Pilpres 2019, PKB-Demokrat-PAN Berpotensi Gagas Poros Baru
A
A
A
JAKARTA - Poros baru di luar koalisi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subiyanto pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 masih sangat terbuka lebar. Dengan menggunakan patokan perolehan kursi parlemen dalam Pemilu 2014, dimungkinkan adanya tiga poros yang bisa mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Pilpres 2019.
Saat ini setidaknya lima partai politik telah menetapkan untuk mengusung Jokowi pada Pilpres 2019. Kelima parpol tersebut adalah PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, Hanura, dan PPP. Dengan kekuatan PDIP 18,95%, Golkar 14,75%, NasDem 6,72%, PPP 6,53%, dan Hanura 5,26%, saat ini Jokowi telah mengantongi dukungan 52,21%.
Jika nantinya PKS dan Gerindra melanjutkan kemesraan dalam Pilpres 2019, dipastikan mereka mampu mengusung calon sendiri karena kekuatan kedua parpol ini mencapai 20% kursi DPR sesuai dengan batas minimal presidential threshold. Dengan demikian masih dimungkinkan adanya po ros baru dengan menggabungkan kekuatan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno mengatakan adanya poros baru di luar poros pendukung Jokowi dan Prabowo masih dimungkinkan untuk terbentuk. Saat ini PAN terus menjalin komunikasi politik dengan semua partai untuk mendiskusikan semua kemungkinan dan opsi terkait dengan peta politik di Pilpres 2019. "Saya pikir semua opsi terbuka sekarang ya, jadi sekarang kita buka jalur komunikasi seluas-luasnya," kata Eddy Soeparno seusai pertemuan dengan PKS dan Gerindra di kediaman Prabowo, Kamis (1/3/2018).
Karena membuka berbagai opsi, kata Eddy, PAN juga berkomunikasi dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan dengan Prabowo. Artinya PAN juga menjajaki komunikasi dengan pimpinan parpol lain di luar poros koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo.
Lalu bagaimana sikap politik yang akan diputuskan, PAN baru akan menentukannya dalam rapat kerja nasional (rakernas) pada April 2018 nanti.
"Rakernas akan diselenggarakan pada April dan salah satu agenda terpenting yang akan kita bahas adalah arah politik PAN pada Pilpres 2019. Jadi apa pun yang kita putuskan, itu nanti akan menentukan kami berlabuh di Pilpres 2019," ujarnya.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengamini terbentuknya poros baru kemungkinan bisa terjadi. Sebab meski saat ini peluang capres baru semakin sempit jika mengacu pada gap elektabilitas Jokowi dan Prabowo, tetapi waktu masih cukup lama dan dimungkinkan konstelasi politik akan berubah. "Kita tunggu saja, waktu masih berjalan. Segala kemungkinan masih bisa terjadi," katanya.
Hal senada disampaikan Wakil Sekjen DPP PKB Daniel Johan. Dia mengungkapkan, aspirasi di lingkup internal PKB dan kader di bawah dalam kaitan Pilpres 2019 mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai cawapres. Karenanya, meski mayoritas aspirasi menghendaki agar Cak Imin menjadi cawapres Jokowi, PKB juga membangun komunikasi dengan partai lain, termasuk Partai Gerindra untuk melihat peluang Cak Imin menjadi cawapres dari Prabowo.
Opsi lain yang juga dimungkinkan adalah PKB bersama partai lain menggagas lahirnya poros ketiga di luar koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo. "Semuanya (semua opsi) dibahas dan diputuskan di muspimnas (musyawarah pimpinan nasional)," kata Daniel Johan ketika dimintai konfirmasi, Kamis (1/3/2018).
Mengenai kemungkinan lahirnya poros ketiga di luar koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo, simulasi survei yang dilakukan Poltracking Indonesia menunjukkan bahwa di Pilpres 2019 dimungkinkan terjadi pertarungan tiga poros koalisi. Ketiga poros itu adalah sebagai berikut.
Poros Presiden Jokowi dengan partai pengusungnya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura. Kemudian Poros Prabowo Subianto dengan partai pengusung Gerindra dan PKS. Terakhir poros koalisi SBY dengan partai pengusung Demokrat, PKB, dan PAN.
