Kontroversi Gaji Pejabat BPIP

Rabu, 06 Juni 2018 - 06:18 WIB
Kontroversi Gaji Pejabat BPIP
Kontroversi Gaji Pejabat BPIP
A A A
Bagong Suyanto

Guru Besar FISIP Universitas Airlangga

TIDAK ada yang mem­bantah bahwa Ba­dan Pembinaan Ideo­logi Pancasila (BPIP) merupakan lembaga baru yang penting dan memanggul tanggung jawab yang berat. Di tengah indikasi makin me­mu­darnya kohesi sosial dan an­cam­an intoleransi, radikalisme dan fanatisme yang merongrong in­tegrasi nasional, kehadiran BPIP diharapkan dapat menjadi mo­tor sekaligus konseptor revi­ta­li­sasi implementasi Pancasila da­lam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara garis besar berikut dua tugas utama BPIP.

Pertama, bertugas mem­ban­tu presiden dalam me­ru­mus­kan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, me­la­k­sa­na­kan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara me­nyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyu­sun­an standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyeleng­gar­a­kan pendidikan dan pelatihan.

Kedua, BPIP bertugas mem­berikan rekomendasi ber­da­sar­kan hasil kajian terhadap ke­bi­jakan atau regulasi yang ber­tentangan dengan Pancasila ke­pada lembaga tinggi negara, ke­menterian/lembaga, peme­rin­tah­an daerah, organisasi sosial po­litik, dan komponen mas­yar­akat lainnya.

Gaji Selangit

BPIP adalah lembaga baru yang diisi oleh orang-orang pen­ting dan sangat berkompeten. Sebagai ketua Dewan Pengarah ditunjuk Megawati yang ber­wenang untuk membentuk sa­tuan tugas khusus untuk mem­bantu mengefektifkan pelak­sa­naan tugas BPIP. Kemudian nama-nama yang masuk dalam anggota Dewan Pengarah adalah KH Said Aqil Siradj, Try Su­trisno, KH Ma’ruf Amin, Ah­mad Syafii Ma’arif, Muhammad Mahfud MD, Sudhamek, An­dreas Anang­guru Yewangoe, dan Wisnu Ba­wa Tenaya. Yudi Latif menjabat sebagai kepala BPIP.

Dengan keterlibatan se­jumlah tokoh dan elite politik yang terhormat dan memiliki reputasi yang mumpuni, ti­dak­lah keliru jika banyak pihak ya­kin kinerja lembaga baru ini akan maksimal. Tidak ada yang meragukan kinerja tim elite ini akan mampu memastikan upa­ya revitalisasi Pancasila ber­ja­lan on the track. Cuma, yang kini menjadi kontroversi dan te­ngah menjadi sorotan ma­sya­rakat bukan karena kinerja lem­baga ini, tapi karena gaji selangit yang bakal diterima para pe­ng­urus.

Megawati Soekarnoputri, yang menjabat sebagai ketua De­wan Pengarah BPIP, mi­sal­nya dilaporkan bakal menerima gaji Rp112 juta per bulan atau Rp1,3 miliar per tahun. Se­men­tara itu, anggota Dewan Pe­ng­arah BPIP mendapat gaji Rp100,811 juta. Dalam Perpres 42 Tahun 2018 disebutkan, gaji kepala BPIP sebesar Rp76,5 juta. BPIP me­rupakan orga­ni­sa­si non­struk­tu­ral yang berada di bawah dan ber­tanggung jawab kepada presiden. Tetapi, gaji pengurus BPIP ternyata lebih besar dari penghasilan Presiden Joko Wi­dodo yang hanya Rp62.740.000 per bulan, apa­lagi gaji Wakil Pre­siden Jusuf Kalla yang hanya Rp42.160.000 per bulan.

