Maju Mundur Cuti Lebaran
A
A
A
Kebijakan pemerintah menambah cuti Lebaran Idul Fitri pada tahun ini terus memicu pro-kontra. Ada yang mendukung jumlah libur ditambah, tetapi tidak sedikit yang bersuara keras menolak karena sejumlah alasan. Merespons kontroversi yang muncul, pemerintah akhirnya berencana mengubah kembali kebijakan yang dibuatnya itu.
Sebelumnya pemerintah memutuskan untuk menambah cuti bersama pada Lebaran Idul Fitri tahun ini. Dengan asumsi hari H Idul Fitri jatuh pada 15-16 Juni, cuti bersama sebelumnya diberikan hanya empat hari, yaitu 13-14 Juni dan 18-19 Juni. Namun pemerintah memberi tambahan libur tiga hari, yakni 11-12 Juni dan 20 Juni.
Dengan tambahan tersebut total libur Lebaran menjadi 10 hari. Alasan penambahan hari libur tersebut demi mengatasi kemacetan pada saat arus mudik dan arus balik, terutama di jalan tol bagi pemudik yang hendak menuju kota-kota di Pulau Jawa.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri PAN-RB No 223, No 46, dan No 13 Tahun 2018 yang ditandatangani pada 18 April 2018.
Sekilas, kebijakan pemerintah ini terlihat cukup baik mengingat pada beberapa tahun terakhir mudik Lebaran memang memunculkan banyak persoalan, terutama kemacetan panjang yang tidak hanya menimbulkan kerugian materi, melainkan juga korban jiwa.
Namun tak dinyana, keputusan tersebut memunculkan protes. Kalangan pengusaha paling lantang berteriak karena penambahan cuti bersama diklaim akan mengganggu produktivitas perusahaan. Penolakan juga disuarakan karyawan yang bekerja di perusahaan swasta.
Alasannya aturan penambahan cuti bersama itu merugikan karena bakal memotong cuti tahunan mereka. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyebut keputusan akhir mengenai revisi cuti bersama itu akan dilakukan pekan ini.
Selain akan mendengar tanggapan pengusaha, pemerintah juga akan mengajak Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan untuk duduk bersama mencari solusi terbaik. Kebijakan merevisi cuti bersama ini akhirnya bak buah simalakama. Keputusan apa pun yang akan diambil pemerintah nanti sudah pasti menimbulkan ketidakpuasan.
Jika kebijakan direvisi sebagian masyarakat yang telanjur membeli tiket mudik akan dirugikan karena terpaksa mengganti tiketnya. Kerugian terutama dialami pemudik yang menggunakan pesawat, kapal laut, dan kereta api.
Belum diketahui seperti apa keputusan akhir pemerintah yang akan dikeluarkan dalam satu dua hari ini. Namun, terlepas dari itu, kejadian ini cukup memberi pelajaran mengenai pentingnya perencanaan yang matang sebelum sebuah keputusan strategis dibuat.
Pemerintah dalam merumuskan setiap kebijakan seyogianya tidak terburu-buru untuk kemudian akhirnya keliru. Dalam kasus penambahan libur Lebaran ini seharusnya pihak yang berkepentingan, terutama kalangan dunia usaha, dilibatkan dan didengarkan pendapatnya.
Kebijakan plinplan pemerintah bukan baru kali ini terjadi. Sebelumnya pemerintah pernah membuat larangan rapat di hotel bagi PNS di seluruh Indonesia karena alasan tidak produktif, lebih bersifat tamasya, dan tidak berkorelasi dengan pekerjaan.
Namun setelah kebijakan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi waktu itu mengundang kontroversi karena pengunjung hotel turun drastis, aturan kemudian diubah lagi dan kembali seperti sebelumnya. Tahun ini Menteri PAN-RB Asman Abnur membolehkan pejabat menggunakan kendaraan dinas untuk mudik Lebaran, sesuatu yang sangat dilarang pada mudik tahun-tahun sebelumnya.
Memang pemerintah dalam beberapa waktu terakhir sering mengeluarkan kebijakan yang bersifat populis. Ini diduga tak lepas dari momentum pemilihan presiden yang pelaksanaannya kurang satu tahun lagi. Membangun pencitraan positif di mata rakyat memang hal wajar, apalagi oleh pemerintahan yang berkuasa.
