Kementerian/Lembaga: Bukan Organisasi Zaman Old
A
A
A
Munawar Kasan
Analis Senior di Otoritas Jasa Keuangan
KEMENTERIAN Perdagangan pada 21 Februari 2018 menghapus kewajiban perpanjangan SIUP (surat izin usaha perdagangan) dan TDP (tanda daftar perusahaan). Seminggu sebelumnya, Kementerian ESDM memangkas 22 dari 51 peraturan di sektor ESDM sehingga totalnya tersisa 29 aturan.
Bisa dibayangkan bagaimana senangnya stakeholders ketika aktivitas bisnis mereka dipermudah dengan kebijakan penghapusan sejumlah peraturan atau perizinan. Kita sendiri bisa merasakan bagaimana senangnya ketika urusan memperpanjang KTP atau SIM menjadi mudah. Kita bahagia saat mengurus akta kelahiran berlangsung cepat dan tidak ribet. Ketika kita membutuhkan bantuan pihak lain, kita ingin dilayani dan dipermudah.
Kementerian-kementerian tersebut tak berarti ceroboh ketika menghapus berbagai perizinan/peraturan. Mereka sudah berhitung cost and benefitnya. Sudah ada kalkulasi untung rugi. Memperlama pelayanan, banyaknya aturan mengikat, atau perizinan yang ribet sama dengan memunculkan masalah (baru). Menimbulkan mudarat. Mempermudah berusaha artinya mengharapkan manfaat lebih besar. Tentu saja kontrol harus disiagakan untuk mitigasi risiko.
Dengan memudahkan berusaha, artinya memperluas akses dunia bisnis menjadi lebih lincah, lebih efisien, dan lebih bebas mengeksplorasi potensi. Dunia bisnis juga lebih mudah dan cepat mengeksekusi rencana bisnis. Lembaga pemerintah di mata sebagian orang memiliki citra lamban dan tak efisien. Itu dulu. Zaman old ! Dulu ada paradigma, “Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah?” Kini kita menyaksikan paradigma itu mulai dibalik. Kalau bisa dipermudah, kenapa dipersulit?
Dalam agama Islam sangat dianjurkan mempermudah urusan orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim).
Belajar ke Ujung Timur Jawa
Ajaran Islam itulah yang dipraktikkan Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) dengan program “lahir procot, pulang bawa akta”. Bayi yang baru lahir di rumah sakit ketika pulang sekaligus bawa akta kelahiran. Dijamin!
Saking inginnya memberikan layanan terbaik kepada warganya, Pemkab Banyuwangi punya “Mal Pelayanan Publik”. Isinya semua dinas yang terkait perizinan dan layanan masyarakat. Di mal tersebut tak hanya menyediakan counter izin berusaha, izin mendirikan bangunan, atau perpanjangan KTP/SIM. Lebih dari itu, juga melayani urusan pernikahan dan sekaligus menikahkan pasangan. Izin cepat, mudah, dan murah.
Hal yang mengagumkan, seluruh jajaran di Pemkab Banyuwangi bangga bisa memberi layanan terbaik kepada warganya. Tiap hari ada saja pegawai dari pemda lain atau organisasi yang datang belajar. Banyuwangi telah mengubah dirinya dari citra suram “kota santet” menjadi kota yang tak hentinya mendapat pujian dan penghargaan.
Menularkan ke Lembaga Lain
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat serius dalam urusan kemudahan perizinan. Tahun lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha ditandatangani. Di kementerian/lembaga (K/L) dibentuk satuan tugas (satgas) untuk memuluskan perpres dan bertanggung jawab ke presiden.
Melalui program tersebut, kita optimis peringkat kemudahan berusaha Indonesia akan terdongkrak. Tahun 2018, ease of doing business Indonesia naik 19 peringkat dari posisi 91 (2017) menjadi posisi ke-72 (2018). Selain di kementerian, juga ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki spirit sama. Program mempermudah dan mempercepat perizinan sudah digarap sejak tiga tahun lalu.
Untuk izin produk bancassurance misalnya, kini tidak perlu izin ke pengawas perbankan dan pengawas asuransi secara terpisah. Waktu perizinan dipangkas drastis. Sebelumnya butuh 119 hari, kini hanya 19 hari. Perbaikan juga ada pada perizinan akuntan publik/kantor akuntan publik, bank selaku agen penjual efek reksa dana, dan perizinan lainnya.
