Soal Pemanggilan Bamsoet, Gaya Komunikasi Jubir KPK Dikritik

Selasa, 05 Juni 2018 - 13:03 WIB
Soal Pemanggilan Bamsoet,...
Soal Pemanggilan Bamsoet, Gaya Komunikasi Jubir KPK Dikritik
A A A
JAKARTA - Pernyataan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah yang menyatakan akan mengecek kepatutan alasan ketidakhadiran Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) sebagai saksi kasus proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) pada Senin 4 Mei 2018, dikritik.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengingatkan Febri untuk memberikan pernyataan secara proporsional sesuai dengan koridor praktik hukum acara yang berlaku.

Menurut Arsul, selama belum mencapai panggilan ketiga, seharusnya KPK cukup mengirimkan panggilan ulang kepada saksi yang akan dimintak keterangannya dalam sebuah kasus.

“Ketika seseorang dipanggil penegak hukum sebagai saksi dan dia tidak bisa datang bukan pada panggilan ketiga, maka ya dipanggil lagi saja sebagaimana yang biasa dilakukan Polri atau Kejaksaan. Tidak usah lembaga penegak hukum yang bersangkutan 'gagah-gagahan' menyatakan akan menyelidiki alasan ketidakhadiran saksi tersebut,” tutur Asrul. (Baca juga: Kasus E-KTP, Ketua DPR Minta Jadwal Ulang Pemeriksaanya )

Apalagi, kata dia, jika saksi adalah pejabat yang menjadi representasi dari suatu lembaga negara. "Maka etikanya tinggal dikomunikasikan dengan lembaga negara bersangkutan,” tandasnya.

Dia mengemukakan, sejarah mencatat KPK sebelumnya juga melakukan komunikasi protokoler terhadap beberapa pejabat negara yang dipanggil. Misalnya ketika meminta keterangan Boediono yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden dan Sri Mulyani sebagai pejabat tinggi World Bank.

“Bahkan KPK yang datang ke tempat kedua pejabat tersebut untuk mendapat keterangan sebagai saksi dalam kasus Century. Jubir atau Pimpinan KPK pada waktu itu tidak terus gagah-gagahab mengatakan bahwa mereka harus datang ke KPK demi prinsip persamaan dalam hukum,” tuturnya.

Arsul menilai KPK pada saat itu menjaga etika dan muruwah kelembagaan masing-masing serta menghindari kontroversi di ruang publik yang tidak perlu. "Sementara di sisi lain keterangan yang diperlukan untuk proses penegakan hukum tetap bisa berjalan,” tandasnya.

Dia berharap gaya komunikasi publik KPK atau juru bicaranya segera diubah. Dia mengkhawatirkan perlakuan yang sama dapat dilakukan oleh DPR melalui kewenangan yang diberikan dalam UU MD3.

Menutup keterangannya, Arsul mempersilakan KPK untuk terus melakukan proses penegakan hukum sesuai kewenangannya, namun tidak perlu membuka ruang perseteruan kelembagaan.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9251 seconds (0.1#10.140)