Eksekusi Mati Zaini

Rabu, 21 Maret 2018 - 08:09 WIB
Eksekusi Mati Zaini
Eksekusi Mati Zaini
A A A
MASYARAKAT Indonesia dibuat terkejut dengan kabar ekse­kusi mati terhadap seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) diArab Saudi bernama MuhammadZaini Misrin. Pria asal Bang­kalan, Madura ini dihukum pancung pada Minggu 18 Maret 2018 lalu.

Ma­syarakat Tanah Air dan pemerintah terkejut terutama karena si­kap Pemerintah Arab Saudi yang diam-diam menjalankan hukum­an ma­ti tanpa menyampaikan notifikasi kepada Pemerintah Indo­ne­sia.

Zaini divonis mati atas tuduhan membunuh majikannya di Kota Mekkah pada 2004. Sebelum eksekusi mati ini berlangsung, Pre­siden Joko Widodo sempat menyurati Raja Salman dua kali untuk me­ninjau kembali kasus pidana Zaini.

Tidak hanya itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI pun berupaya mengajukan permohonan pe­ninjauan kembali karena menemukan bukti baru dan telah di­ki­rimkan ke Mahkamah pada 6 Maret 2018. Namun, semua upaya yang dilakukan pemerintah rupanya tidak memengaruhi otoritas di Arab Saudi untuk menunda eksekusi.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal menyampaikan kekecewaan Pemerintah Indo­ne­sia atas sikap Arab Saudi.

Dalam aturan nasional Arab Saudi memang tidak ada kewajiban pemerintahnya memberikan informasi pe­la­k­sa­naan eksekusi ke negara asal narapidana.

Namun, berhubung Arab Saudi memiliki hubungan baik dengan Indonesia, selayaknya ada mandatory consular notification yang disampaikan kepada per­wa­kilan Republik Indonesia di negara itu.

Kekecewaan terhadap Arab Saudi makin menjadi karena proses hukum Zaini juga dinilai jang­gal. Lembaga Migrant Care menyebutkan Zaini sebelumnya di­paksa mengakui melakukan pembunuhan dan mengalami tekanan oleh otoritas negara tersebut. Selain itu, pada proses persidangan hing­ga dijatuhi vonis hukuman mati, Zaini juga tidak mendapatkan pe­nerjemah yang netral dan imparsial.

Kisah Zaini hanya sepenggal dari serangkaian tragedi pilu buruh migran yang sedang menunggu nasib di negeri orang.

Ada ratusan war­ga negara Indonesia (WNI) lain yang kini terancam hukuman ma­ti di berbagai negara. Fakta ini menuntut pemerintah untuk be­ker­ja lebih keras lagi demi membebaskan warganya dari hukuman mati.

Data Kemlu menunjukkan jumlah WNI di berbagai negara yang di­jatuhi vonis mati sepanjang 2011-2018 sebanyak 583 orang.Rinciannya, 188 kasus masih ditangani oleh Pemerintah In­donesia. Sedangkan 392 kasus berhasil diselesaikan dengan vonis be­bas.Ada tiga kasus yang berakhir dengan eksekusi hukuman mati.

Dari jumlah itu, 148 kasus terjadi di Malaysia, 20 kasus di Arab Saudi, 11 kasus di China, 4 kasus di Uni Emirat Arab. Selebihnya 2 kasus di Singapura, 2 di Laos, dan 1 kasus di Bahrain. Umumnya WNI ini terjerat kasus narkoba. Khusus di Arab Saudi hampir semua WNI yang divonis mati adalah TKI.

Dalam urusan hukuman mati, setiap negara memang memiliki aturan hukum yang harus dihormati oleh negara lain.

Di dalam negeri, setiap kali eksekusi mati terhadap warga asing dijalankan, ter­utama untuk kasus narkoba, kritik dari negara lain kerap ber­datangan.

Mereka umumnya menolak hukuman mati atas nama peng­hormatan atas hak asasi manusia (HAM). Menghadapi kritik­an tersebut, Pemerintah Indonesia selalu meminta negara lain meng­hormati hukum Indonesia.

Berkaitan dengan kasus Zaini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam pernyataannya kemarin juga meminta masyarakat jangan asal marah ke Arab Saudi karena Indonesia juga sudah mengek­se­kusi mati banyak warga negara asing. Intinya JK meminta agar da­lam eksekusi mati ini tidak berlaku standar ganda.

Namun, penghormatan atas hukum negara lain dan kewajiban negara memperjuangkan nasib setiap warganya adalah dua hal yang berbeda.

Hukum negara lain memang harus dihormati, tapi upaya untuk membebaskan WNI yang terancam hukuman mati di negeri orang sedikit pun tidak boleh kendur. Sudah seharusnya peme­rin­tah mengerahkan seluruh daya dan upaya agar WNI yang terancam pancung atau hukuman gantung itu bisa segera dibebaskan.

Demi menghindari kasus seperti Zaini terus terulang, tak kalah penting adalah mengupayakan langkah preventif.

Pekerja Indo­ne­sia di luar negeri kerap terjerat kasus karena minim pengetahuan me­reka akan hukum yang berlaku di negara orang. Maka itu, so­sia­lisasi kepada buruh migran agar sedapat mungkin meng­hin­dari segala perbuatan yang berpotensi melanggar hukum diperlukan.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0855 seconds (0.1#10.140)