Soal Perppu Pernikahan Anak, MUI Minta Dilibatkan Dalam Pembahasan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan Yohana Yambise mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah setuju untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencegahan pernikahan anak.
Menanggapi rencana penerbitan perppu tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan masih perlu pembahasan bersama. Selama ini pihaknya belum pernah diajak bicara oleh pemerintah terkait rencana penerbitan perppu tersebut.
Ia menjelaskan, perkawinan tidak hanya sekadar didasarkan pada pertimbangan sosial, ekonomi, dan kesehatan semata, namun juga harus mempertimbangkan aspek agama. Sebab pernikahan bagian dari perintah agama. "Sah dan tidaknya sebuah perkawinan harus juga didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama," ujar Zainut dalam keterangan persnya Minggu (22/4/2018).
MUI berpandangan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, sudah sangat monumental dan memiliki ikatan emosional dan kesejarahan yang sangat kuat bagi umat Islam Indonesia. Sebab UU tersebut diundangkan pada masa orde baru yang sangat represif, namun isinya sejalan dengan aspirasi umat Islam Indonesia.
UU itu juga tidak bertentangan dengan syariat Islam, serta senafas dengan jiwa Pancasila dan UUD NRI 1945. Karenanya, UU tersebut hakikatnya merupakan implementasi dari pelaksanaan sila pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD NRI 1945.
Untuk itu, kata Zainut, sebelum menerbitkan Perppu atas UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, pemerintah hendaknya berkonsultasi dengan MUI dan ormas keagamaan lainnya. "Agar isi perppu yang akan diundangkan sejalan dengan aspirasi umat beragama dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama," pungkasnya.
Menanggapi rencana penerbitan perppu tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan masih perlu pembahasan bersama. Selama ini pihaknya belum pernah diajak bicara oleh pemerintah terkait rencana penerbitan perppu tersebut.
Ia menjelaskan, perkawinan tidak hanya sekadar didasarkan pada pertimbangan sosial, ekonomi, dan kesehatan semata, namun juga harus mempertimbangkan aspek agama. Sebab pernikahan bagian dari perintah agama. "Sah dan tidaknya sebuah perkawinan harus juga didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama," ujar Zainut dalam keterangan persnya Minggu (22/4/2018).
MUI berpandangan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, sudah sangat monumental dan memiliki ikatan emosional dan kesejarahan yang sangat kuat bagi umat Islam Indonesia. Sebab UU tersebut diundangkan pada masa orde baru yang sangat represif, namun isinya sejalan dengan aspirasi umat Islam Indonesia.
UU itu juga tidak bertentangan dengan syariat Islam, serta senafas dengan jiwa Pancasila dan UUD NRI 1945. Karenanya, UU tersebut hakikatnya merupakan implementasi dari pelaksanaan sila pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD NRI 1945.
Untuk itu, kata Zainut, sebelum menerbitkan Perppu atas UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, pemerintah hendaknya berkonsultasi dengan MUI dan ormas keagamaan lainnya. "Agar isi perppu yang akan diundangkan sejalan dengan aspirasi umat beragama dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama," pungkasnya.
(thm)