Respons DPR Soal Kebijakan Impor Garam Dikritik
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai tidak ada yang perlu diperdebatkan soal kebijakan mengimpor garam 3,7 juta yang akan dilakukan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso yang mengatakan, apa yang akan dilakukan Kemenperin merupakan tugas dari pemerintah yang didasari aturan.
"Sudah pas konteksnya kalau impor garam dilakukan Kemenperin jika garam impor ditujukan untuk keperluan industri. Yang salah itu, jika impor garam kebutuhan industri dipakai untuk konsumsi rumah tangga. Ini yang tidak benar," ucapnya melalui keterangan tertulis, kemarin.
Sebelumnya, Ekonom Faisal Basri dalam akun twitternya (17/3), mengkritisi adanya pembusukan dalam tubuh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pemerintah main tabrak dalam menelurkan kebijakan.
Dia mencontohkan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau PP yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Impor garam dan ikan tak perlu rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Faisal menilai lisensi impor sudah diobral. Sehingga importir umum boleh impor tekstil serta perusahaan baru berdiri dapat kuota impor garam. Pantas, sambungnya, neraca perdagangan defisit 3 bulan berturut-turut, membuat rupiah loyo.
Menanggapi ungkapan Faisal, Bowo menilai kebijakan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan apalagi sampai dikait-kaitkan ke ranah politik. "Kalau kebijakan impor garam oleh kemenperin hanya untuk kepentingan Pilpres," tuturnya.
"Saya kira pernyataan Faisal Basri enggak masuk akal kalau dikaitkan ke situ dan terlalu berlebihan. Jangan sepotong-sepotong kalau menilai sebuah kebijakan itu harus utuh. Tidak bisa di generalisir begitu saja dari satu sudut pandang," tambahnya.
Bowo menegaskan, kebijakan impor garam yang akan dilakukan Kemenperin harus dilihat dari berbagai sudut pandang. "Tidak dilihat secara kaku. Harus dipahami bahwa garam itu kebutuhannya ada untuk garam rumah tangga, dan ada juga buat garam industri," ucapnya.
"Nah, sekali lagi sepanjang untuk kebutuhan industri, maka itu sudah tepat jika Kemenperin diberikan kewenangan itu, karena Kemenperin yang lebih tau kebutuhan garam untuk industri," jelasnya.
Begitupun dengan, Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Adies Kadir yang menilai kritikan ekonom Faisal Basri tidak mencerminkan sebagai seorang ekonom, melainkan seperti politikus.
"Tentunya rekomendasi impor garam oleh Kemenperin sudah melalui kajian dan perhitungan yang matang. Tidak asal-asalan apalagi dituding untuk kepentingan tertentu. Terlalu tendensius kalau cara berpikirnya begitu," ungkapnya saat dihubungi.
Menurutnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bukan tipe orang yang suka memanfaatkan jabatan dan kekuasaan.
"Saya kira kalau rekomendasi impor garam yang dikeluarkan Kemenperin dicurigai untuk kepentingan partai dan modal untuk maju pilpres, Saya tegaskan disini, tudingan itu ngawur tidak berdasarkan basis data," jelasnya.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso yang mengatakan, apa yang akan dilakukan Kemenperin merupakan tugas dari pemerintah yang didasari aturan.
"Sudah pas konteksnya kalau impor garam dilakukan Kemenperin jika garam impor ditujukan untuk keperluan industri. Yang salah itu, jika impor garam kebutuhan industri dipakai untuk konsumsi rumah tangga. Ini yang tidak benar," ucapnya melalui keterangan tertulis, kemarin.
Sebelumnya, Ekonom Faisal Basri dalam akun twitternya (17/3), mengkritisi adanya pembusukan dalam tubuh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pemerintah main tabrak dalam menelurkan kebijakan.
Dia mencontohkan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau PP yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Impor garam dan ikan tak perlu rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Faisal menilai lisensi impor sudah diobral. Sehingga importir umum boleh impor tekstil serta perusahaan baru berdiri dapat kuota impor garam. Pantas, sambungnya, neraca perdagangan defisit 3 bulan berturut-turut, membuat rupiah loyo.
Menanggapi ungkapan Faisal, Bowo menilai kebijakan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan apalagi sampai dikait-kaitkan ke ranah politik. "Kalau kebijakan impor garam oleh kemenperin hanya untuk kepentingan Pilpres," tuturnya.
"Saya kira pernyataan Faisal Basri enggak masuk akal kalau dikaitkan ke situ dan terlalu berlebihan. Jangan sepotong-sepotong kalau menilai sebuah kebijakan itu harus utuh. Tidak bisa di generalisir begitu saja dari satu sudut pandang," tambahnya.
Bowo menegaskan, kebijakan impor garam yang akan dilakukan Kemenperin harus dilihat dari berbagai sudut pandang. "Tidak dilihat secara kaku. Harus dipahami bahwa garam itu kebutuhannya ada untuk garam rumah tangga, dan ada juga buat garam industri," ucapnya.
"Nah, sekali lagi sepanjang untuk kebutuhan industri, maka itu sudah tepat jika Kemenperin diberikan kewenangan itu, karena Kemenperin yang lebih tau kebutuhan garam untuk industri," jelasnya.
Begitupun dengan, Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Adies Kadir yang menilai kritikan ekonom Faisal Basri tidak mencerminkan sebagai seorang ekonom, melainkan seperti politikus.
"Tentunya rekomendasi impor garam oleh Kemenperin sudah melalui kajian dan perhitungan yang matang. Tidak asal-asalan apalagi dituding untuk kepentingan tertentu. Terlalu tendensius kalau cara berpikirnya begitu," ungkapnya saat dihubungi.
Menurutnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bukan tipe orang yang suka memanfaatkan jabatan dan kekuasaan.
"Saya kira kalau rekomendasi impor garam yang dikeluarkan Kemenperin dicurigai untuk kepentingan partai dan modal untuk maju pilpres, Saya tegaskan disini, tudingan itu ngawur tidak berdasarkan basis data," jelasnya.
(maf)