Menanti Nakhoda Baru BI
A
A
A
DI depan mata, sejumlah tantangan kini menunggu kedatangan gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru. Bagaimana menjaga fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang belakangan ini semakin tajam.
Sejumlah faktor yang membuat posisi rupiah kian melemah di antaranya dipicu perkembangan suku bunga bank sentral AS, ketidakstabilan geopolitik di Timur Tengah, dan dinamika politik internasional di Semenanjung Korea. Dan, bagaimana “mengamankan” inflasi di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo adalah calon tunggal yang bakal menggantikan Gubernur BI Agus Martowardojo yang akan memasuki masa pensiun Mei mendatang. Pada pekan ketiga bulan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melayangkan nama Perry Warjiyo ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan.
Pengajuan calon tunggal tersebut sempat menjadi perdebatan publik sebab sebelumnya beredar sejumlah nama yang dinilai mumpuni menakhodai bank sentral. Pengajuan satu nama untuk uji kelayakan di DPR ditengarai sebagai salah satu strategi Presiden Jokowi untuk meminimalisasi polemik alias kegaduhan.
Sementara itu, masa jabatan Perry Warjiyo selaku deputi gubernur BI bakal berakhir April mendatang. Dan, kini telah muncul tiga nama yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan yang ditinggalkan Perry Warjiyo. Kabarnya, ketiga calon yang dipersiapkan menduduki kursi deputi gubernur BI dinilai cukup mumpuni. Ketiga kandidat tersebut adalah orang dalam bank sentral sendiri yang diketahui luas memiliki keahlian, kapabilitas dan kapasitas, serta rekam jejak yang tak tercela, sangat pas untuk jabatan itu.
Ketiga calon yang telah disodorkan ke DPR tersebut adalah Dody Budi Waluyo yang masih menjabat asisten gubernur, kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI; Wiwiek Sisto Widayat sekarang tercatat selaku direktur eksekutif kepala perwakilan BI, Provinsi Jawa Barat; dan Doddy Zulverdi yang saat ini dipercayakan sebagai direktur eksekutif kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI.
Meski muncul sebagai calon tunggal pengajuan nama Perry Warjiyo boleh dikatakan terbilang mulus, pria kelahiran Sukoharjo pada 1959 itu dianggap tepat untuk menakhodai BI yang dibuktikan dengan sejumlah jabatan strategis di bank sentral yang pernah dipercayakan kepadanya. Selain itu, peraih gelar master dan PhD di bidang moneter dan keuangan internasional dari Iowa State University, AS itu adalah pejabat karier di BI sejak 24 tahun lalu. Sebelum menempati jabatan sekarang, Perry Warjiyo sempat menjadi asisten gubernur BI untuk perumusan kebijakan moneter, makroprudensial, dan internasional.
Pengalaman kerja Perry Warjiyo semakin lengkap di mana pernah menjabat direktur eksekutif di International Monetary Fund (IMF), mewakili 13 negara anggota yang tergabung dalam South East Asia Voting Group. Di bidang akademik, Perry juga tak bisa dilihat sebelah mata, terdaftar sebagai pengajar pada Pascasarjana bidang Ekonomi Moneter dan Ekonomi Keuangan Internasional di Universitas Indonesia, dan menjadi dosen utama pada sejumlah perguruan tinggi ternama di negeri ini. Lika-liku Perry untuk menduduki jabatan deputi gubernur BI punya cerita menarik. Empat kali namanya diajukan untuk jabatan tersebut sejak 2009 dan baru tembus pada 2013.
Sebelum Presiden Jokowi menetapkan sebagai calon tunggal gubernur BI untuk periode 2018-2023, sejumlah nama beredar di tengah publik, di antaranya mantan menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri; Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Agus Martowardojo yang masih dijagokan berbagai pihak. Namun, ketiga nama itu meredup dengan sendirinya ketika nama Perry Warjiyo terus menghiasi pemberitaan media massa.
Meski kepiawaian dan keahlian Perry Warjiyo di bidang moneter, makroekonomi, dan kebanksentralan yang dibuktikan sederet prestasi yang telah diukir selama ini tidak diragukan lagi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, yang juga mantan gubernur BI menggarisbawahi bahwa nakhoda BI mendatang juga harus punya perhatian serius pada sektor riil. Selain itu, tanggap pada perkembangan ekonomi digital yang kini telah mengubah peta perekonomian. Kini, “bola” gubernur BI telah bergulir di DPR.