Di semua K/L harus terus berpikir tak hanya mempermudah persyaratan atau mempercepat perizinan. Tetapi lebih dari itu, berani memangkas peraturan/perizinan. K/L perlu sadar bahwa waste dalam proses bisnis harus dibuang. Dalam teori lean management, ada tujuh waste, yakni transportasi, inventori, gerakan, menunggu, produksi berlebihan, proses berlebihan, dan kerja ulang. Dalam konteks perizinan, umumnya banyak waste khususnya berupa menunggu dan proses berlebihan.
Paradigma dan Kepemimpinan
Salah satu yang menjadi belenggu untuk berubah adalah peraturan. Perlu dikembalikan pada hakikatnya bahwa peraturan adalah untuk mengatur dan mendorong agar bisnis/industri sehat, tumbuh, kompetitif, dan melindungi masyarakat/konsumen. Jika ada peraturan membelenggu, maka peraturan itu yang diubah. Terlebih bila peraturan tersebut dalam domain K/L sendiri.
Seluruh K/L harus bergerak bersama dalam irama yang sinergis. Perlu memegang paradigma baru. Mempermudah, bukan mempersulit. Mempercepat, bukan memperlambat. Membikin praktis, bukan membikin ribet. Kepemimpinan efektif sangat berpengaruh dominan. Memastikan bahwa program dieksekusi secara disiplin.
Perizinan cepat dan mudah hakikatnya tidak berada di posisi yang diametral dengan prudensial (kehati-hatian). Keduanya bisa berdampingan dan bisa diwujudkan. Ketika K/L tidak mampu berubah, maka akan tertinggal dalam derap bisnis yang semakin cepat. K/L tak akan mampu menjawab harapan stakeholder yang berada di area bisnis yang terus terdisrupsi. K/L akan tertinggal dan Indonesia akan tertinggal. K/L akan benar-benar menjadi organisasi yang kolot.
Sekali lagi, kita menemukan momentum untuk berubah. Menjadi K/L yang berjiwa melayani. Banyak K/L mulai berubah dan harus diikuti oleh lainnya. Tidak mungkin dunia bisnis yang berubah sangat cepat, tapi K/L lamban merespons. Generasi milenial mulai banyak mendominasi K/L. Mereka adalah orang-orang muda yang dinamis. Saat tepat untuk melakukan lompatan perubahan proses bisnis. Saatnya membuktikan bahwa K/L bukan menjadi organisasi yang kolot, organisasi zaman old.
Analis Senior di Otoritas Jasa Keuangan
KEMENTERIAN Perdagangan pada 21 Februari 2018 menghapus kewajiban perpanjangan SIUP (surat izin usaha perdagangan) dan TDP (tanda daftar perusahaan). Seminggu sebelumnya, Kementerian ESDM memangkas 22 dari 51 peraturan di sektor ESDM sehingga totalnya tersisa 29 aturan.
Bisa dibayangkan bagaimana senangnya stakeholders ketika aktivitas bisnis mereka dipermudah dengan kebijakan penghapusan sejumlah peraturan atau perizinan. Kita sendiri bisa merasakan bagaimana senangnya ketika urusan memperpanjang KTP atau SIM menjadi mudah. Kita bahagia saat mengurus akta kelahiran berlangsung cepat dan tidak ribet. Ketika kita membutuhkan bantuan pihak lain, kita ingin dilayani dan dipermudah.
Kementerian-kementerian tersebut tak berarti ceroboh ketika menghapus berbagai perizinan/peraturan. Mereka sudah berhitung cost and benefitnya. Sudah ada kalkulasi untung rugi. Memperlama pelayanan, banyaknya aturan mengikat, atau perizinan yang ribet sama dengan memunculkan masalah (baru). Menimbulkan mudarat. Mempermudah berusaha artinya mengharapkan manfaat lebih besar. Tentu saja kontrol harus disiagakan untuk mitigasi risiko.
Dengan memudahkan berusaha, artinya memperluas akses dunia bisnis menjadi lebih lincah, lebih efisien, dan lebih bebas mengeksplorasi potensi. Dunia bisnis juga lebih mudah dan cepat mengeksekusi rencana bisnis. Lembaga pemerintah di mata sebagian orang memiliki citra lamban dan tak efisien. Itu dulu. Zaman old ! Dulu ada paradigma, “Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah?” Kini kita menyaksikan paradigma itu mulai dibalik. Kalau bisa dipermudah, kenapa dipersulit?
Dalam agama Islam sangat dianjurkan mempermudah urusan orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim).
Belajar ke Ujung Timur Jawa
Ajaran Islam itulah yang dipraktikkan Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) dengan program “lahir procot, pulang bawa akta”. Bayi yang baru lahir di rumah sakit ketika pulang sekaligus bawa akta kelahiran. Dijamin!
