Ribut-Ribut THR PNS
A
A
A
KEBIJAKAN pemerintah pusat memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada pegawai negeri sipil (PNS) disambut antusias kalangan pegawai. THR tersebut adalah kabar baik karena akan sangat membantu PNS dalam memenuhi kebutuhannya menjelang Idul Fitri.
Namun, kebijakan populis ini rupanya justru menjadi masalah besar bagi sejumlah pemerintah daerah (pemda). Beberapa pemda ternyata tidak siap untuk menjalankan kebijakan pusat tersebut lantaran tidak memiliki dana yang cukup di APBD. Kendati dana THR untuk PNS ini dialokasikan di APBN melalui dana alokasi umum (DAU), kondisi fiskal sejumlah daerah tetap tidak memungkinkan untuk menalangi dana yang jumlahnya bisa mencapai puluhan miliar tersebut.
Mengapa sejumlah daerah tidak siap? Itu karena alokasi untuk THR ini tidak dimasukkan saat APBD disusun. Dengan kata lain, DAU sudah diplot untuk pos anggaran lain dan THR tidak masuk di dalamnya. Ketika pemerintah pusat tiba-tiba mengumumkan tahun ini ada pemberian THR untuk PNS dan dananya harus melalui APBD, di situlah pemda kelabakan
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani bahkan secara terang-terangan menyebut Pemkot Surabaya akan kesulitan jika harus membayar THR tersebut dengan menggunakan dana APBD. Risma mengaku dalam APBD tidak dialokasikan THR tersebut. Hingga kemarin Pemkot Surabaya belum memastikan apa jalan keluar dari persoalan ini. Kendati mengisyaratkan tidak mampu membayar THR PNS, Risma menyebut masih akan melakukan komunikasi dengan DPRD setempat.
Lain lagi respons Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Kepulauan Riau. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) setempat sudah memastikan tidak sanggup membayar THR PNS. Sekda Kota Batam Jefridin menyebut kondisi APBD-nya tidak memungkinkan melaksanakan kebijakan Presiden Joko Widodo tersebut. Adapun beberapa daerah mengaku bisa menyediakan dana karena diambil dari dana darurat yang biasanya dipakai untuk mengatasi dampak bencana.
Perintah agar pemda membayar THR dan gaji ke-13 PNS menggunakan APBD disampaikan melalui surat mendagri kepada gubernur dan bupati/wali kota. Pemberian THR diharapkan untuk dibayarkan pada pekan pertama Juni 2018, sedangkan pembayaran gaji ke-13 pada pekan pertama Juli 2018.
Munculnya keluhan sejumlah pemda tersebut menunjukkan bahwa koordinasi pusat dengan daerah tidak berjalan baik di balik kebijakan THR dan gaji ke-13 ini. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menampik itu dan mengakui kebijakan tersebut bukan hal yang tiba-tiba, tapi sudah melewati serangkaian pembahasan termasuk dengan DPR.
Sri Mulyani mengklaim sumber pendanaan THR adalah APBN dan masuk dalam perhitungan DAU. Pemberian DAU ini masuk dalam anggaran transfer ke daerah dan dana desa yang jumlahnya pada 2018 sebesar Rp766,2 triliun. Alokasi anggaran ke daerah ini sudah termasuk untuk membayar THR dan gaji ke-13 PNS melalui APBD.
Masalah THR ini bukan saja karena kondisi fiskal sejumlah daerah yang tidak memadai untuk membayarnya. Masalah lain adalah kewajiban pemda untuk membayar tunjangan kinerja (tukin) PNS atau tambahan penghasilan daerah yang jumlahnya tidak kecil. Jadi, selain THR, beban pemda makin berat karena juga harus menyediakan anggaran untuk tukin.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengakui saat membuat penghitungan DAU pemerintah pusat tidak memperhitungkan besaran tukin ini. Dia beralasan, tukin pada dasarnya memang kewenangan daerah yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan masing-masing.
Ribut-ribut THR PNS ini memberi pelajaran penting tentang perlunya perencanaan yang matang sebelum pemerintah pusat membuat sebuah kebijakan. Pemda tidak akan mengalami problem fiskal untuk membayar THR PNS seandainya sejak awal pemerintah pusat mengomunikasikan dengan baik.Lain hal kalau seandainya kebijakan pusat ini dilakukan mendadak karena pertimbangan tertentu misalnya demi membangun pencitraan positif di tahun politik ini. Kalau itu yang terjadi, pemerintah pusat yang mendapat manisnya, sedangkan daerah hanya dapat getahnya.
