Pengawasan TKA Belum Maksimal

Sabtu, 28 April 2018 - 07:30 WIB
Pengawasan TKA Belum Maksimal
Pengawasan TKA Belum Maksimal
A A A
KEHADIRAN Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20/2018 melahirkan polemik tajam di masyarakat. Seketika aturan tersebut kembali menghidupkan isu kedatangan secara besar-besaran tenaga kerja asal China yang sempat marak beberapa tahun lalu.

Pihak yang kontra dengan regulasi tersebut menilai pemerintah telah membuka pintu lebar-lebar yang memudahkan tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia, terutama dari China. Sebaliknya, pemerintah berdalih Perpres TKA adalah salah satu strategi menarik investor asing agar berbondong-bondong menanamkan modal di negeri ini. Polemik mengenai Perpres TKA terus bergulir bak bola salju.

Pihak penguasa menuding topik ini sebagai isu politik yang “digoreng” pihak tertentu menyusul munculnya usulan pembentukan panitia khusus (pansus) di DPR. Menyikapi polemik tersebut, sikap pemerintah sangat tegas. Simak saja pernyataan dari Menteri Ketenakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri yang mengungkapkan bahwa perpres tentang penggunaan TKA itu hanya mempermudah dari sisi prosedur dan birokrasi.

Karena itu, tudingan bahwa TKA dipermudah masuk ke Indonesia hanya bertujuan mendiskreditkan. Apalagi, kata Dhakiri, aturan tersebut tidak membebaskan pekerja kasar. Pemerintah mengakui, sejumlah TKA dari China bekerja pada sejumlah proyek infrastruktur di negeri ini.

Hal itu dibeberkan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko yang mengecek langsung di Morowali, Sulawesi Tengah. Dari 13.000 pekerja yang diserap sebuah proyek di sana terdapat 2.000 TKA dari China.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Menaker Hanif Dhakiri menjelaskan panjang lebar latar belakang seputar Perpres TKA. Intinya, pemerintah berharap aturan tersebut dapat meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, pada 2017 jumlah TKA sebanyak 85,9 ribu orang, sedang jumlah tenaga kerja Indonesia tercatat sekitar 121 juta orang. Dilihat dari rasionya, TKA di Indonesia hanya 0,07%. Secara rasio, TKA di Indonesia paling rendah dibandingkan Malaysia sekitar 12% atau sekitar 1,8 juta TKA berbanding 15 juta tenaga kerja. Singapura mencapai 60,9% atau jumlah TKA 1,4 juta orang berbanding 2,3 juta tenaga kerja.

Bicara masalah keberadaan TKA ternyata tidak segamblang penjelasan pemerintah. Setidaknya, investigasi Ombudsman menemukan tak sedikit TKA yang tidak memiliki keahlian bekerja di Indonesia. Sebagian besar dari China. Ombudsman menggelar investigasi khusus TKA dari Juni hingga Desember 2017 pada sembilan provinsi. Sulit disangkal, berdasarkan temuan Ombudsman bahwa TKA dari China yang masuk pada periode investigasi sebagian besar tidak memiliki keterampilan (unskill labour). Mereka bekerja sebagai buruh kasar, seperti sopir angkutan barang, di Morowali.

Menarik menyimak hasil investigasi Ombudsman soal TKA, sebagaimana dipaparkan Komisioner Ombudsman, Laode Ida, bahwa terdapat empat persoalan serius. Pertama, temuan telaah aturan implementasi. Ditemukan potensi malaadministrasi terkait perpanjangan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA). Kedua, temuan dokumentasi dan administrasi. Terungkap ada data resmi keimigrasian dan ketenagakerjaan yang tidak sesuai. Ketiga, temuan lapangan. Ombudsman menemukan persoalan pengawasan TKA yang lemah. Keempat, temuan khusus. Tidak ada penegakan hukum dalam pelanggaran penggunaan visa. Ada TKA yang menggunakan visa turis, tapi bekerja di Indonesia. Dari hasil investigasi tersebut, Ombudsman meminta pihak berwenang tidak melipat tangan alias harus bertindak.

Sepertinya polemik seputar TKA segera mereda mengacu pada hasil rapat kerja antara Kementerian Ketenagakerjaan dengan Komisi IX DPR, yang intinya pemerintah diminta mengetatkan pengawasan, membuat aturan turunan terhadap implementasi Perpres TKA yang bertujuan meminimalisasi kesalahpahaman.

Lalu, pemerintah diminta membuka data angkatan kerja dan kebutuhan lapangan pekerjaan pada proyek investasi, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dan, sekadar mengingatkan, pemerintah sebaiknya tidak terlalu sensitif menanggapi pihak yang kontra terhadap Perpres TKA tersebut. Alangkah baiknya pihak penguasa menindaklanjuti hasil temuan dari investigasi Ombudsman. Agar polemik Perpres TKA tidak semakin tajam yang menghabiskan energi tidak perlu.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4831 seconds (0.1#10.140)