Bupati Hulu Sungai Tengah Tersangka Gratifikasi Rp23 M dan TPPU
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan tersangka Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) nonaktif Abdul Latif dalam dua kasus yakni dugaan penerimaan gratifikasi Rp23 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan, dari hasil pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat Abdul Latif dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) pada 4 Januari 2018 kemudian ditemukan dugaan tindak pidana lain yakni penerimaan gratifikasi dan dugaan TPPU. KPK akhirnya membuka penyelidikan baru dan disimpulkan terjadi dua dugaan tindak pidana tersebut berikutnya dinaikkan ke tahap penyidikan setelah dilakukan gelar perkara (ekspose).
Diduga Latif yang juga Ketua DPW Partai Berkarya Provinsi Kalimantan Selatan telah menerima fee dari proyek-proyek di sejumlah dinas di lingkungan Pemkab HST berkisar 7,5% hingga 10% dalam setia proyek. Syarif membeberkan, total dugaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Latif yang diterima setidak-tidaknya Rp23 miliar.
"Selama menjabat sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah 2016-2021, tersangka ALA (Latif) diduga telah membelanjakan penerimaan gratifikasi tersebut menjadi mobil, motor, dan aset lainnya, baik yang diatasnamakan dirinya dan keluarga atau pihak lainnya," tegas Syarif saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (16/3/2018) malam.
Atas penerimaan gratifikasi, Latif disangkakan melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Untuk TPPU, Latif dijerat dengan Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Syarif menuturkan, Latif sebelumnya bersama Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Kabupaten HST Fauzan Rifani dan Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit sudah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap Rp3,6 miliar dari tersangka pemberi Direktur Utama PT Menara Agung Pusaka Donny Witono.
Pertama, proyek pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP dan Super VIP pada 2017 satuan kerja RSUD Damanhuri dengan nilai pagu Rp 69.089.597.000 dan harga perkiraan sementara Rp65.483.045.000. Proyek 2017 ini dimenangkan PT Menara Agung Pusaka.
Kedua, proyek pembangunan gedung empat lantai dengan ruang perawatan RSUD Damanhuri pada 2018 dengan anggaran lebih Rp55 miliar yang dijanjikan Latif untuk dimenangkan lagi oleh PT Menara Agung Pusaka.
"Sampai dengan saat ini, KPK sudah menyita sejumlah yang diduga terkait dengan penerimaan suap, gratifikasi dan/atau TPPU. Ada 23 unit mobil dan 8 unit motor," ujar Syarif.
23 mobil tersebut di antaranya, BMW 640i Coupe warna putih metalic dengan harga pasaran sekitar Rp1,2 miliar, Toyota Vellfire ZG 2.5 A/T warna putih dengan nilai sekitar Rp900 juta, Lexus Type 570 4x4 AT warna putih seharga sekitar Rp3 miliar, dua Hummer/H3 jenis Jeep warna putih dengan satu mobil seharga berkisar Rp900 juta, Jeep Rubicon Brute 3.6 AT warna putih berkisar Rp1,5 miliar hingga Rp1,7 miliar, dan Jeep Rubicon Model COD 4DOOR warna putih seharga Rp800 juta.
Berikutnya, Cadilac Escalade 6.2 L warna putih seharga hampir Rp1 miliar, tiga mobil Toyota Hiace, Toyota Fortuner, Mitsubishi Strada, 8 unit Daihatsu Gran Max, dan dua unit Toyota Cayla warna putih.
"Mungkin ALA (Abdul Latif) ini suka warna putih ya, jadi banyak mobilnya yang warna putih," ujar Syarif.
Delapan unit motor, tutur dia, terdiri atas BMW Motorrad, Ducati, Husberg TE 300, KTM 500 EXT, dan empat unit Harley Davidson. Seluruh kendaraan tersebut dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Banjarmasin dan Jakarta Barat.