Namun, kebijakan populis ini rupanya justru menjadi masalah besar bagi sejumlah pemerintah daerah (pemda). Beberapa pemda ternyata tidak siap untuk menjalankan kebijakan pusat tersebut lantaran tidak memiliki dana yang cukup di APBD. Kendati dana THR untuk PNS ini dialokasikan di APBN melalui dana alokasi umum (DAU), kondisi fiskal sejumlah daerah tetap tidak memungkinkan untuk menalangi dana yang jumlahnya bisa mencapai puluhan miliar tersebut.
Mengapa sejumlah daerah tidak siap? Itu karena alokasi untuk THR ini tidak dimasukkan saat APBD disusun. Dengan kata lain, DAU sudah diplot untuk pos anggaran lain dan THR tidak masuk di dalamnya. Ketika pemerintah pusat tiba-tiba mengumumkan tahun ini ada pemberian THR untuk PNS dan dananya harus melalui APBD, di situlah pemda kelabakan
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani bahkan secara terang-terangan menyebut Pemkot Surabaya akan kesulitan jika harus membayar THR tersebut dengan menggunakan dana APBD. Risma mengaku dalam APBD tidak dialokasikan THR tersebut. Hingga kemarin Pemkot Surabaya belum memastikan apa jalan keluar dari persoalan ini. Kendati mengisyaratkan tidak mampu membayar THR PNS, Risma menyebut masih akan melakukan komunikasi dengan DPRD setempat.
Lain lagi respons Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Kepulauan Riau. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) setempat sudah memastikan tidak sanggup membayar THR PNS. Sekda Kota Batam Jefridin menyebut kondisi APBD-nya tidak memungkinkan melaksanakan kebijakan Presiden Joko Widodo tersebut. Adapun beberapa daerah mengaku bisa menyediakan dana karena diambil dari dana darurat yang biasanya dipakai untuk mengatasi dampak bencana.
Perintah agar pemda membayar THR dan gaji ke-13 PNS menggunakan APBD disampaikan melalui surat mendagri kepada gubernur dan bupati/wali kota. Pemberian THR diharapkan untuk dibayarkan pada pekan pertama Juni 2018, sedangkan pembayaran gaji ke-13 pada pekan pertama Juli 2018.
Munculnya keluhan sejumlah pemda tersebut menunjukkan bahwa koordinasi pusat dengan daerah tidak berjalan baik di balik kebijakan THR dan gaji ke-13 ini. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menampik itu dan mengakui kebijakan tersebut bukan hal yang tiba-tiba, tapi sudah melewati serangkaian pembahasan termasuk dengan DPR.
Sri Mulyani mengklaim sumber pendanaan THR adalah APBN dan masuk dalam perhitungan DAU. Pemberian DAU ini masuk dalam anggaran transfer ke daerah dan dana desa yang jumlahnya pada 2018 sebesar Rp766,2 triliun. Alokasi anggaran ke daerah ini sudah termasuk untuk membayar THR dan gaji ke-13 PNS melalui APBD.
Masalah THR ini bukan saja karena kondisi fiskal sejumlah daerah yang tidak memadai untuk membayarnya. Masalah lain adalah kewajiban pemda untuk membayar tunjangan kinerja (tukin) PNS atau tambahan penghasilan daerah yang jumlahnya tidak kecil. Jadi, selain THR, beban pemda makin berat karena juga harus menyediakan anggaran untuk tukin.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengakui saat membuat penghitungan DAU pemerintah pusat tidak memperhitungkan besaran tukin ini. Dia beralasan, tukin pada dasarnya memang kewenangan daerah yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan masing-masing.
Ribut-ribut THR PNS ini memberi pelajaran penting tentang perlunya perencanaan yang matang sebelum pemerintah pusat membuat sebuah kebijakan. Pemda tidak akan mengalami problem fiskal untuk membayar THR PNS seandainya sejak awal pemerintah pusat mengomunikasikan dengan baik.Lain hal kalau seandainya kebijakan pusat ini dilakukan mendadak karena pertimbangan tertentu misalnya demi membangun pencitraan positif di tahun politik ini. Kalau itu yang terjadi, pemerintah pusat yang mendapat manisnya, sedangkan daerah hanya dapat getahnya.
(pur)