Sekali Lagi Tentang Data Pangan

Senin, 28 Mei 2018 - 08:07 WIB
Sekali Lagi Tentang...
Sekali Lagi Tentang Data Pangan
A A A
Erizal Jamal
Profesor Riset Kementerian Pertanian

GONJANG-ganjing tentang akurasi data pangan kem­bali men­jadi trend­ing topik berbagai media, termasuk media sosial, dalam beberapa hari terakhir ini. Hal ini terkait dengan penyelenggaraan semi­nar “Ketersediaan Pangan, Swa­sembada vs Impor” oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Senin 21 Mei 2018. Tidak kurang dari Ketua DPR Bambang Soesatyo menyoroti kondisi ini, dan meminta semua pemangku kepentingan untuk menuntas­kan masalah data (Koran SINDO, 22 Mei 2018).

Bila dirunut ke belakang, katakanlah sejak 30 tahun ter­akhir, perdebatan tentang data terkait pangan, utamanya beras, berputar-putar pada isu yang sama, yaitu tudingan bahwa data yang dirilis pemerintah tidak akurat.

Yang tidak rasional, wa­lau data itu dirilis lembaga resmi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), tetap dianggap tidak valid, karena dalam proses pengum­pul­an datanya melibatkan ke­men­terian teknis terkait, dalam hal ini Kementerian Pertanian.

Padahal keterlibatan kemen­terian teknis ini sejalan dengan amanat undang-undang. Ayat 1 Pasal 12 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik menyatakan, “Statistik sektoral diselenggarakan oleh instansi pemerintah sesuai lingkup tugas dan fungsinya, secara mandiri atau bersama dengan Badan.

Data dan Program

Pertanyaannya sekarang, karena adanya persoalan ke­per­cayaan terhadap data ini, lalu apakah pelaksanaan berbagai program terkait dengan beras kita tunda dulu sampai datanya benar? Sementara pada sisi lain, pemerintah berkewajiban un­tuk mengamankan ketersedia­an bahan pangan utama di mana beras termasuk di dalamnya.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam berbagai pem­beritaan paham dengan situasi ini. Sebagai pimpinan institusi yang diberi amanat meng­gerak­kan pembangunan pertanian, dalam jangka pendek pilihan kebijakan yang ada sangat ter­batas, terutama yang terkait de­ngan upaya memacu pening­kat­an produksi. Untuk beras misalnya, pilihan yang tersedia mengerucut pada upaya pe­ningkatan indeks pertanaman dan produktivitas, perluasan areal tanam pada lahan po­tensial, di samping upaya pen­cetakan areal sawah baru.

Karena itu Upaya Khusus (UPSUS) yang berpengaruh lang­sung pada peningkatan produktivitas, indeks per­tanam­an dan perluasan areal tanam menjadi prioritas utama untuk memacu peningkatan produksi beras. Perbaikan irigasi, yang pada periode pe­me­rintahan sebelumnya ter­abai­kan, menjadi gerakan pertama yang dilakukan, bersamaan de­ngan upaya memacu produk­tivitas tenaga kerja di perdesaan dan mengantisipasi berkurang­nya tenaga kerja pertanian, me­lalui gerakan bantuan alat dan mesin pertanian secara masif.

Untuk menyiasati masalah akurasi data, Kementerian Per­tanian melakukan pemetaan permintaan dan penyediaan beberapa bahan pangan utama. Untuk beras misalnya, kal­ku­lasi­nya secara rerata dibutuh­kan sekitar 2,5-2,6 juta ton beras setiap bulannya, semen­tara produksi telah terpola sejak lama dalam kelompok musim tanam rendeng (Okto­ber-Maret) dan gadu (April-Septem­ber) di mana pa­da kedua mu­sim ini luas areal ta­nam ber­variasi.

Untuk mengamankan ke­ter­sediaan beras di atas, dan dengan melihat produktivitas padi yang sudah mendekati rata-rata hampir 6 ton per hektare, maka untuk setiap bulannya harus bisa panen di areal satu juta hektar lahan sawah.

Produksi gabah 5-6 juta ton per bulan bila dikonversi men­jadi beras bisa men­capai 3 juta ton. Melalui pendekatan se­ma­cam ini, ke­butuh­an beras dalam ne­geri bisa diaman­kan. Kebutuhan un­tuk men­jaga stok dan cadang­an dapat diambil dari produksi selama musim tanam ren­deng, di mana pada musim tanam ini luas areal ta­nam sudah dapat dipasti­kan lebih dari sejuta hektare da­lam sebulannya.

Berdasarkan hitung-hitung­an di atas, agar dapat panen 1 juta hektare setiap bulannya, di seluruh wilayah Indonesia harus juga terlak­sana penanaman padi minimal 1 juta hektare setiap bulannya. Pertanyaan lanjutannya adalah, lalu siapa yang bisa menggerakkan petani agar dapat mewujudkan hal itu? Di tengah menguatnya sema­ngat desentralisasi dan oto­nomi daerah, upaya membuat gerak­an terpusat, semacam BIMAS di masa lalu, merupakan tantang­an tersendiri saat ini.