Saking inginnya memberikan layanan terbaik kepada warganya, Pemkab Banyuwangi punya “Mal Pelayanan Publik”. Isinya semua dinas yang terkait perizinan dan layanan masyarakat. Di mal tersebut tak hanya menyediakan counter izin berusaha, izin mendirikan bangunan, atau perpanjangan KTP/SIM. Lebih dari itu, juga melayani urusan pernikahan dan sekaligus menikahkan pasangan. Izin cepat, mudah, dan murah.
Hal yang mengagumkan, seluruh jajaran di Pemkab Banyuwangi bangga bisa memberi layanan terbaik kepada warganya. Tiap hari ada saja pegawai dari pemda lain atau organisasi yang datang belajar. Banyuwangi telah mengubah dirinya dari citra suram “kota santet” menjadi kota yang tak hentinya mendapat pujian dan penghargaan.
Menularkan ke Lembaga Lain
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat serius dalam urusan kemudahan perizinan. Tahun lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha ditandatangani. Di kementerian/lembaga (K/L) dibentuk satuan tugas (satgas) untuk memuluskan perpres dan bertanggung jawab ke presiden.
Melalui program tersebut, kita optimis peringkat kemudahan berusaha Indonesia akan terdongkrak. Tahun 2018, ease of doing business Indonesia naik 19 peringkat dari posisi 91 (2017) menjadi posisi ke-72 (2018). Selain di kementerian, juga ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki spirit sama. Program mempermudah dan mempercepat perizinan sudah digarap sejak tiga tahun lalu.
Untuk izin produk bancassurance misalnya, kini tidak perlu izin ke pengawas perbankan dan pengawas asuransi secara terpisah. Waktu perizinan dipangkas drastis. Sebelumnya butuh 119 hari, kini hanya 19 hari. Perbaikan juga ada pada perizinan akuntan publik/kantor akuntan publik, bank selaku agen penjual efek reksa dana, dan perizinan lainnya.
Di semua K/L harus terus berpikir tak hanya mempermudah persyaratan atau mempercepat perizinan. Tetapi lebih dari itu, berani memangkas peraturan/perizinan. K/L perlu sadar bahwa waste dalam proses bisnis harus dibuang. Dalam teori lean management, ada tujuh waste, yakni transportasi, inventori, gerakan, menunggu, produksi berlebihan, proses berlebihan, dan kerja ulang. Dalam konteks perizinan, umumnya banyak waste khususnya berupa menunggu dan proses berlebihan.
Paradigma dan Kepemimpinan
Salah satu yang menjadi belenggu untuk berubah adalah peraturan. Perlu dikembalikan pada hakikatnya bahwa peraturan adalah untuk mengatur dan mendorong agar bisnis/industri sehat, tumbuh, kompetitif, dan melindungi masyarakat/konsumen. Jika ada peraturan membelenggu, maka peraturan itu yang diubah. Terlebih bila peraturan tersebut dalam domain K/L sendiri.
Seluruh K/L harus bergerak bersama dalam irama yang sinergis. Perlu memegang paradigma baru. Mempermudah, bukan mempersulit. Mempercepat, bukan memperlambat. Membikin praktis, bukan membikin ribet. Kepemimpinan efektif sangat berpengaruh dominan. Memastikan bahwa program dieksekusi secara disiplin.
Perizinan cepat dan mudah hakikatnya tidak berada di posisi yang diametral dengan prudensial (kehati-hatian). Keduanya bisa berdampingan dan bisa diwujudkan. Ketika K/L tidak mampu berubah, maka akan tertinggal dalam derap bisnis yang semakin cepat. K/L tak akan mampu menjawab harapan stakeholder yang berada di area bisnis yang terus terdisrupsi. K/L akan tertinggal dan Indonesia akan tertinggal. K/L akan benar-benar menjadi organisasi yang kolot.
Sekali lagi, kita menemukan momentum untuk berubah. Menjadi K/L yang berjiwa melayani. Banyak K/L mulai berubah dan harus diikuti oleh lainnya. Tidak mungkin dunia bisnis yang berubah sangat cepat, tapi K/L lamban merespons. Generasi milenial mulai banyak mendominasi K/L. Mereka adalah orang-orang muda yang dinamis. Saat tepat untuk melakukan lompatan perubahan proses bisnis. Saatnya membuktikan bahwa K/L bukan menjadi organisasi yang kolot, organisasi zaman old.
(rhs)