Enggan Tanda Tangan, Presiden Persilakan UU MD3 Digugat

Kamis, 22 Februari 2018 - 12:30 WIB
Enggan Tanda Tangan,...
Enggan Tanda Tangan, Presiden Persilakan UU MD3 Digugat
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menandatangani Undang-Undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (UU MD3) yang disahkan DPR pada 12 Februari 2018. Bahkan, Jokowi mempersilakan elemen masyarakat yang tidak puas dengan UU tersebut melakukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya memahami keresahan-keresahan yang ada di masyarakat. Banyak yang mengatakan ini hukum dan etika kok dicampur aduk. Ada yang mengatakan politik sama hukum kok ada campur aduk," ucap Jokowi seusai menghadiri Dzikir Kebangsaan dan Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional I Majelis Dzikir Hubbul Wathon di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, tadi malam.

Jokowi mengungkapkan draf UU MD3 telah sampai di mejanya. Hanya, dirinya belum menandatangani berkas tersebut karena munculnya pro-kontra di masyarakat. "Saya mendengar banyak masukan dan pendapat tentang undang-undang tersebut dari masyarakat," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menegaskan dirinya tidak ingin ada penurunan kualitas demokrasi di Tanah Air. Dia enggan menjawab saat ditanya apakah pengesahan UU MD3 hasil revisi yang kedua merupakan bentuk kemunduran demokrasi. "Saya kira kita semuanya tidak ingin ada penurunan kualitas demokrasi kita," singkatnya.

Soal alternatif menerbitkan perppu, Kepala Negara masih belum memutuskan. Hanya, dirinya mempersilakan jika ada masyarakat yang ingin menggugat UU tersebut ke MK. "Saya kira tidak sampai ke sana, yang tidak setuju silakan berbondong-bondong ke MK untuk judicial review," ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) optimistis jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menandatangani Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) hasil revisi kedua. Menurutnya, naskah UU MD3 yang telah disahkan merupakan hasil kerja bersama antara pemerintah dan DPR.

"Pimpinan DPR masih memiliki keyakinan bahwa presiden akan menandatangani hasil revisi UU MD3, mengingat UU tersebut merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah, termasuk pasal-pasal yang diperdebatkan oleh sebagian kalangan," ujarnya di gedung parlemen, Rabu (21/2/2018).

Meskipun Presiden Jokowi tidak mau menandatangani, lanjut Bamsoet, UU tersebut akan berlaku secara otomatis. "Walau pun revisi UU MD3 tidak ditandatangani oleh Presiden dalam jangka waktu 30 hari (sejak disetujui bersama di paripurna DPR), UU tersebut berlaku secara sah dan mengikat," katanya.

Pimpinan DPR, kata Bamsoet, tetap meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk terus meyakinkan Presiden untuk menandatangani naskah UU MD3. Kalaupun ada perubahan atau koreksi UU MD3, hal itu bisa dilakukan dalam uji materi di MK sebagaimana UU lain yang dinilai tidak sesuai dengan semangat UUD 1945 dan Pancasila. Bamsoet juga mempersilakan pihak-pihak yang masih tidak sependapat dengan pasal yang ada di UU MD3 menggugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Begitu pun dengan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang menegaskan bahwa revisi kedua UU No 17/2014 tentang MD3 harus berlaku, setelah masuk dalam lembaran negara maka UU ini harus ditaati oleh semua orang. Menurutnya, tidak etis jika sampai Presiden tidak menandatangani UU MD3.

"Presiden mau apa? Ini soal pikiran, jadi jangan emosional, kita memerlukan pikiran-pikiran kenegarawanan. Muatan UU MD3 yang direvisi adalah buah pikiran yang benar. Sayangnya, kita belum punya pemikir ketatanegaraan sehingga banyak kekacauan," ucapnya di Gedung DPR.

Belum ditandatanganinya UU MD3 oleh Presiden Jokowi, sambungnya, bukan mau citra-citraan. Dirinya mengaku bisa mengerti kalau Presiden Jokowi belum meneken UU MD3 sebagai pemberlakuan setelah disahkan DPR bersama pemerintah. "Bisa dimengerti karena ini memang berat, tetapi harus disahkan karena pemerintah ikut membahas. Falsafah UU MD3 memang berat, sehingga jika belum seorang negarawan maka mereka tidak akan paham isi pasal-pasal UU MD3. Tak ada yang berani menjelaskan ke presiden," katanya.

Fahri menjelaskan, terkait hak imunitas itu sudah ada dalam UUD 1945, bukan di UU MD3, sehingga hak imunitas anggota DPR sudah ada sejak dulu. Di seluruh dunia pun anggota parlemennya memiliki hak imunitas, diberi kekuatan supaya kuat mengawasi pemerintah yang kuat juga.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8535 seconds (0.1#10.140)