Fadli Zon Minta Pemerintah Tegur Yahya Cholil
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritisi kunjungan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Yahya Cholil Staquf ke Israel. Meski menyebut kehadirannya ke Israel dalam kapasitas pribadi, Fadli mengatakan alasan tersebut tak dapat diterima.
"Staquf adalah penasihat Presiden, anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Posisinya setingkat menteri yang berarti juga pejabat negara. Dan jabatan tersebut selalu melekat, tak bisa dipisahkan," kata Fadli melalui keterangan tertulis, Rabu (13/6/2018).
Fadli menambahkan, sebagai pejabat negara, sikap politik luar negeri Staquf harus tunduk pada konstitusi dan Undang-Undang (UU) Nomor 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Tak boleh keluar dari koridor tersebut.
Selain bermasalah secara prosedural, Fadli menilai kunjungan anggota Wantimpres ke Israel juga mengandung cacat moral. Di tengah agresifitas serangan Israel ke Palestina belakangan ini, ironis jika ada ada pejabat negara Indonesia berkunjung ke Israel.
"Kunjungan tersebut jelas menunjukkan sikap yang sangat tak sensitif. Selain itu, ironisnya lagi, kunjungan Staquf juga bisa dinilai oleh dunia internasional sebagai justifikasi simbolis dukungan pejabat negara Indonesia terhadap tindakan Israel selama ini," kata Fadli.
Mengingat sikap politik luar negeri Indonesia yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, lanjut Fadli, kehadiran Staquf di Israel sangat tidak konstruktif. Bahkan kontraproduktif.
Apalagi, kata Fadli, pembicaraan Yahya Staquf di Forum Global AJC, tak ada pernyataan yang menyiratkan dukungan terhadap Palestina. Bahkan dari video yang beredar, tak ada kata Palestina dalam pernyataan Staquf.
"Apakah ini menandai sikap polugri Indonesia yang sudah meninggalkan prinsip bebas aktifnya? Atau telah mengubah kebijakan terhadap Israel?" ungkap Fadli.
"Karena itu, sangat penting bagi pihak pemerintah untuk memberikan klarifikasi sekaligus teguran terhadap kunjungan anggota Wantimpres Staquf, yang menyandang status sebagai pejabat negara," imbuh Fadli.
"Staquf adalah penasihat Presiden, anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Posisinya setingkat menteri yang berarti juga pejabat negara. Dan jabatan tersebut selalu melekat, tak bisa dipisahkan," kata Fadli melalui keterangan tertulis, Rabu (13/6/2018).
Fadli menambahkan, sebagai pejabat negara, sikap politik luar negeri Staquf harus tunduk pada konstitusi dan Undang-Undang (UU) Nomor 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Tak boleh keluar dari koridor tersebut.
Selain bermasalah secara prosedural, Fadli menilai kunjungan anggota Wantimpres ke Israel juga mengandung cacat moral. Di tengah agresifitas serangan Israel ke Palestina belakangan ini, ironis jika ada ada pejabat negara Indonesia berkunjung ke Israel.
"Kunjungan tersebut jelas menunjukkan sikap yang sangat tak sensitif. Selain itu, ironisnya lagi, kunjungan Staquf juga bisa dinilai oleh dunia internasional sebagai justifikasi simbolis dukungan pejabat negara Indonesia terhadap tindakan Israel selama ini," kata Fadli.
Mengingat sikap politik luar negeri Indonesia yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, lanjut Fadli, kehadiran Staquf di Israel sangat tidak konstruktif. Bahkan kontraproduktif.
Apalagi, kata Fadli, pembicaraan Yahya Staquf di Forum Global AJC, tak ada pernyataan yang menyiratkan dukungan terhadap Palestina. Bahkan dari video yang beredar, tak ada kata Palestina dalam pernyataan Staquf.
"Apakah ini menandai sikap polugri Indonesia yang sudah meninggalkan prinsip bebas aktifnya? Atau telah mengubah kebijakan terhadap Israel?" ungkap Fadli.
"Karena itu, sangat penting bagi pihak pemerintah untuk memberikan klarifikasi sekaligus teguran terhadap kunjungan anggota Wantimpres Staquf, yang menyandang status sebagai pejabat negara," imbuh Fadli.
(maf)