PDIP Minta KIP Ambil Peran Luruskan Berita Bohong
A
A
A
Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah menganggap Komisi Informasi Pusat (KIP) sebagai lembaga negara harus memiliki fungsi pendidikan kepada masyarakat tentang bagaimana menyampaikan informasi yang benar.
Karenanya, peran utama KIP selain menyampaikan berbagai informasi kepada publik, juga memiliki tugas untuk meluruskan informasi atau berita-berita bohong (hoaks) yang beredar di masyarakat.
"KIP dibentuk sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, agar tak satu pun masyarakat kesulitan mendapatkan informasi," ujar Basarah saat dikusi antara Komisi Informasi Pusat (KIP) dan PDIP di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018).
Dijelaskan Basarah, selaku lembaga publik KIP memiliki tanggung jawab penuh untuk menyaring berbagai sumber berita di tengah kesimpangsiuran informasi yang diterima masyarakat. Terlebih di era perkembangan informasi teknologi yang begitu pesat, di mana peredaran berita bohong kerap menyerang individu, kelompok bahkan intitusi demokrasi seperti partai politik.
"Ketika ada kesimpangsiuran, banyak berita bohong, berita menyesatkan, hoaks dan lainnya. Maka KIP dapat mengisi ruang itu dengan berita benar sebagai bentuk pertanggungjawaban juga," jelasnya.
Wakil Ketua MPR ini melanjutkan bahwa saat ini terjadi liberalisasi informasi yang melahirkan banyaknya informasi hoaks, ujaran kebencian, maupun upaya saling menjatuhkan. PDIP pun sering kali menjadi korban dari hal tersebut.
"Ada yang menyebut PDI Perjuangan itu sarang PKI, PDI Perjuangan antiislam, jelas semuanya itu tidak benar. Maka ini harus diluruskan, agar keberadaan KIP ini bisa mencerahkan kesadaran publik," tegasnya.
Basarah juga mengingatkan bahwa KIP maupun PDIP sama-sama lembaga publik yang uangnya dibiayai dari APBN. Dengan demikian KPI dan parpol pun harus melakukan keterbukaan pertanggungjawaban.
"Atas kebebasan informasi yang semakin liberal, negara bertanggungjawab dari ancaman proxy war, kita hadirkan KIP yang dipayungi Undang-Undang," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua KIP Gede Nariyana Sunarkha mengakui bahwa perkembangan teknologi informasi membawa banyak perubahan, termasuk ekses negatif dari liberalisasi informasi, yakni munculnya banyak ujaran kebencian dan berita hoaks. Hal ini pun nanti akan menjadi perhatian dari KIP.
"Selama ini memang kita baru bergerak dan belum banyak yang bisa silakukan karena belum lama dilantik. Tapi apa yang disampaikan Pak Basarah benar sekali terkait keharusan untuk memberi informasi yang benar dan mencerdaskan. Artinya melawan berita hoaks," timpal Gede di forum yang sama.
Karenanya, peran utama KIP selain menyampaikan berbagai informasi kepada publik, juga memiliki tugas untuk meluruskan informasi atau berita-berita bohong (hoaks) yang beredar di masyarakat.
"KIP dibentuk sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, agar tak satu pun masyarakat kesulitan mendapatkan informasi," ujar Basarah saat dikusi antara Komisi Informasi Pusat (KIP) dan PDIP di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018).
Dijelaskan Basarah, selaku lembaga publik KIP memiliki tanggung jawab penuh untuk menyaring berbagai sumber berita di tengah kesimpangsiuran informasi yang diterima masyarakat. Terlebih di era perkembangan informasi teknologi yang begitu pesat, di mana peredaran berita bohong kerap menyerang individu, kelompok bahkan intitusi demokrasi seperti partai politik.
"Ketika ada kesimpangsiuran, banyak berita bohong, berita menyesatkan, hoaks dan lainnya. Maka KIP dapat mengisi ruang itu dengan berita benar sebagai bentuk pertanggungjawaban juga," jelasnya.
Wakil Ketua MPR ini melanjutkan bahwa saat ini terjadi liberalisasi informasi yang melahirkan banyaknya informasi hoaks, ujaran kebencian, maupun upaya saling menjatuhkan. PDIP pun sering kali menjadi korban dari hal tersebut.
"Ada yang menyebut PDI Perjuangan itu sarang PKI, PDI Perjuangan antiislam, jelas semuanya itu tidak benar. Maka ini harus diluruskan, agar keberadaan KIP ini bisa mencerahkan kesadaran publik," tegasnya.
Basarah juga mengingatkan bahwa KIP maupun PDIP sama-sama lembaga publik yang uangnya dibiayai dari APBN. Dengan demikian KPI dan parpol pun harus melakukan keterbukaan pertanggungjawaban.
"Atas kebebasan informasi yang semakin liberal, negara bertanggungjawab dari ancaman proxy war, kita hadirkan KIP yang dipayungi Undang-Undang," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua KIP Gede Nariyana Sunarkha mengakui bahwa perkembangan teknologi informasi membawa banyak perubahan, termasuk ekses negatif dari liberalisasi informasi, yakni munculnya banyak ujaran kebencian dan berita hoaks. Hal ini pun nanti akan menjadi perhatian dari KIP.
"Selama ini memang kita baru bergerak dan belum banyak yang bisa silakukan karena belum lama dilantik. Tapi apa yang disampaikan Pak Basarah benar sekali terkait keharusan untuk memberi informasi yang benar dan mencerdaskan. Artinya melawan berita hoaks," timpal Gede di forum yang sama.
(kri)