Survei INES: 67,3% Rakyat Indonesia Ingin Presiden Baru di 2019

Minggu, 06 Mei 2018 - 20:35 WIB
Survei INES: 67,3% Rakyat...
Survei INES: 67,3% Rakyat Indonesia Ingin Presiden Baru di 2019
A A A
JAKARTA - Indonesia Network Election Survei (INES) merilis hasil surveinya. Sebanyak 67,3% responden yang mewakili masyarakat Indonesia pada tahun 2019 akan memilih presiden baru.

Hasil survei dilakukan pada 12 sampai 28 April 2018 ini menyatakan, 67,3%.‎ Darii 2.180 responden adalah 67,3% responden menginginkan presiden baru pada 2019. 21,3% responden menjawab dilanjutkan kepemimpinan sekarang dan sisanya sebesar 11,4% menjawab tidak tahu.

Peneliti INES, Basynursyah menjelaskan margin of error lebih survei kurang lebih 2,1% pada tingkat kepercayaan 95%. Responden tersebar di 408 kabupaten/kota.

"Penelitian ini menggunakan instrumen data berupa angket. Angket dibuat berdasarkan kebutuhan data yang akan dieksplorasi dalam penelitian angket ini bersifat terbuka dan tertutup. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka, survei dilakukan pada 12 hingga 28 April 2018," ujarnya, Minggu (6/5/2018).

Metode penarikan sample dilakukan dengan teknik dengan acak, yang diambil dari individu-individu berbagai jenis kelamin, usia, pendidikan, dan juga berbagai macam profesi. Di mana ada 47,9 persen pria, 53,1 persen perempuan.

"Dari responden hanya 19,5 persen menyatakan janji Jokowi-JK dipenuhi. Sedangkan sebanyak 68,2 persen mengatakan Jokowi tidak menepati janji. Sisanya 12,3 persen tidak menjawab," tegasnya.

(Baca juga: Survei INES Sebut Elektabilitas Prabowo 50,2% dan Jokowi 26,1%)

Lantaran tidak memenuhi janji-janjinya, elektabilitas Joko Widodo kian merosot. Padahal salah satu alasan responden memilih Jokowi. Adalah janji-janji kampanyenya. Dalam hal pemenuhan janji, Jokowi dianggap gagal.

Buruknya kinerja pemerintahan membuat masyarakat berpaling pada rival Jokowi yaitu Pr‎abowo Subianto yang akan mereka pilij jika pemilihan Presiden digelar hari ini secara jawaban Top of Mind sebanyak 50,2% masyarakat Indonesia.

"Dengan menggunakan pertanyaan yang sama secara tertutup menggunakan angket kuesioner dengan pertanyaan yang sama, tingkat elektabilitas Prabowo meningkat hingga 54,5% dan memiliki hubungan kuat dengan naiknya elektabilitas partai Gerindra 26,2%," ungkapnya.

Basynursyah, dalam pemaparannya, menempatkan Gerindra di posisi teratas dengan raihan 26,2%. Sedangkan PDIP di posisi kedua dengan 14,3%. "Golkar di posisi ketiga 8,2%, PKS 7,1%, Perindo 5,8%, PKB 5,7%. Disusul PAN 5,3%, Demokrat 4,6%, PPP 3,1%, NasDem 3,1%, Hanura 2,3%, PBB 2,1%, PKPI 0,9%, Berkarya 0,7%, Garuda 0,4%, dan PSI 0,1%. Sedangkan tak menjawab 10,1%," katanya.

Sed‎angkan untuk calon presiden sambungnya, nama Ketua Umum Gerindra Prabowo bisa mengalahkan Joko Widodo atau Jokowi. "Prabowo Subianto 50,2%, Joko Widodo 27,7%, Gatot Nurmantyo 7,4%, dan tokoh lain 14,7%," ulasnya.

Bukan hanya tingkat elektabilitas PDIP saja yang terkena imbas dari kierja Jokowi yang buruk dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, tapi partai pendukung pemerintahan Jokowi juga mendapat respons yang sama dengan menurunya elektabilitas masing-masing partai.

"Hanya partai Perindo, partai baru yang paling punya elektabilitas tertinggi hingga 5,8%, tandasnya.

Sementara ‎Ketua DPP Partai Perindo Bidang Media dan Komunikasi Massa Arya Sinulingga menyatakan, posisi Perindo yang terus meningkat elektabilitasnya merupakan konsistensi kerja partai terbukti dalam beberapa hasil lembaga survei menempatkan posisi Perindo dengan elektabilitas 4-6%.

"Hasil yang konsisten ini bukti ada kerja partai mulai dari bawah yang terjadi secara dinamis, posisi bawah partai terus bergerak. Ini juga bukti mesin partai bekerja dengan baik," ucapnya dalam kesempatan yang sama.

Arya menegaskan, dari beberapa hasil survei yang memprediksi elektabilitas Perindo selalu di atas 4%, membuatnya optimistis partai besutan Hary Tanoesoedibjo ini akan lolos Parlementary Threshold nan‎tinya.

(Baca juga: Elektabilitas Perindo Ungguli Delapan Parpol Lama)

Dia juga ‎merespons elektabilitas Prabowo yang naik dibanding Jokowi jika pilpres dilakukan hari ini. Menurutnya tidak bisa dipungkiri ada fenomena masyarakat jenuh dengan kepemimpinan hari ini, namun juga tidak bisa dinafikan kinerja Jokowi dibidang infrastruktur perlu diapresiasi.

Arya menilai kondisi hari ini masih sangat dinamis dan cair, peraihan elektabilitas masih dapat dan mudah berubah-ubah seiring dengan isu ataupun keadaan.

"Waktunya masih panjang masih setahun lagi, ini sangat dinamis. Kalau oposisi tidak engambil posisi yang pas dalam mengambil capres dan cawapres dipastikan kalah oleh pendukungnya.‎ Juga bagaiman Jokowi dan partai koalisi melakukan evaluasi," tegasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6135 seconds (0.1#10.140)