Ketua Dewan Pakar Golkar: Jabatan Wapres Cukup Dua Periode
A
A
A
JAKARTA - Partai Golkar tak ingin Jusuf Kalla (JK) kembali maju sebagai calon wakil presiden (Cawapres) pendamping Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019. Pasalnya, Partai Golkar ingin konsisten dengan sejarah panjang, yakni presiden maupun wakil presiden (Wapres) hanya dua periode.
Adapun jauh sebelum Reformasi 1998, dokumen internal partai mencatat pada 1983 mereka sudah merancang wacana yang berjudul Gagasan Presiden Dua Periode. Kemudian gagasan tersebut ditambahi dengan keterbukaan dan demokratisasi di bidang politik dan ekonomi.
“Hingga kemudian, puncaknya, pasca Reformasi 1998 dilakukan amandemen UUD 1945 Pasal 7 oleh MPR 1997-1999 tentang pembatasan periodesasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden,” ujar Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono di Jakarta, Senin, (4/6/2018).
Sementara wacana pencalonan kembali JK muncul beberapa waktu lalu. Akan tetapi, JK terhalang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 169 huruf (n) tentang Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa perhitungan dua periode bisa berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Sehingga, JK dengan aturan itu tak bisa mencalonkan kembali.
Namun, ada pihak yang mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) demi mendukung JK kembali mendampingi Jokowi. “Jika MK menolak uji materi tersebut, maka secara juridis formil ketentuan tersebut berlaku dan mengikat,” kata Agung.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Dia mengatakan bahwa jabatan presiden dan wakil presiden dua periode adalah amanat konstitusi dan sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Sebab, salah satu poin penting Reformasi 1998 adalah membatasi jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode. Apalagi, pembatasan jabatan tersebut tidak serta merta datang, melainkan melalui kajian yang mendalam di level partai.
Termasuk di Partai Golkar yang sudah membahas wacana tersebut sejak 35 tahun lalu atau tepat 15 tahun sebelum Reformasi. “Partai Golkar ingin konsisten dengan sejarah panjang partai ini,” imbuhnya.
Adapun jauh sebelum Reformasi 1998, dokumen internal partai mencatat pada 1983 mereka sudah merancang wacana yang berjudul Gagasan Presiden Dua Periode. Kemudian gagasan tersebut ditambahi dengan keterbukaan dan demokratisasi di bidang politik dan ekonomi.
“Hingga kemudian, puncaknya, pasca Reformasi 1998 dilakukan amandemen UUD 1945 Pasal 7 oleh MPR 1997-1999 tentang pembatasan periodesasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden,” ujar Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono di Jakarta, Senin, (4/6/2018).
Sementara wacana pencalonan kembali JK muncul beberapa waktu lalu. Akan tetapi, JK terhalang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 169 huruf (n) tentang Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa perhitungan dua periode bisa berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Sehingga, JK dengan aturan itu tak bisa mencalonkan kembali.
Namun, ada pihak yang mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) demi mendukung JK kembali mendampingi Jokowi. “Jika MK menolak uji materi tersebut, maka secara juridis formil ketentuan tersebut berlaku dan mengikat,” kata Agung.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Dia mengatakan bahwa jabatan presiden dan wakil presiden dua periode adalah amanat konstitusi dan sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Sebab, salah satu poin penting Reformasi 1998 adalah membatasi jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode. Apalagi, pembatasan jabatan tersebut tidak serta merta datang, melainkan melalui kajian yang mendalam di level partai.
Termasuk di Partai Golkar yang sudah membahas wacana tersebut sejak 35 tahun lalu atau tepat 15 tahun sebelum Reformasi. “Partai Golkar ingin konsisten dengan sejarah panjang partai ini,” imbuhnya.
(kri)