Ketua LPSK: Keadilan Membuat Manusia Bermartabat
A
A
A
JAKARTA - Keadilan, baik di bidang hukum, sosial maupun ekonomi adalah keadilan yang menempatkan manusia sebagai makhluk berdaulat dan bermartabat.
Selain keadilan, ciri negara demokrasi adalah persamaan. Dalam arti, negara tidak boleh membeda-bedakan siapa pun dalam menaati undang-undang.
“Semua orang sama, tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain,” demikian pesan yang disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional bertema Perlindungan Saksi dan Pemenuhan Hak Korban sebagai Bentuk Reformasi Peradilan Pidana yang digelar Fakultas Hukum Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Senin 19 Maret 2018.
Semendawai mengatakan, berbicara mengenai keadilan dan persamaan, seperti yang pernah diungkapkan Mohammad Natsir sebagai ciri yang harus dimiliki suatu negara demokrasi, tentu masih akan sangat relevan dengan kondisi dalam berbangsa dan bernegara pada saat sekarang.
Apalagi, sambung dia, kedua semangat itu perlahan terasa mulai terkikis. Hal itu dapat terlihat dari berbagai fenomena yang terjadi.
Adapun fenomena yang dimaksud adalah ketidakadilan yang merajalela. Lalu diperburuk lagi dengan tingkah orang yang memiliki kuasa dan materi berlimpah, yang dengan leluasa mengatur hukum dan menghindar dari hukuman.
“Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang lemah, yang tidak memiliki kuasa, apalagi memiliki materi berlimpah? Apakah mereka tidak punya hak hidup aman dan nyaman di negara bernama Indonesia?” ujar dia.
Menurut Semendawai, beberapa ahli mengatakan, tujuan negara berkaitan dengan jaminan atas hak hidup, hak atas badan, kehormatan maupun hak atas kemerdekaan.
Tujuan negara juga menjunjung tinggi hak dan kebebasan warganya, yang berarti negara harus menjamin kedudukan hukum individu dalam negara.
Dari situ, lanjut dia, bisa tergambar tujuan mulia pembentukan negara yang menempatkan rakyat mendapatkan hak-haknya.
"Berbicara mengenai ketidakadilan, pikiran kita akan sulit berpaling dari penderitaan yang dirasakan mereka yang menjadi korban tindak pidana. Korban tindak pidana tentu tak pernah berpikir, apalagi berharap ingin menjadi sasaran kejahatan," tuturnya.
Menurut dia, kejahatan bisa terjadi karena negara telah lalai dalam menjaga keselamatan warganya. "Dalam satu tahun saja berapa banyak kejahatan yang terjadi?” katanya.
Semendawai menuturkan, korban merupakan pihak yang paling menanggung kerugian sebagai akibat dari kejahatan.
Kerugian mulai dari fisik, materi hingga psikologis. Oleh karena itu, kata Semendawai, diperlukan perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap mereka yang menjadi saksi maupun korban tindak pidana.
Dia menambahkan, diperlukan penanganan yang tepat dari negara bagi saksi dan korban agar mereka aman dan nyaman bersaksi dalam proses peradilan pidana.
Rektor UII Yogyakarta Nandang Sutrisno mengatakan, sebagai negara hukum, supremasi hukum mutlak ditegakkan. Untuk itu peran generasi muda, termasuk mahasiswa sangat dinantikan.
Kepada mahasiswa, Nandang mengingatkan tidak semua orang, termasuk penegak hukum memiliki kompetensi dan berintegritas. Kompetensi dan integritas adalah dua hal berbeda.
"Beberapa waktu terakhir banyak penegak hukum kena OTT korupsi karena mereka hanya mengandalkan kompetensi tetapi melupakan integritas," ujar Nandang.
UII Law Fair 2018 merupakan kegiatan dua tahunan yang digagas mahasiwa Fakultas Hukum UII yang terdiri atas seminar nasional dan serangkaian lomba. Tahun ini, UII Law Fair 2018 bekerja sama dengan LPSK menggelar seminar nasional dan lomba karya tulis ilmiah.
Sebanyak 47 delegasi dari fakultas hukum seluruh Indonesia mengirimkan karyanya. Dari 47 karya tulis ilmiah yang masih, hanya 10 di antaranya yang menjadi finalis dan berhak mempresentasikan karyanya di hadapan juri di Yogyakarta.