Untuk 8 unit mobil BMW 640i Coupe, Toyota Vellfire ZG 2.5 A/T, Lexus Type 570 4x4 AT, dua Hummer /H3 jenis Jeep, Jeep Rubicon Brute 3.6 AT, Jeep Rubicon Model COD 4DOOR, dan Cadilac Escalade 6.2 L sedang dalam perjalanan dibawa ke Jakarta melalui jalur laut dengan menggunakan kapal laut reguler sejak beberapa hari lalu. Delapan mobil ini nantinya akan dititipkan di Rupbasan Jakarta Barat.
"Diperkirakan akan datang pada awal pekan depan di Pelabuhan Tanjung Priok," imbuhnya.
Syarif menyatakan, dalam pengembangan penyidikan tiga kasus atas nama tersangka Latif akan dilakukan beberapa hal selain pemeriksaan saksi maupun tersangka. Pertama, penyidik memperbangingkan kembali nilai kekayaan Latif dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke KPK dan penghasilan selama menjabat sebagai bupati dengan penghasilan Latif sebelum menjadi bupati.
Kedua, KPK melakukan penelusuran lanjut aset-aset lain yang dimiliki Latif yang diduga berasal dari hasil dugaan korupsi seperti perkebunan, pertambangan, hingga tanah disertai bangunan (rumah).
"Aset-aset lain yang tidak bergerak untuk sementara belum kita temukan," imbuhnya.
Dia memaparkan, penerapan gratifikasi dan TPPU terhadap Latif tidak ada niatan KPK berupaya memiskinkan yang bersangkutan. Tapi sebenarnya, KPK berkomitmen agar semua aset yang diduga didapatkan dari hasil dugaan korupsi diupayakan akan dirampas untuk dikembalikan ke negara atau asset recovery saat dibawa ke pengadilan.
Pasalnya, Syarif menjelaskan, tujuan awal dari UU Pemberantasan Tipikor dan TPPU adalah untuk dikembalikan ke negara atas seluruh aset yang didapat dari hasil korupsi.
"Untuk aset hasil korupsi wajib hukumnya kepada kami di KPK atau aparat penegak hukum lain untuk merecover. Karena aset tersebut didapatkan dari hasil tindak pidana korupsi, didapatkan dari hasil yang tidak sah. Kalau nanti berakibat lain bagi yang bersangkutan dan keluarga, itu urusan lain," ucapnya.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan, dari hasil pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat Abdul Latif dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) pada 4 Januari 2018 kemudian ditemukan dugaan tindak pidana lain yakni penerimaan gratifikasi dan dugaan TPPU. KPK akhirnya membuka penyelidikan baru dan disimpulkan terjadi dua dugaan tindak pidana tersebut berikutnya dinaikkan ke tahap penyidikan setelah dilakukan gelar perkara (ekspose).
Diduga Latif yang juga Ketua DPW Partai Berkarya Provinsi Kalimantan Selatan telah menerima fee dari proyek-proyek di sejumlah dinas di lingkungan Pemkab HST berkisar 7,5% hingga 10% dalam setia proyek. Syarif membeberkan, total dugaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Latif yang diterima setidak-tidaknya Rp23 miliar.
"Selama menjabat sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah 2016-2021, tersangka ALA (Latif) diduga telah membelanjakan penerimaan gratifikasi tersebut menjadi mobil, motor, dan aset lainnya, baik yang diatasnamakan dirinya dan keluarga atau pihak lainnya," tegas Syarif saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (16/3/2018) malam.
Atas penerimaan gratifikasi, Latif disangkakan melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Untuk TPPU, Latif dijerat dengan Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Syarif menuturkan, Latif sebelumnya bersama Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Kabupaten HST Fauzan Rifani dan Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit sudah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap Rp3,6 miliar dari tersangka pemberi Direktur Utama PT Menara Agung Pusaka Donny Witono.
Pertama, proyek pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP dan Super VIP pada 2017 satuan kerja RSUD Damanhuri dengan nilai pagu Rp 69.089.597.000 dan harga perkiraan sementara Rp65.483.045.000. Proyek 2017 ini dimenangkan PT Menara Agung Pusaka.
Kedua, proyek pembangunan gedung empat lantai dengan ruang perawatan RSUD Damanhuri pada 2018 dengan anggaran lebih Rp55 miliar yang dijanjikan Latif untuk dimenangkan lagi oleh PT Menara Agung Pusaka.
