Polemik Eks Napi Koruptor, Bawaslu Minta KPU Jadi Lembaga yang Bijak
Senin, 11 Juni 2018 - 08:15 WIB

Polemik Eks Napi Koruptor, Bawaslu Minta KPU Jadi Lembaga yang Bijak
A
A
A
JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi lembaga yang lebih bijak. Khususnya dalam menyikapi polemik larangan mantan narapidana korupsi maju dalam pemilihan legislatif.
"Bijak lah menilai sesuatu. Jadi lah orang yang bijak. Memang menjadi orang bijak itu susah, jadi lembaga yang bijak itu susah," kata Rahmat Bagja di Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Center, Jalan Turi I Nomor 14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu, (10/6/18).
Rahmat mengaku akan terus menolak PKPU tersebut. Sebab, dia meyakini KPU salah dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Ada surat kami sudah ditujukan ke KemenkumHAM untuk masalah itu (PKPU). Ya kan tidak pas lah ada muatan UU diatur dalam PKPU. Hanya itu saja sih masalahnya," jelas Rahmat.
Rahmat meminta KPU memikirkan kembali aturan larangan narapidana korupsi itu. Karena, pembatasan hak asasi manusia, dalam hal ini hak untuk maju dalam pemilihan legislatif tak tepat diatur dalam PKPU.
"Harus dibaca lagi seperti itu. Taatlah kepada asas tersebut. Bagaimana kita menghormati dan bernegara. Itu lah cara kita bernegara yang baik. Jika kita tidak menghormati aturan dasar hukum, itu lah masalahnya," kata Rahmat.
Terlepas dari undang-undang pemilu yang berbenturan dengan PKPU, Rahmat menyetujui ide KPU untuk pelarangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg.
"Secara ide mengenai pelarangan napi koruptor, kita setuju seribu persen sama teman-teman KPU. Kami mendukung. Akan tetapi, harus meletakkannya juga pada posisi yang benar," ujarnya.
"Bijak lah menilai sesuatu. Jadi lah orang yang bijak. Memang menjadi orang bijak itu susah, jadi lembaga yang bijak itu susah," kata Rahmat Bagja di Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Center, Jalan Turi I Nomor 14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu, (10/6/18).
Rahmat mengaku akan terus menolak PKPU tersebut. Sebab, dia meyakini KPU salah dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Ada surat kami sudah ditujukan ke KemenkumHAM untuk masalah itu (PKPU). Ya kan tidak pas lah ada muatan UU diatur dalam PKPU. Hanya itu saja sih masalahnya," jelas Rahmat.
Rahmat meminta KPU memikirkan kembali aturan larangan narapidana korupsi itu. Karena, pembatasan hak asasi manusia, dalam hal ini hak untuk maju dalam pemilihan legislatif tak tepat diatur dalam PKPU.
"Harus dibaca lagi seperti itu. Taatlah kepada asas tersebut. Bagaimana kita menghormati dan bernegara. Itu lah cara kita bernegara yang baik. Jika kita tidak menghormati aturan dasar hukum, itu lah masalahnya," kata Rahmat.
Terlepas dari undang-undang pemilu yang berbenturan dengan PKPU, Rahmat menyetujui ide KPU untuk pelarangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg.
"Secara ide mengenai pelarangan napi koruptor, kita setuju seribu persen sama teman-teman KPU. Kami mendukung. Akan tetapi, harus meletakkannya juga pada posisi yang benar," ujarnya.
(pur)