Eksekusi Mati Zaini
A
A
A
MASYARAKAT Indonesia dibuat terkejut dengan kabar eksekusi mati terhadap seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) diArab Saudi bernama MuhammadZaini Misrin. Pria asal Bangkalan, Madura ini dihukum pancung pada Minggu 18 Maret 2018 lalu.
Masyarakat Tanah Air dan pemerintah terkejut terutama karena sikap Pemerintah Arab Saudi yang diam-diam menjalankan hukuman mati tanpa menyampaikan notifikasi kepada Pemerintah Indonesia.
Zaini divonis mati atas tuduhan membunuh majikannya di Kota Mekkah pada 2004. Sebelum eksekusi mati ini berlangsung, Presiden Joko Widodo sempat menyurati Raja Salman dua kali untuk meninjau kembali kasus pidana Zaini.
Tidak hanya itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI pun berupaya mengajukan permohonan peninjauan kembali karena menemukan bukti baru dan telah dikirimkan ke Mahkamah pada 6 Maret 2018. Namun, semua upaya yang dilakukan pemerintah rupanya tidak memengaruhi otoritas di Arab Saudi untuk menunda eksekusi.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal menyampaikan kekecewaan Pemerintah Indonesia atas sikap Arab Saudi.
Dalam aturan nasional Arab Saudi memang tidak ada kewajiban pemerintahnya memberikan informasi pelaksanaan eksekusi ke negara asal narapidana.
Namun, berhubung Arab Saudi memiliki hubungan baik dengan Indonesia, selayaknya ada mandatory consular notification yang disampaikan kepada perwakilan Republik Indonesia di negara itu.
Kekecewaan terhadap Arab Saudi makin menjadi karena proses hukum Zaini juga dinilai janggal. Lembaga Migrant Care menyebutkan Zaini sebelumnya dipaksa mengakui melakukan pembunuhan dan mengalami tekanan oleh otoritas negara tersebut. Selain itu, pada proses persidangan hingga dijatuhi vonis hukuman mati, Zaini juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.
Kisah Zaini hanya sepenggal dari serangkaian tragedi pilu buruh migran yang sedang menunggu nasib di negeri orang.
Ada ratusan warga negara Indonesia (WNI) lain yang kini terancam hukuman mati di berbagai negara. Fakta ini menuntut pemerintah untuk bekerja lebih keras lagi demi membebaskan warganya dari hukuman mati.
Data Kemlu menunjukkan jumlah WNI di berbagai negara yang dijatuhi vonis mati sepanjang 2011-2018 sebanyak 583 orang.Rinciannya, 188 kasus masih ditangani oleh Pemerintah Indonesia. Sedangkan 392 kasus berhasil diselesaikan dengan vonis bebas.Ada tiga kasus yang berakhir dengan eksekusi hukuman mati.
Dari jumlah itu, 148 kasus terjadi di Malaysia, 20 kasus di Arab Saudi, 11 kasus di China, 4 kasus di Uni Emirat Arab. Selebihnya 2 kasus di Singapura, 2 di Laos, dan 1 kasus di Bahrain. Umumnya WNI ini terjerat kasus narkoba. Khusus di Arab Saudi hampir semua WNI yang divonis mati adalah TKI.
Dalam urusan hukuman mati, setiap negara memang memiliki aturan hukum yang harus dihormati oleh negara lain.
Di dalam negeri, setiap kali eksekusi mati terhadap warga asing dijalankan, terutama untuk kasus narkoba, kritik dari negara lain kerap berdatangan.
Mereka umumnya menolak hukuman mati atas nama penghormatan atas hak asasi manusia (HAM). Menghadapi kritikan tersebut, Pemerintah Indonesia selalu meminta negara lain menghormati hukum Indonesia.
Berkaitan dengan kasus Zaini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam pernyataannya kemarin juga meminta masyarakat jangan asal marah ke Arab Saudi karena Indonesia juga sudah mengeksekusi mati banyak warga negara asing. Intinya JK meminta agar dalam eksekusi mati ini tidak berlaku standar ganda.
Namun, penghormatan atas hukum negara lain dan kewajiban negara memperjuangkan nasib setiap warganya adalah dua hal yang berbeda.
Hukum negara lain memang harus dihormati, tapi upaya untuk membebaskan WNI yang terancam hukuman mati di negeri orang sedikit pun tidak boleh kendur. Sudah seharusnya pemerintah mengerahkan seluruh daya dan upaya agar WNI yang terancam pancung atau hukuman gantung itu bisa segera dibebaskan.
Demi menghindari kasus seperti Zaini terus terulang, tak kalah penting adalah mengupayakan langkah preventif.