Selain keadilan, ciri negara demokrasi adalah persamaan. Dalam arti, negara tidak boleh membeda-bedakan siapa pun dalam menaati undang-undang.
“Semua orang sama, tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain,” demikian pesan yang disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional bertema Perlindungan Saksi dan Pemenuhan Hak Korban sebagai Bentuk Reformasi Peradilan Pidana yang digelar Fakultas Hukum Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Senin 19 Maret 2018.
Semendawai mengatakan, berbicara mengenai keadilan dan persamaan, seperti yang pernah diungkapkan Mohammad Natsir sebagai ciri yang harus dimiliki suatu negara demokrasi, tentu masih akan sangat relevan dengan kondisi dalam berbangsa dan bernegara pada saat sekarang.
Apalagi, sambung dia, kedua semangat itu perlahan terasa mulai terkikis. Hal itu dapat terlihat dari berbagai fenomena yang terjadi.
Adapun fenomena yang dimaksud adalah ketidakadilan yang merajalela. Lalu diperburuk lagi dengan tingkah orang yang memiliki kuasa dan materi berlimpah, yang dengan leluasa mengatur hukum dan menghindar dari hukuman.
“Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang lemah, yang tidak memiliki kuasa, apalagi memiliki materi berlimpah? Apakah mereka tidak punya hak hidup aman dan nyaman di negara bernama Indonesia?” ujar dia.
Menurut Semendawai, beberapa ahli mengatakan, tujuan negara berkaitan dengan jaminan atas hak hidup, hak atas badan, kehormatan maupun hak atas kemerdekaan.
Tujuan negara juga menjunjung tinggi hak dan kebebasan warganya, yang berarti negara harus menjamin kedudukan hukum individu dalam negara.
Dari situ, lanjut dia, bisa tergambar tujuan mulia pembentukan negara yang menempatkan rakyat mendapatkan hak-haknya.
"Berbicara mengenai ketidakadilan, pikiran kita akan sulit berpaling dari penderitaan yang dirasakan mereka yang menjadi korban tindak pidana. Korban tindak pidana tentu tak pernah berpikir, apalagi berharap ingin menjadi sasaran kejahatan," tuturnya.
Menurut dia, kejahatan bisa terjadi karena negara telah lalai dalam menjaga keselamatan warganya. "Dalam satu tahun saja berapa banyak kejahatan yang terjadi?” katanya.
Semendawai menuturkan, korban merupakan pihak yang paling menanggung kerugian sebagai akibat dari kejahatan.
Kerugian mulai dari fisik, materi hingga psikologis. Oleh karena itu, kata Semendawai, diperlukan perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap mereka yang menjadi saksi maupun korban tindak pidana.
Dia menambahkan, diperlukan penanganan yang tepat dari negara bagi saksi dan korban agar mereka aman dan nyaman bersaksi dalam proses peradilan pidana.
Rektor UII Yogyakarta Nandang Sutrisno mengatakan, sebagai negara hukum, supremasi hukum mutlak ditegakkan. Untuk itu peran generasi muda, termasuk mahasiswa sangat dinantikan.
Kepada mahasiswa, Nandang mengingatkan tidak semua orang, termasuk penegak hukum memiliki kompetensi dan berintegritas. Kompetensi dan integritas adalah dua hal berbeda.
"Beberapa waktu terakhir banyak penegak hukum kena OTT korupsi karena mereka hanya mengandalkan kompetensi tetapi melupakan integritas," ujar Nandang.
UII Law Fair 2018 merupakan kegiatan dua tahunan yang digagas mahasiwa Fakultas Hukum UII yang terdiri atas seminar nasional dan serangkaian lomba. Tahun ini, UII Law Fair 2018 bekerja sama dengan LPSK menggelar seminar nasional dan lomba karya tulis ilmiah.
Sebanyak 47 delegasi dari fakultas hukum seluruh Indonesia mengirimkan karyanya. Dari 47 karya tulis ilmiah yang masih, hanya 10 di antaranya yang menjadi finalis dan berhak mempresentasikan karyanya di hadapan juri di Yogyakarta.
(dam)