Menurut Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda, poros koalisi Jokowi yang didukung lima partai koalisi Kabinet Kerja saat ini adalah yang paling solid karena tidak ada capres lain yang didukung partai ini selain Jokowi. "Dinamika figur pencalonan pada poros Jokowi ini terletak pada calon wakil presiden. Ada banyak nama yang berpotensi menjadi cawapres Jokowi, baik dari kalangan partai maupun nonpartai," kata Hanta.
Kemudian poros koalisi Prabowo yang didukung dua partai oposisi sejak Jokowi-JK menang Pemilu 2014 yakni Partai Gerindra dan PKS, pada dasarnya memiliki figur sentral Prabowo sebagai capres paling potensial diajukan oleh poros ini. Hanya saja, menurut dia, berdasarkan politik elektoral Pilgub DKI 2017, poros ini juga punya potensi mengajukan Anies Baswedan atau Gatot Nurmantyo jika Prabowo memosisikan dirinya sebagai king maker dalam poros ini sebagaimana posisi dirinya pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.
Lalu yang terakhir, menurut Hanta, adalah poros koalisi SBY dengan Partai Demokrat sebagai pendukung utamanya. Poros ini berpotensi besar mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai capres dengan pilihan cawapres dari dua partai pendukungnya, yaitu Muhaimin Iskandar (PKB) dan Zulkifli Hasan (PAN).
"Meski demikian poros ini juga berpotensi mengusung Gatot Nurmantyo sebagai capres dan menempatkan AHY sebagai cawapres. Figur lain yang potensial dipasang sebagai cawapres pada poros ini selain keempat nama di atas adalah Chairul Tanjung," terangnya.
Sementara itu Prabowo seusai bertemu dengan PKS dan PAN kemarin belum memberikan kepastian mengenai dirinya akan maju atau tidak pada Pilpres 2019. Prabowo mengatakan, keputusan mengenai hal itu akan diambil setelah berkomunikasi dengan DPP Partai Gerindra dan parpol lain yang membuka peluang berkoalisi mengusung dirinya.
"Saya akan mengambil keputusan bersama dengan semua rekan pada saat dan waktu yang tepat. Tentunya keputusan itu akan saya sampaikan kepada kalian, kepada rakyat," kata Prabowo.
Saat ini setidaknya lima partai politik telah menetapkan untuk mengusung Jokowi pada Pilpres 2019. Kelima parpol tersebut adalah PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, Hanura, dan PPP. Dengan kekuatan PDIP 18,95%, Golkar 14,75%, NasDem 6,72%, PPP 6,53%, dan Hanura 5,26%, saat ini Jokowi telah mengantongi dukungan 52,21%.
Jika nantinya PKS dan Gerindra melanjutkan kemesraan dalam Pilpres 2019, dipastikan mereka mampu mengusung calon sendiri karena kekuatan kedua parpol ini mencapai 20% kursi DPR sesuai dengan batas minimal presidential threshold. Dengan demikian masih dimungkinkan adanya po ros baru dengan menggabungkan kekuatan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno mengatakan adanya poros baru di luar poros pendukung Jokowi dan Prabowo masih dimungkinkan untuk terbentuk. Saat ini PAN terus menjalin komunikasi politik dengan semua partai untuk mendiskusikan semua kemungkinan dan opsi terkait dengan peta politik di Pilpres 2019. "Saya pikir semua opsi terbuka sekarang ya, jadi sekarang kita buka jalur komunikasi seluas-luasnya," kata Eddy Soeparno seusai pertemuan dengan PKS dan Gerindra di kediaman Prabowo, Kamis (1/3/2018).
Karena membuka berbagai opsi, kata Eddy, PAN juga berkomunikasi dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan dengan Prabowo. Artinya PAN juga menjajaki komunikasi dengan pimpinan parpol lain di luar poros koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo.
Lalu bagaimana sikap politik yang akan diputuskan, PAN baru akan menentukannya dalam rapat kerja nasional (rakernas) pada April 2018 nanti.
