Sekjen PPP : JK Terhalang UUD dan UU untuk Jadi Cawapres Lagi
A
A
A
JAKARTA - Wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kembali dipasangkan di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 mendatang ditanggapi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. Arsul mengajak semua pihak untuk melihat ketentuan hukumnya.
Adapun ketentuan hukum dimaksud Arsul adalah Pasal 169 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal 169 huruf n menyebutkan bahwa persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Dia menambahkan, ketentuan syarat itu memberi tafsir hukum dan menegaskan bahwa maksimal seseorang bisa menjabat selaku presiden dan wakil presiden adalah dua kali periode jabatan. "Seseorang yang pernah menjabat sebagai wakil presiden ataupun presiden lebih dari dua kali seperti Pak JK akan terhalang untuk menjadi Cawapres lagi," ujar Arsul Sani dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/2/2018).
Dia melanjutkan, penjelasan Pasal 169 huruf n tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari lima tahun.
"Dengan segala hormat saya kepada Pak JK dan teman-teman PDI-P yang mempunyai aspirasi demikian, saya berpandangan wacana itu sulit diwujudkan karena ada Pasal 7 UUD 1945, dan lebih jelas lagi terhalang syarat wakil presiden dalam undang-undang terkait pemilihan Presiden dan Wakil Presiden," ungkap Anggota Komisi III DPR ini.
Sedangkan terkait rencana pengajuan fatwa ke Mahkamah Konstitusi (MK), Arsul meragukan bahwa MK akan memberikan fatwanya. "Karena selama ini MK hanya memberikan tafsir konstitusionalitas Undang-undang lewat Putusan karena ada permohonan uji materi norma Undang-undang terhadap UUD 1945," pungkasnya.
Adapun ketentuan hukum dimaksud Arsul adalah Pasal 169 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal 169 huruf n menyebutkan bahwa persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Dia menambahkan, ketentuan syarat itu memberi tafsir hukum dan menegaskan bahwa maksimal seseorang bisa menjabat selaku presiden dan wakil presiden adalah dua kali periode jabatan. "Seseorang yang pernah menjabat sebagai wakil presiden ataupun presiden lebih dari dua kali seperti Pak JK akan terhalang untuk menjadi Cawapres lagi," ujar Arsul Sani dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/2/2018).
Dia melanjutkan, penjelasan Pasal 169 huruf n tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari lima tahun.
"Dengan segala hormat saya kepada Pak JK dan teman-teman PDI-P yang mempunyai aspirasi demikian, saya berpandangan wacana itu sulit diwujudkan karena ada Pasal 7 UUD 1945, dan lebih jelas lagi terhalang syarat wakil presiden dalam undang-undang terkait pemilihan Presiden dan Wakil Presiden," ungkap Anggota Komisi III DPR ini.
Sedangkan terkait rencana pengajuan fatwa ke Mahkamah Konstitusi (MK), Arsul meragukan bahwa MK akan memberikan fatwanya. "Karena selama ini MK hanya memberikan tafsir konstitusionalitas Undang-undang lewat Putusan karena ada permohonan uji materi norma Undang-undang terhadap UUD 1945," pungkasnya.
(pur)