Namun seyogianya setiap kebijakan itu dibuat dengan perencanaan yang baik dan cermat. Jangan sampai kebijakan dibuat semata karena pertimbangan popularitas tanpa menghitung dampaknya. Sangat disayangkan jika kecerobohan dilakukan pemerintah, tetapi masyarakat yang harus menanggung akibat yang ditimbulkannya.
Sebelumnya pemerintah memutuskan untuk menambah cuti bersama pada Lebaran Idul Fitri tahun ini. Dengan asumsi hari H Idul Fitri jatuh pada 15-16 Juni, cuti bersama sebelumnya diberikan hanya empat hari, yaitu 13-14 Juni dan 18-19 Juni. Namun pemerintah memberi tambahan libur tiga hari, yakni 11-12 Juni dan 20 Juni.
Dengan tambahan tersebut total libur Lebaran menjadi 10 hari. Alasan penambahan hari libur tersebut demi mengatasi kemacetan pada saat arus mudik dan arus balik, terutama di jalan tol bagi pemudik yang hendak menuju kota-kota di Pulau Jawa.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri PAN-RB No 223, No 46, dan No 13 Tahun 2018 yang ditandatangani pada 18 April 2018.
Sekilas, kebijakan pemerintah ini terlihat cukup baik mengingat pada beberapa tahun terakhir mudik Lebaran memang memunculkan banyak persoalan, terutama kemacetan panjang yang tidak hanya menimbulkan kerugian materi, melainkan juga korban jiwa.
Namun tak dinyana, keputusan tersebut memunculkan protes. Kalangan pengusaha paling lantang berteriak karena penambahan cuti bersama diklaim akan mengganggu produktivitas perusahaan. Penolakan juga disuarakan karyawan yang bekerja di perusahaan swasta.
Alasannya aturan penambahan cuti bersama itu merugikan karena bakal memotong cuti tahunan mereka. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyebut keputusan akhir mengenai revisi cuti bersama itu akan dilakukan pekan ini.
Selain akan mendengar tanggapan pengusaha, pemerintah juga akan mengajak Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan untuk duduk bersama mencari solusi terbaik. Kebijakan merevisi cuti bersama ini akhirnya bak buah simalakama. Keputusan apa pun yang akan diambil pemerintah nanti sudah pasti menimbulkan ketidakpuasan.
Jika kebijakan direvisi sebagian masyarakat yang telanjur membeli tiket mudik akan dirugikan karena terpaksa mengganti tiketnya. Kerugian terutama dialami pemudik yang menggunakan pesawat, kapal laut, dan kereta api.
Belum diketahui seperti apa keputusan akhir pemerintah yang akan dikeluarkan dalam satu dua hari ini. Namun, terlepas dari itu, kejadian ini cukup memberi pelajaran mengenai pentingnya perencanaan yang matang sebelum sebuah keputusan strategis dibuat.
Pemerintah dalam merumuskan setiap kebijakan seyogianya tidak terburu-buru untuk kemudian akhirnya keliru. Dalam kasus penambahan libur Lebaran ini seharusnya pihak yang berkepentingan, terutama kalangan dunia usaha, dilibatkan dan didengarkan pendapatnya.
Kebijakan plinplan pemerintah bukan baru kali ini terjadi. Sebelumnya pemerintah pernah membuat larangan rapat di hotel bagi PNS di seluruh Indonesia karena alasan tidak produktif, lebih bersifat tamasya, dan tidak berkorelasi dengan pekerjaan.
Namun setelah kebijakan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi waktu itu mengundang kontroversi karena pengunjung hotel turun drastis, aturan kemudian diubah lagi dan kembali seperti sebelumnya. Tahun ini Menteri PAN-RB Asman Abnur membolehkan pejabat menggunakan kendaraan dinas untuk mudik Lebaran, sesuatu yang sangat dilarang pada mudik tahun-tahun sebelumnya.
Memang pemerintah dalam beberapa waktu terakhir sering mengeluarkan kebijakan yang bersifat populis. Ini diduga tak lepas dari momentum pemilihan presiden yang pelaksanaannya kurang satu tahun lagi. Membangun pencitraan positif di mata rakyat memang hal wajar, apalagi oleh pemerintahan yang berkuasa.
Namun seyogianya setiap kebijakan itu dibuat dengan perencanaan yang baik dan cermat. Jangan sampai kebijakan dibuat semata karena pertimbangan popularitas tanpa menghitung dampaknya. Sangat disayangkan jika kecerobohan dilakukan pemerintah, tetapi masyarakat yang harus menanggung akibat yang ditimbulkannya.
(maf)