Peluang Anies dan Kedekatannya dengan Jokowi dan Prabowo
A
A
A
JAKARTA - Pendaftaran calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) akan dibuka pada Agustus mendatang. Para elite politik pun saling membuka komunikasi untuk menggalang dukungan mencari pasangan calon yang akan diusung.
Direktur Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menilai semakin mendekati masa pendaftaran pasangan capres-cawapres pada Agustus 2018, kasak kusuk peta koalisi untuk memenangkan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 mulai menemukan alurnya.
"Ada beragam manuver yang tercipta, mengingat sejauh ini perebutan ada di level cawapres," kata Sulthan kepada SINDOnews, Jumat (6/7/2018).
Menurut Sulthan, mencuatnya nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ke permukaan memunculkan spekulasi dan ragam pendapat. Anies dianggap memiliki sejarah keberpihakan politik dengan petahana Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
Dia mengungkapkan, pada 2014 silam, Anies menjadi juru bicara pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Namun pada 2017 Anies dilirik Prabowo untuk mendampingi Sandiaga Uno menjadi pemimpin Ibu Kota.
"Intensitas komunikasi Jusuf Kalla dengan mantan menteri pendidikan itu menguatkan sinyal untuk menarik kembali Anies dalam koalisi 'kerja'," ujarnya.
Masih tentang "manuver" JK, kata Sulthan, politikus senior Partai Golkar itu dianggap menjadi kunci untuk menentukan pendamping Jokowi.
Sementara itu, adanya "arsiran" kedua figur ini membuat posisi JK semakin kuat. Di sisi lain, tambah Sulthan, Anies berpeluang dilirik oleh poros ketiga, nama Anies ikut disimulasikan dengan putra Cikeas, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Kondisi demikian dirasa wajar mengingat figur Anies memiliki magnet elektoral yang semakin kuat pascamenang di Pilkada DKI. Dalam politik, tak ada persekawanan permanen karena politik terus mencari dan mengaliri ruang-ruang yang kosong," tuturnya.
Direktur Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menilai semakin mendekati masa pendaftaran pasangan capres-cawapres pada Agustus 2018, kasak kusuk peta koalisi untuk memenangkan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 mulai menemukan alurnya.
"Ada beragam manuver yang tercipta, mengingat sejauh ini perebutan ada di level cawapres," kata Sulthan kepada SINDOnews, Jumat (6/7/2018).
Menurut Sulthan, mencuatnya nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ke permukaan memunculkan spekulasi dan ragam pendapat. Anies dianggap memiliki sejarah keberpihakan politik dengan petahana Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
Dia mengungkapkan, pada 2014 silam, Anies menjadi juru bicara pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Namun pada 2017 Anies dilirik Prabowo untuk mendampingi Sandiaga Uno menjadi pemimpin Ibu Kota.
"Intensitas komunikasi Jusuf Kalla dengan mantan menteri pendidikan itu menguatkan sinyal untuk menarik kembali Anies dalam koalisi 'kerja'," ujarnya.
Masih tentang "manuver" JK, kata Sulthan, politikus senior Partai Golkar itu dianggap menjadi kunci untuk menentukan pendamping Jokowi.
Sementara itu, adanya "arsiran" kedua figur ini membuat posisi JK semakin kuat. Di sisi lain, tambah Sulthan, Anies berpeluang dilirik oleh poros ketiga, nama Anies ikut disimulasikan dengan putra Cikeas, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Kondisi demikian dirasa wajar mengingat figur Anies memiliki magnet elektoral yang semakin kuat pascamenang di Pilkada DKI. Dalam politik, tak ada persekawanan permanen karena politik terus mencari dan mengaliri ruang-ruang yang kosong," tuturnya.
(dam)