"Sampai dengan saat ini, KPK sudah menyita sejumlah yang diduga terkait dengan penerimaan suap, gratifikasi dan/atau TPPU. Ada 23 unit mobil dan 8 unit motor," ujar Syarif.
23 mobil tersebut di antaranya, BMW 640i Coupe warna putih metalic dengan harga pasaran sekitar Rp1,2 miliar, Toyota Vellfire ZG 2.5 A/T warna putih dengan nilai sekitar Rp900 juta, Lexus Type 570 4x4 AT warna putih seharga sekitar Rp3 miliar, dua Hummer/H3 jenis Jeep warna putih dengan satu mobil seharga berkisar Rp900 juta, Jeep Rubicon Brute 3.6 AT warna putih berkisar Rp1,5 miliar hingga Rp1,7 miliar, dan Jeep Rubicon Model COD 4DOOR warna putih seharga Rp800 juta.
Berikutnya, Cadilac Escalade 6.2 L warna putih seharga hampir Rp1 miliar, tiga mobil Toyota Hiace, Toyota Fortuner, Mitsubishi Strada, 8 unit Daihatsu Gran Max, dan dua unit Toyota Cayla warna putih.
"Mungkin ALA (Abdul Latif) ini suka warna putih ya, jadi banyak mobilnya yang warna putih," ujar Syarif.
Delapan unit motor, tutur dia, terdiri atas BMW Motorrad, Ducati, Husberg TE 300, KTM 500 EXT, dan empat unit Harley Davidson. Seluruh kendaraan tersebut dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Banjarmasin dan Jakarta Barat.
Untuk 8 unit mobil BMW 640i Coupe, Toyota Vellfire ZG 2.5 A/T, Lexus Type 570 4x4 AT, dua Hummer /H3 jenis Jeep, Jeep Rubicon Brute 3.6 AT, Jeep Rubicon Model COD 4DOOR, dan Cadilac Escalade 6.2 L sedang dalam perjalanan dibawa ke Jakarta melalui jalur laut dengan menggunakan kapal laut reguler sejak beberapa hari lalu. Delapan mobil ini nantinya akan dititipkan di Rupbasan Jakarta Barat.
"Diperkirakan akan datang pada awal pekan depan di Pelabuhan Tanjung Priok," imbuhnya.
Syarif menyatakan, dalam pengembangan penyidikan tiga kasus atas nama tersangka Latif akan dilakukan beberapa hal selain pemeriksaan saksi maupun tersangka. Pertama, penyidik memperbangingkan kembali nilai kekayaan Latif dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke KPK dan penghasilan selama menjabat sebagai bupati dengan penghasilan Latif sebelum menjadi bupati.
Kedua, KPK melakukan penelusuran lanjut aset-aset lain yang dimiliki Latif yang diduga berasal dari hasil dugaan korupsi seperti perkebunan, pertambangan, hingga tanah disertai bangunan (rumah).
"Aset-aset lain yang tidak bergerak untuk sementara belum kita temukan," imbuhnya.
Dia memaparkan, penerapan gratifikasi dan TPPU terhadap Latif tidak ada niatan KPK berupaya memiskinkan yang bersangkutan. Tapi sebenarnya, KPK berkomitmen agar semua aset yang diduga didapatkan dari hasil dugaan korupsi diupayakan akan dirampas untuk dikembalikan ke negara atau asset recovery saat dibawa ke pengadilan.
Pasalnya, Syarif menjelaskan, tujuan awal dari UU Pemberantasan Tipikor dan TPPU adalah untuk dikembalikan ke negara atas seluruh aset yang didapat dari hasil korupsi.
"Untuk aset hasil korupsi wajib hukumnya kepada kami di KPK atau aparat penegak hukum lain untuk merecover. Karena aset tersebut didapatkan dari hasil tindak pidana korupsi, didapatkan dari hasil yang tidak sah. Kalau nanti berakibat lain bagi yang bersangkutan dan keluarga, itu urusan lain," ucapnya.
(kri)