Sejumlah faktor yang membuat posisi rupiah kian melemah di antaranya dipicu perkembangan suku bunga bank sentral AS, ketidakstabilan geopolitik di Timur Tengah, dan dinamika politik internasional di Semenanjung Korea. Dan, bagaimana “mengamankan” inflasi di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo adalah calon tunggal yang bakal menggantikan Gubernur BI Agus Martowardojo yang akan memasuki masa pensiun Mei mendatang. Pada pekan ketiga bulan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melayangkan nama Perry Warjiyo ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan.
Pengajuan calon tunggal tersebut sempat menjadi perdebatan publik sebab sebelumnya beredar sejumlah nama yang dinilai mumpuni menakhodai bank sentral. Pengajuan satu nama untuk uji kelayakan di DPR ditengarai sebagai salah satu strategi Presiden Jokowi untuk meminimalisasi polemik alias kegaduhan.
Sementara itu, masa jabatan Perry Warjiyo selaku deputi gubernur BI bakal berakhir April mendatang. Dan, kini telah muncul tiga nama yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan yang ditinggalkan Perry Warjiyo. Kabarnya, ketiga calon yang dipersiapkan menduduki kursi deputi gubernur BI dinilai cukup mumpuni. Ketiga kandidat tersebut adalah orang dalam bank sentral sendiri yang diketahui luas memiliki keahlian, kapabilitas dan kapasitas, serta rekam jejak yang tak tercela, sangat pas untuk jabatan itu.
Ketiga calon yang telah disodorkan ke DPR tersebut adalah Dody Budi Waluyo yang masih menjabat asisten gubernur, kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI; Wiwiek Sisto Widayat sekarang tercatat selaku direktur eksekutif kepala perwakilan BI, Provinsi Jawa Barat; dan Doddy Zulverdi yang saat ini dipercayakan sebagai direktur eksekutif kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI.
Meski muncul sebagai calon tunggal pengajuan nama Perry Warjiyo boleh dikatakan terbilang mulus, pria kelahiran Sukoharjo pada 1959 itu dianggap tepat untuk menakhodai BI yang dibuktikan dengan sejumlah jabatan strategis di bank sentral yang pernah dipercayakan kepadanya. Selain itu, peraih gelar master dan PhD di bidang moneter dan keuangan internasional dari Iowa State University, AS itu adalah pejabat karier di BI sejak 24 tahun lalu. Sebelum menempati jabatan sekarang, Perry Warjiyo sempat menjadi asisten gubernur BI untuk perumusan kebijakan moneter, makroprudensial, dan internasional.
Pengalaman kerja Perry Warjiyo semakin lengkap di mana pernah menjabat direktur eksekutif di International Monetary Fund (IMF), mewakili 13 negara anggota yang tergabung dalam South East Asia Voting Group. Di bidang akademik, Perry juga tak bisa dilihat sebelah mata, terdaftar sebagai pengajar pada Pascasarjana bidang Ekonomi Moneter dan Ekonomi Keuangan Internasional di Universitas Indonesia, dan menjadi dosen utama pada sejumlah perguruan tinggi ternama di negeri ini. Lika-liku Perry untuk menduduki jabatan deputi gubernur BI punya cerita menarik. Empat kali namanya diajukan untuk jabatan tersebut sejak 2009 dan baru tembus pada 2013.
Sebelum Presiden Jokowi menetapkan sebagai calon tunggal gubernur BI untuk periode 2018-2023, sejumlah nama beredar di tengah publik, di antaranya mantan menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri; Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Agus Martowardojo yang masih dijagokan berbagai pihak. Namun, ketiga nama itu meredup dengan sendirinya ketika nama Perry Warjiyo terus menghiasi pemberitaan media massa.
Meski kepiawaian dan keahlian Perry Warjiyo di bidang moneter, makroekonomi, dan kebanksentralan yang dibuktikan sederet prestasi yang telah diukir selama ini tidak diragukan lagi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, yang juga mantan gubernur BI menggarisbawahi bahwa nakhoda BI mendatang juga harus punya perhatian serius pada sektor riil. Selain itu, tanggap pada perkembangan ekonomi digital yang kini telah mengubah peta perekonomian. Kini, “bola” gubernur BI telah bergulir di DPR.
(rhs)