PPATK Temukan 1.066 Transaksi Mencurigakan
A
A
A
JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya aliran dana mencurigakan yang diduga untuk kepentingan Pilkada 2018.
Bahkan, setidaknya telah terjadi pening kat an laporan transaksi keuangan mencurigakan sebanyak 1.066 transaksi tunai dan 53 transaksi via transfer. “Ya, ada aliran dana mencurigakan terkait Pilkada 2018,” ungkap Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di Kantor PPATK, Jakarta, kemarin.
Kiagus menjelaskan, antara PPATK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjalin hubungan yang baik sehingga apabila PPATK menemukan suatu kegiatan apa pun yang memenuhi unsur pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), maka PPATK akan menyerahkannya ke KPK.
“Kalau kami menemukan sesuatu kegiatan apa pun yang di sana atau apa dipenuhi unsur-unsur pasal TPPU, ya kami akan menyerahkannya,” kata Kiagus. Wakil Kepala PPATK Dian Erdiana Rae menambahkan, PPATK bukan kali ini saja mengawasi aliran dana pilkada atau pemilu.
Berdasarkan data dari akhir 2017 hingga kuartal pertama 2018, sudah ada peningkatan laporan transaksi mencurigakan. “Laporan transaksi mencurigakan ke kami itu sekitar 53 (via transfer). Lalu transaksi tunai yang mencurigakan sekitar 1.066,” ujarnya. Menurut dia, laporan-laporan tersebut terkait pilkada.
Karena itu, otomatis terkait pula dengan para calon kepala daerah yang mengikuti pesta demokrasi itu. Namun, Dian memastikan bahwa jumlah transaksi itu tak ada yang mencapai angka triliunan. “Tidak sampai triliun ya, miliaran. Puluhan miliar ada beberapa rekening,” tambahnya.
Dian menyebutkan, PPATK terus meningkatkan penga wasan nya secara intens. Bahkan, PPATK kini tidak hanya mengawasi rekening khusus dana kampanye, tapi juga pergerak an dana yang di luar rekening tersebut.
“Sekarang itu meningkatkan pengawasan secara intens. Jadi, tidak hanya mengawasi rekening khusus dana kampanye, ya tahun-tahun lalu juga amanaman saja. Yang kami awasi sekarang yang di luar itu. Dan, itu yang digunakan untuk dana kampanye. Kami sudah menerima aturan di KPU apa saja yang boleh dan tidak boleh digu nakan dalam dana kampanye, jumlahnya sudah spesifik,” katanya.
Polhukam-PPATK Bahas Keanggotaan FATF
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (MenkoPolhukam) Wiranto melakukan pertemuan tertutup dengan Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin membahas soal keanggotaan Indonesia dalam Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).
Dalam pertemuan itu Kiagus melaporkan hasil penilaian awal dari tim penilai FATF dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mempercepat proses keanggotaan Indonesia dalam FATF. “Kami menyampaikan kekurangan-kekurangan yang ada, tapi itu pun dari rapat tadi kami bisa menyelesaikannya.
Jadi, mengenai keanggotaan Indonesia di FATF, saya kira itu sesuatu yang sangat penting, strategis, dan dapat dilaksanakan,” paparnya.
Sidang pleno FATF yang di gelar pada 23 Juni 2017 di Valencia, Spanyol, memutuskan untuk segera memproses keang gotaan Indonesia dalam FATF.
Keputusan ini didukung mayoritas peserta sidang. Keluarnya keputusan itu pun tidak lepas dari lobi intensif delegasi RI yang terdiri atas perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, PPATK, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Madrid, hingga Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa.
Proses keanggotaan Indonesia di FATF sendiri mulai dibahas pada Sidang Pleno FATF di Argentina, Oktober 2017. Aplikasi Indonesia menjadi bagian dari FATF memiliki arti strategis, karena FATF adalah forum kerja sama antarnegara yang bertujuan menetapkan standar global rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta hal-hal lain yang mengancam sistem keuangan internasional.
Indonesia, sebagai salah satu kekuatan ekonomi besar dunia yang juga merupakan anggota G-20, sudah selayaknya berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan strategis yang dapat menentukan sistem keuangan internasional.
Hal-hal yang menjadi nilai positif Indonesia antara lain kemajuan signifikan dalam aspek regulasi, koordinasi, dan implementasi dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Kemajuan Indonesia dinilai signifikan karena telah memiliki Undang-Undang Nomor 8/2010 ten tang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, maupun penerbitan Peraturan Bersama mengenai Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
Pengalaman dan kapasitas Indonesia dalam isu ini dipercaya dapat memberi nilai tambah yang signifikan bagi FATF beserta anggotanya dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Di tingkat internasional, Indonesia adalah anggota aktif dalam The Egmont Group, wadah bagi unit intelijen keuangan di seluruh dunia, juga Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG) sebagai FATF-Style Regional Bodies di kawasan Asia Pasifik. (Binti Mufarida)
Bahkan, setidaknya telah terjadi pening kat an laporan transaksi keuangan mencurigakan sebanyak 1.066 transaksi tunai dan 53 transaksi via transfer. “Ya, ada aliran dana mencurigakan terkait Pilkada 2018,” ungkap Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di Kantor PPATK, Jakarta, kemarin.
