukung libur panjang selama Lebaran.
Sejak empat bulan terakhir, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengklaim bisnis ritel kembali menggeliat, mulai ritel pakaian, makanan, dan minuman hingga beberapa sektor ritel lain. Hanya saja, peningkatan penjualan sektor ritel masih didominasi Pulau Jawa, karena itu Mendag bertekad bagaimana memperluas pasar ritel di luar Pulau Jawa. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk negeri yang luas dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa.
Beberapa kendala klasik masih tetap mewarnai sepanjang masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di antaranya pendistribusian barang ke luar Pulau Jawa masih menjadi momok serius, terutama di kawasan timur Indonesia. Untuk memecah kebuntuan itu pemerintah telah meluncurkan program Tol Laut, selain melancarkan pendistribusian barang juga bermaksud menekan harga yang sangat timpang antara wilayah barat dan timur.
Sekadar menyegarkan ingatan, bisnis ritel terutama yang berbasis konvensional mengalami musim gugur atau gulung tikar sepanjang tahun lalu. Tengok saja sektor ritel makanan dan minuman ditandai dengan tumbangnya 7-Eleven, lalu sektor ritel pakaian seperti Ramayana dan Matahari telah menutup sejumlah gerai untuk berbagai wilayah di Indonesia. Peritel asing pun yang selama ini bisnisnya aman-aman saja juga kena badai, di antaranya Lotus dan Debenhams dengan menutup gerai yang ada di negeri ini.
Lalu sejauh mana prospek kinerja bisnis ritel tahun ini, apakah pertumbuhan sekitar 15% yang diprediksi pihak Aprindo bisa terealisasi dengan mulus? Ada baiknya menyimak data Aprindo yang menampilkan bahwa sepanjang kuartal satu 2018, kinerja sektor ritel masih melemah bahkan pada dua bulan awal tahun ini sempat lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Namun, seiring perjalanan waktu kinerja sektor ritel berangsur mulai membaik. Kecenderungan membaiknya kinerja sektor ritel saat ini adalah sebuah momentum bagi pemerintah untuk menggenjot lebih kencang lagi, mengingat sektor ritel merupakan salah satu motor pertumbuhan ekonomi nasional.
(thm)