Untuk itu dukungan beragam pihak, ter­masuk Tentara Nasional Indo­nesia dan akademisi, merupa­kan pilihan yang memang harus diambil untuk men­dukung ter­seleng­gara­nya gerakan UPSUS yang ter­koordinasi dari pusat. Seluruh sumber daya terbaik di Ke­men­terian Per­tanian di­tugasi men­dampingi petani agar kegiatan budi daya dapat terus ber­kelanjutan.

Untuk mendukung berbagai upaya yang ada, alokasi ang­gar­an yang bersentuhan lang­sung de­ngan kepenting­an petani terus diting­katkan. Upaya mem­buat efisiensi dan efektivitas anggaran yang ada di­laku­kan pada semua lini. Porsi anggaran yang lang­sung bersentuhan de­ngan kepentingan petani me­lebihi 80% dari total ang­gar­­an yang ada.

Pencapaian Faktual
Hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan Ke­men­­terian Pertanian bersama mitra mulai menampakkan ha­silnya. Dinamika pem­bangun­an per­tanian selama tiga tahun ter­akhir ini sangat terasa, sam­pai di pelosok daerah di Indo­nesia.

Kerja bersama di lapang­an dengan petani secara ber­angsur telah mengembalikan marwah petani dalam posisi yang ter­hormat. Kegiatan di sawah dan ladang terasa makin bergairah karena produksi petani dihargai secara layak.

Ujung dari semua itu, produksi aneka tanaman menunjukkan kecenderungan peningkatan dari waktu ke waktu. Bila banyak pihak me­nyangsikan data produksi yang ada, maka adalah sangat naif bila tidak meng­akui kecenderungan peningkatan pro­duk­si yang terjadi da­lam tiga tahun ter­akhir.

Berdasarkan pen­data­an yang dilakukan secara rutin oleh Ke­menterian Pertanian, Dinas Per­tanian ber­sama BPS, selama ta­hun 2015-2017 periode Oktober-September, luas areal tanam padi secara rerata seluas 15,3 juta hektare, se­tiap tahunnya.

Bila diban­ding­kan dengan luas areal tanam pada tahun 2013 dan 2014, jumlah ini meningkat rata-rata 12,47% per tahun. Upaya memacu luas areal tanam, utamanya dilakukan selama musim Gadu (April-September).

Selama tahun 2012-2014, secara rerata luas tanam pada musim gadu sekitar 933.000-945.000 hektare per bulan. Melalui UPSUS padi, luas tanam pada rentang waktu yang sama tahun 2015-2017 dapat diting­kat­kan di atas 1 juta hektare men­­jadi rata-rata 1,1 juta hektare per bulan.

Secara lebih khusus, bulan Juli-September, adalah masa paling rawan karena ancaman kekeringan di banyak lokasi. Pada 2012-2014, rerata luas tanam pada bulan Juli sampai September berkisar 500.000-650.000 hektare. Selama 2015-2017, pada selang waktu ini dapat ditingkatkan rata-rata luas tanam menjadi 876.000 hektare per bulan dengan peningkatan sekitar 43% dari tahun-tahun sebelumnya.

Upaya untuk memacu pe­ningkatan luas tanam dilaku­kan di semua provinsi, ter­utama pada wilayah yang po­tensial untuk terjadinya peningkatan luas tanam. Selama tiga tahun terakhir terjadi peningkatan luas tanam padi di 27 provinsi.

Penurunan luas tanam ter­jadi di wilayah yang memang selama ini terjadi persaingan yang ketat dalam pemanfaatan lahan untuk berbagai peng­guna­an, seperti di Propinsi Riau yang bersaing dengan pengem­bangan kelapa sawit, Ke­pulau­an Riau, DKI Jaya; Bali dan Kali­mantan Timur yang lahan sa­wahnya terus terancam karena derasnya pengembangan ke­giat­an industri, perumahan serta infrastruktur.

Apakah kondisi ini akan ber­lanjut? Semua tergantung pada kita semua. Bila kecenderungan yang positif ini tidak kita du­kung, malahan kita terhambat dengan berbagai cara, baik se­cara sadar ataupun tidak sadar, maka sulit berharap keberlan­jut­annya ke arah yang makin positif.

Data, karena memang ada masalah dalam akurasinya, dapat saja tidak kita percayai atau dijadikan kambing hitam untuk menafikan kerja keras yang telah dilakukan banyak pihak selama ini. Namun suara petani adalah suara rakyat kecil, suara golongan yang ter­ping­gir­kan selama ini, waktu yang akan membuktikan kebe-naran hasil kerja keras mereka selama ini.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3423 seconds (0.1#10.140)