Bagi masyarakat awam, gaji per bulan pengurus BPIP yang mencapai kisaran seratus juta lebih per bulan tentu me­nim­bul­kan tanda tanya tersendiri. Bandingkan, misalnya dengan gaji seorang guru besar yang sudah mengabdi selama 30-40 tahun, maksimal gaji yang di­terima tidak akan lebih dari Rp25 juta. Bandingkan pula de­ngan nasib PNS selama tiga ta­hun terakhir yang gajinya tidak naik. Membaca berita gaji se­langit pengurus BPIP, seperti di­beritakan media massa, tentu wa­jar jika ada pihak yang mem­per­tanyakan aspek keadilan dan dasar pemberian gaji yang sa­ngat besar itu.

Walaupun de facto para pe­ng­urus BPIP hingga saat ini be­lum pernah menerima se­pe­ser pun gaji atas jerih payah me­reka, dan keputusan besarnya gaji yang selangit juga baru se­batas peraturan presiden yang belum direalisasikan. Tetapi, di benak masyarakat saat ini su­dah terlanjur berkembang ru­mor dan sejumlah pertanyaan yang membutuhkan kepastian.

Persoalannya di sini bukan apakah para pengurus BPIP yang meminta besarnya gaji itu, atau mereka pantas atau tidak me­ne­rima gaji selangit itu. Tetapi, hal yang perlu dikaji ulang se­be­tulnya apa dampak yang terjadi jika penetapan gaji para peng­urus BPIP yang s­e­la­ngit itu be­nar-benar diberikan. Bukan ti­dak mungkin, di benak ma­sy­a­rakat berbagai per­ta­nya­an yang muncul kemudian ber­kembang menjadi pertanyaan yang mem­per­soalkan legitima­si dan re­pu­tasi lembaga BPIP yang notabene lembaga yang mengemban tugas mulia me­re­vitalisasi imple­men­tasi Pan­ca­sila dalam kehidupan ber­ma­syarakat.

Di mata masyarakat, pem­berian gaji yang sedemikian be­sar, langsung maupun tidak lang­sung, pasti akan me­nim­bul­kan berbagai pertanyaan, ke­raguan, bahkan gugatan. Ketua MAKI, Boyamin Saiman, mi­sal­n­ya, me­nyatakan akan me­la­yangkan gu­gatan ke Mah­kamah Agung me­minta perpres soal besaran gaji untuk pejabat BPIP dibatalkan.

Kesalahpahaman

Menteri Keuangan Sri Mul­yani telah menjelaskan bahwa sebenarnya gaji pokok pejabat BPIP bukanlah sebesar yang dikesankan media massa. Gaji pejabat sekelas Megawati hanya Rp5 juta per bulan. Memang bila kemudian ditambah dengan berbagai tunjangan lain, seperti asuransi kesehatan, asuransi kematian, komponen trans­por­tasi dan komunikasi, dan tun­jangan yang lain, para pejabat BPIP bisa menerima Rp100 hingga Rp112 juta per bulan.

Kalau benar apa yang di­ka­ta­kan Sri Mulyani, berbagai syak­wasangka dan apa yang saat ini berkembang di masyarakat tam­paknya hanyalah kesa­lah­pa­ha­m­an saja. Untuk kepen­ti­ngan tran­s­paransi, memang akan le­bih baik jika gaji pejabat BPIP di­je­laskan rinciannya, bah­wa di luar gaji pokok yang ha­nya Rp5 juta itu atau berapa pun jum­lah­nya, besaran tam­bahan gaji yang lain sebetulnya adalah tun­ja­ng­an untuk ke­pentingan lain-lain yang tidak akan dibayarkan jika pejabat yang bersangkutan tidak me­manfaatkannya.

Dengan cara memberikan penjelasan yang lebih rinci ini diharapkan kesalahpahaman masyarakat akan dapat di­eli­mi­nasi, dan berbagai hal yang bisa berdampak kontraproduktif ba­gi reputasi BPIP akan dapat di­reduksi. Semoga dengan pen­jel­asan dan transparansi dari pe­m­erintah, polemik soal gaji pejabat BPIP yang selangit dapat dire­dam dan diluruskan.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7363 seconds (0.1#10.140)