Diplomasi Budaya

Rabu, 04 April 2018 - 08:30 WIB
Diplomasi Budaya
Diplomasi Budaya
A A A
DALAM beberapa pekan atau bulan ke belakang, isu hubungan Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) terus mewarnai pemberitaan media-media internasional. Apalagi Korsel yang notabene didukung kelompok Amerika Serikat (AS) dan Eropa terus melontarkan suara miring soal kebijakan-kebijakan Korut. Jika menyimak seolah Korut menjadi musuh bersama bagi bangsa-bangsa di dunia.

Banyak stigma yang ditanamkan pada Korut di antaranya negara antidemokrasi, pemerintahan yang diktator, atau penciptaan senjata nuklir yang dianggap mengancam perdamaian dunia. Ketegangan demi ketegangan (lebih banyak soal pernyataan) terus terjadi hingga seolah-olah akan memunculkan konflik senjata antara dua negara serumpun tersebut.

Lalu, apakah ketegangan demi ketegangan ini harus terus terjadi? Sepertinya tujuan dari perang pernyataan tersebut adalah perdamaian dunia. Jika tujuannya adalah perdamaian dunia, tentu ada berbagai cara untuk bisa menciptakan bukan sekadar melontarkan kritik atau malah melakukan embargo.

Salah satu cara yang beberapa hari lalu terlihat adalah diplomasi budaya antara Korsel dan Korut yang patut kita apresiasi. Kedua negara saling bertukar budaya agar suasana ketegangan bisa mencair sehingga bisa mencari kata sepakat untuk menuju perdamaian, seperti tujuan di atas.

Dalam diplomasi budaya, pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un dan istrinya, Ri Sol-ju, menonton konser K-Pop di Pyongyang. Itu pertama kalinya seorang pemimpin Korut menghadiri pertunjukan seni Korsel di ibu kota Korut. Kim juga terlihat bertepuk tangan dan berfoto bersama para penyanyi K-Pop. “Pemimpin tertinggi kita mengatakan hatinya melayang dan dia gembira karena rakyatnya senang. Mereka (warga Korut) paham budaya populer Korsel,” tulis kantor berita Korut KCNA.

Tidak hanya Kim Jong-un yang tampak senang dengan penampilan artis-artis K-Pop, tapi warga Korut yang menonton konser larut dalam sukacita dan turut bernyanyi lagu-lagu yang dilantunkan bintang K-Pop selama dua jam. Konser bertajuk Spring is Coming digelar di East Pyongyang Grand Theatre itu mendatangkan banyak bintang K-pop ternama, seperti Cho Yong-pil, Lee Sun-hee, bintang rock Yoon Do-hyun dan penyanyi Baek Ji-young, serta girl band K-pop Red Velvet. Kementerian Kebudayaan Korsel mengungkapkan delegasi Korsel ke Pyongyang adalah bentuk kunjungan kebudayaan, setelah Korut mengirimkan senimannya ke Korsel pada Februari lalu.

Tentu langkah kedua negara ini patut diapresiasi dunia. Pihak AS dan Eropa semestinya juga bisa berperan mencairkan ketegangan yang sudah terjadi. Toh, Korsel dan Korut justru sudah melakukan penyelesaian perselisihan dengan cara diplomasi budaya, sebuah cara untuk mencapai perdamaian.

Sudah semestinya pihak-pihak luar yang sebelumnya terlibat juga memberikan apresiasi agar tujuan hakiki, yaitu perdamaian dunia bisa tercapai. Sebab akan menjadi persoalan dan tanda tanya besar, jika para pihak luar tidak memberikan apresiasi terhadap diplomasi budaya kedua negara tersebut.

Korsel memang sukses menggunakan K-Pop untuk diplomasi budaya. Bukan hanya untuk mencairkan ketegangan hubungan dengan Korut, tapi dengan negara-negara lain, Korsel berhasil menggunakan K-Pop ke dunia internasional. Di Indonesia, bahkan para fans K-Pop seperti fans yang die hard. Bahkan, militansi fans K-Pop di Indonesia satu level dengan militansi suporter sepak bola di Tanah Air. Jika suporter sepak bola mungkin hal wajar karena keterikatan daerah, tapi K-Pop mungkin menjadi hal lain ketika para penggemarnya sangat militan.

Bagaimana dengan Indonesia? Negeri yang dikenal dengan banyak budaya ini semestinya bisa menciptakan hal sama atau bahkan lebih. Budaya Indonesia bisa menjadi alat diplomasi internasional untuk kepentingan bangsa ini dan internasional. Sayangnya itu belum maksimal. Kita semestinya bisa belajar dari Korsel untuk diplomasi K-Pop-nya. Begitu juga dengan diplomasi kuliner ala Thailand.

Singkatnya, Indonesia mempunyai banyak potensi untuk digunakan sebagai alat diplomasi. Tinggal bagimana semua pihak bisa menggunakan itu secara maksimal atau tidak, salah satunya diplomasi budaya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0826 seconds (0.1#10.140)