Pekerja Indonesia di luar negeri kerap terjerat kasus karena minim pengetahuan mereka akan hukum yang berlaku di negara orang. Maka itu, sosialisasi kepada buruh migran agar sedapat mungkin menghindari segala perbuatan yang berpotensi melanggar hukum diperlukan.
Masyarakat Tanah Air dan pemerintah terkejut terutama karena sikap Pemerintah Arab Saudi yang diam-diam menjalankan hukuman mati tanpa menyampaikan notifikasi kepada Pemerintah Indonesia.
Zaini divonis mati atas tuduhan membunuh majikannya di Kota Mekkah pada 2004. Sebelum eksekusi mati ini berlangsung, Presiden Joko Widodo sempat menyurati Raja Salman dua kali untuk meninjau kembali kasus pidana Zaini.
Tidak hanya itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI pun berupaya mengajukan permohonan peninjauan kembali karena menemukan bukti baru dan telah dikirimkan ke Mahkamah pada 6 Maret 2018. Namun, semua upaya yang dilakukan pemerintah rupanya tidak memengaruhi otoritas di Arab Saudi untuk menunda eksekusi.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal menyampaikan kekecewaan Pemerintah Indonesia atas sikap Arab Saudi.
Dalam aturan nasional Arab Saudi memang tidak ada kewajiban pemerintahnya memberikan informasi pelaksanaan eksekusi ke negara asal narapidana.
Namun, berhubung Arab Saudi memiliki hubungan baik dengan Indonesia, selayaknya ada mandatory consular notification yang disampaikan kepada perwakilan Republik Indonesia di negara itu.
Kekecewaan terhadap Arab Saudi makin menjadi karena proses hukum Zaini juga dinilai janggal. Lembaga Migrant Care menyebutkan Zaini sebelumnya dipaksa mengakui melakukan pembunuhan dan mengalami tekanan oleh otoritas negara tersebut. Selain itu, pada proses persidangan hingga dijatuhi vonis hukuman mati, Zaini juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.
Kisah Zaini hanya sepenggal dari serangkaian tragedi pilu buruh migran yang sedang menunggu nasib di negeri orang.
Ada ratusan warga negara Indonesia (WNI) lain yang kini terancam hukuman mati di berbagai negara. Fakta ini menuntut pemerintah untuk bekerja lebih keras lagi demi membebaskan warganya dari hukuman mati.
Data Kemlu menunjukkan jumlah WNI di berbagai negara yang dijatuhi vonis mati sepanjang 2011-2018 sebanyak 583 orang.Rinciannya, 188 kasus masih ditangani oleh Pemerintah Indonesia. Sedangkan 392 kasus berhasil diselesaikan dengan vonis bebas.Ada tiga kasus yang berakhir dengan eksekusi hukuman mati.
Dari jumlah itu, 148 kasus terjadi di Malaysia, 20 kasus di Arab Saudi, 11 kasus di China, 4 kasus di Uni Emirat Arab. Selebihnya 2 kasus di Singapura, 2 di Laos, dan 1 kasus di Bahrain. Umumnya WNI ini terjerat kasus narkoba. Khusus di Arab Saudi hampir semua WNI yang divonis mati adalah TKI.
Dalam urusan hukuman mati, setiap negara memang memiliki aturan hukum yang harus dihormati oleh negara lain.
Di dalam negeri, setiap kali eksekusi mati terhadap warga asing dijalankan, terutama untuk kasus narkoba, kritik dari negara lain kerap berdatangan.
Mereka umumnya menolak hukuman mati atas nama penghormatan atas hak asasi manusia (HAM). Menghadapi kritikan tersebut, Pemerintah Indonesia selalu meminta negara lain menghormati hukum Indonesia.
Berkaitan dengan kasus Zaini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam pernyataannya kemarin juga meminta masyarakat jangan asal marah ke Arab Saudi karena Indonesia juga sudah mengeksekusi mati banyak warga negara asing. Intinya JK meminta agar dalam eksekusi mati ini tidak berlaku standar ganda.
Namun, penghormatan atas hukum negara lain dan kewajiban negara memperjuangkan nasib setiap warganya adalah dua hal yang berbeda.
Hukum negara lain memang harus dihormati, tapi upaya untuk membebaskan WNI yang terancam hukuman mati di negeri orang sedikit pun tidak boleh kendur. Sudah seharusnya pemerintah mengerahkan seluruh daya dan upaya agar WNI yang terancam pancung atau hukuman gantung itu bisa segera dibebaskan.
Demi menghindari kasus seperti Zaini terus terulang, tak kalah penting adalah mengupayakan langkah preventif.
Pekerja Indonesia di luar negeri kerap terjerat kasus karena minim pengetahuan mereka akan hukum yang berlaku di negara orang. Maka itu, sosialisasi kepada buruh migran agar sedapat mungkin menghindari segala perbuatan yang berpotensi melanggar hukum diperlukan.
(sms)