Bermasalah, DPR Diminta Tunda Pengesahan Revisi KUHP

Rabu, 06 Juni 2018 - 14:08 WIB
Bermasalah, DPR Diminta Tunda Pengesahan Revisi KUHP
Bermasalah, DPR Diminta Tunda Pengesahan Revisi KUHP
A A A
YOGYAKARTA - Panja RUU DPR telah selesai membahas Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). DPR dalam waktu dekat akan segera mengesahkan Revisi KUHP ini menjadi KUHP.

Pakar Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Dr Muh Khambali menilai DPR dan pemerintah perlu menunda pengesahan Revisi KUHP ini lantaran masih menyisakan sejumlah permasalahan mendasar.

“Revisi KUHP mengaktifkan kembali pasal yang pernah diputus inkonstituional oleh MK. Misalnya pasal penghinaan terhadap presiden. Padahal putusan MK bersifat final dan mengikat atau final and binding, dan berlaku umum atau erga omnes,” ujar doktor hukum lulusan Unissula Semarang ini kepada SINDOnews, Rabu (6/6/2018).

Menurut advokad senior ini, ada sejumlah ketentuan delik korupsi dalam Revisi KUHP yang justru menguntungkan koruptor. Misalnya, ancaman hukuman dalam Revisi KUHP lebih rendah dibanding ketentuan UU Tipikor.

“Revisi KUHP juga tidak mengatur kewajiban mengembalikan kepada negara atas hasil korupsi koruptor yang dihukum bersalah. Dan agar pelaku korupsi tidak diproses secara hukum, dia cukup mengembalikan kerugian keuangan negara yang dikorupsinya,” jelasnya.

Menurut Khambali, dalam ilmu hukum mengenal asas lex spesialis derogat legi generalis peraturan khusus mengesampingkan peraturan umum, namun ada pula asas hukum lex posteriori derogate legi priori yakni peraturan yang baru mengesampingkan peraturan sebelumnya. Hal ini akan dapat menimbulkan perdebatan pihak-pihak sekiranya ada kepentingan yang terganggu, apakah menggunakan UU Tipikor sebagai peraturan khusus tetapi lebih lama, ataukah menggunakan KUHP baru sebagai peraturan umum tetapi lebih baru.

Revisi KHUP juga dinilai mengancam eksistensi KPK maupun upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika delik korupsi masuk dalam KUHP, maka yang dapat menangani kasus korupsi hanya kepolisian dan kejaksaan.

“Benar memang, KPK merupakan lembaga ad hoc yang sewaktu-waktu dapat dibubarkan, namun menurut saya KPK masih diperlukan dalam upaya pemberantarasan korupsi. Jadi belum saatnya KPK dibubarkan, ataupun KPK dimandulkan hanya menjadi komisi pencegahan korupsi,” tegasnya.

“Untuk itu saya mendesak pemerintah dan DPR menunda pengesaha RKHUP dan membuka dokumen dan proses perumusan Revisi KUHP agar publik dapat mencermati dan memberikan masukan progresif lebih lanjut,” pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5697 seconds (0.1#10.140)