Kiagus menjelaskan, antara PPATK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjalin hubungan yang baik sehingga apabila PPATK menemukan suatu kegiatan apa pun yang memenuhi unsur pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), maka PPATK akan menyerahkannya ke KPK.
“Kalau kami menemukan sesuatu kegiatan apa pun yang di sana atau apa dipenuhi unsur-unsur pasal TPPU, ya kami akan menyerahkannya,” kata Kiagus. Wakil Kepala PPATK Dian Erdiana Rae menambahkan, PPATK bukan kali ini saja mengawasi aliran dana pilkada atau pemilu.
Berdasarkan data dari akhir 2017 hingga kuartal pertama 2018, sudah ada peningkatan laporan transaksi mencurigakan. “Laporan transaksi mencurigakan ke kami itu sekitar 53 (via transfer). Lalu transaksi tunai yang mencurigakan sekitar 1.066,” ujarnya. Menurut dia, laporan-laporan tersebut terkait pilkada.
Karena itu, otomatis terkait pula dengan para calon kepala daerah yang mengikuti pesta demokrasi itu. Namun, Dian memastikan bahwa jumlah transaksi itu tak ada yang mencapai angka triliunan. “Tidak sampai triliun ya, miliaran. Puluhan miliar ada beberapa rekening,” tambahnya.
Dian menyebutkan, PPATK terus meningkatkan penga wasan nya secara intens. Bahkan, PPATK kini tidak hanya mengawasi rekening khusus dana kampanye, tapi juga pergerak an dana yang di luar rekening tersebut.
“Sekarang itu meningkatkan pengawasan secara intens. Jadi, tidak hanya mengawasi rekening khusus dana kampanye, ya tahun-tahun lalu juga amanaman saja. Yang kami awasi sekarang yang di luar itu. Dan, itu yang digunakan untuk dana kampanye. Kami sudah menerima aturan di KPU apa saja yang boleh dan tidak boleh digu nakan dalam dana kampanye, jumlahnya sudah spesifik,” katanya.
Polhukam-PPATK Bahas Keanggotaan FATF
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (MenkoPolhukam) Wiranto melakukan pertemuan tertutup dengan Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin membahas soal keanggotaan Indonesia dalam Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).
Dalam pertemuan itu Kiagus melaporkan hasil penilaian awal dari tim penilai FATF dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mempercepat proses keanggotaan Indonesia dalam FATF. “Kami menyampaikan kekurangan-kekurangan yang ada, tapi itu pun dari rapat tadi kami bisa menyelesaikannya.
Jadi, mengenai keanggotaan Indonesia di FATF, saya kira itu sesuatu yang sangat penting, strategis, dan dapat dilaksanakan,” paparnya.
Sidang pleno FATF yang di gelar pada 23 Juni 2017 di Valencia, Spanyol, memutuskan untuk segera memproses keang gotaan Indonesia dalam FATF.
Keputusan ini didukung mayoritas peserta sidang. Keluarnya keputusan itu pun tidak lepas dari lobi intensif delegasi RI yang terdiri atas perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, PPATK, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Madrid, hingga Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa.
Proses keanggotaan Indonesia di FATF sendiri mulai dibahas pada Sidang Pleno FATF di Argentina, Oktober 2017. Aplikasi Indonesia menjadi bagian dari FATF memiliki arti strategis, karena FATF adalah forum kerja sama antarnegara yang bertujuan menetapkan standar global rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta hal-hal lain yang mengancam sistem keuangan internasional.
Indonesia, sebagai salah satu kekuatan ekonomi besar dunia yang juga merupakan anggota G-20, sudah selayaknya berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan strategis yang dapat menentukan sistem keuangan internasional.
Hal-hal yang menjadi nilai positif Indonesia antara lain kemajuan signifikan dalam aspek regulasi, koordinasi, dan implementasi dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Kemajuan Indonesia dinilai signifikan karena telah memiliki Undang-Undang Nomor 8/2010 ten tang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, maupun penerbitan Peraturan Bersama mengenai Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
Pengalaman dan kapasitas Indonesia dalam isu ini dipercaya dapat memberi nilai tambah yang signifikan bagi FATF beserta anggotanya dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Di tingkat internasional, Indonesia adalah anggota aktif dalam The Egmont Group, wadah bagi unit intelijen keuangan di seluruh dunia, juga Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG) sebagai FATF-Style Regional Bodies di kawasan Asia Pasifik. (Binti Mufarida)
(nfl)