"Rakernas akan diselenggarakan pada April dan salah satu agenda terpenting yang akan kita bahas adalah arah politik PAN pada Pilpres 2019. Jadi apa pun yang kita putuskan, itu nanti akan menentukan kami berlabuh di Pilpres 2019," ujarnya.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengamini terbentuknya poros baru kemungkinan bisa terjadi. Sebab meski saat ini peluang capres baru semakin sempit jika mengacu pada gap elektabilitas Jokowi dan Prabowo, tetapi waktu masih cukup lama dan dimungkinkan konstelasi politik akan berubah. "Kita tunggu saja, waktu masih berjalan. Segala kemungkinan masih bisa terjadi," katanya.
Hal senada disampaikan Wakil Sekjen DPP PKB Daniel Johan. Dia mengungkapkan, aspirasi di lingkup internal PKB dan kader di bawah dalam kaitan Pilpres 2019 mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai cawapres. Karenanya, meski mayoritas aspirasi menghendaki agar Cak Imin menjadi cawapres Jokowi, PKB juga membangun komunikasi dengan partai lain, termasuk Partai Gerindra untuk melihat peluang Cak Imin menjadi cawapres dari Prabowo.
Opsi lain yang juga dimungkinkan adalah PKB bersama partai lain menggagas lahirnya poros ketiga di luar koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo. "Semuanya (semua opsi) dibahas dan diputuskan di muspimnas (musyawarah pimpinan nasional)," kata Daniel Johan ketika dimintai konfirmasi, Kamis (1/3/2018).
Mengenai kemungkinan lahirnya poros ketiga di luar koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo, simulasi survei yang dilakukan Poltracking Indonesia menunjukkan bahwa di Pilpres 2019 dimungkinkan terjadi pertarungan tiga poros koalisi. Ketiga poros itu adalah sebagai berikut.
Poros Presiden Jokowi dengan partai pengusungnya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura. Kemudian Poros Prabowo Subianto dengan partai pengusung Gerindra dan PKS. Terakhir poros koalisi SBY dengan partai pengusung Demokrat, PKB, dan PAN.
Menurut Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda, poros koalisi Jokowi yang didukung lima partai koalisi Kabinet Kerja saat ini adalah yang paling solid karena tidak ada capres lain yang didukung partai ini selain Jokowi. "Dinamika figur pencalonan pada poros Jokowi ini terletak pada calon wakil presiden. Ada banyak nama yang berpotensi menjadi cawapres Jokowi, baik dari kalangan partai maupun nonpartai," kata Hanta.
Kemudian poros koalisi Prabowo yang didukung dua partai oposisi sejak Jokowi-JK menang Pemilu 2014 yakni Partai Gerindra dan PKS, pada dasarnya memiliki figur sentral Prabowo sebagai capres paling potensial diajukan oleh poros ini. Hanya saja, menurut dia, berdasarkan politik elektoral Pilgub DKI 2017, poros ini juga punya potensi mengajukan Anies Baswedan atau Gatot Nurmantyo jika Prabowo memosisikan dirinya sebagai king maker dalam poros ini sebagaimana posisi dirinya pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.
Lalu yang terakhir, menurut Hanta, adalah poros koalisi SBY dengan Partai Demokrat sebagai pendukung utamanya. Poros ini berpotensi besar mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai capres dengan pilihan cawapres dari dua partai pendukungnya, yaitu Muhaimin Iskandar (PKB) dan Zulkifli Hasan (PAN).
"Meski demikian poros ini juga berpotensi mengusung Gatot Nurmantyo sebagai capres dan menempatkan AHY sebagai cawapres. Figur lain yang potensial dipasang sebagai cawapres pada poros ini selain keempat nama di atas adalah Chairul Tanjung," terangnya.
Sementara itu Prabowo seusai bertemu dengan PKS dan PAN kemarin belum memberikan kepastian mengenai dirinya akan maju atau tidak pada Pilpres 2019. Prabowo mengatakan, keputusan mengenai hal itu akan diambil setelah berkomunikasi dengan DPP Partai Gerindra dan parpol lain yang membuka peluang berkoalisi mengusung dirinya.
"Saya akan mengambil keputusan bersama dengan semua rekan pada saat dan waktu yang tepat. Tentunya keputusan itu akan saya sampaikan kepada kalian, kepada rakyat," kata Prabowo.
(amm)