Kalangan Aktivis Serukan Moral Kebinekaan
A
A
A
JAKARTA - Maraknya penyerangan terhadap pemuka agama membuat prihatin berbagai kalangan masyarakat. Berangkat dari keprihatinan itu, kalangan aktivis menyerukan moral kebinekaan.
Adapun seruan tersebut terdiri atas enam poin. Pertama, merawat, menjaga dan memperjuangkan kebinekaan Indonesia merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang berbasis suku/etnis, agama, ras, golongan dan daerah.
Menurut dia, semua pihak harus mengeluarkan segenap upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan tersebut.
Kedua, pemerintah sebagai pengelola berbagai sumber daya politik, hukum, dan keamanan harus mengambil tindakan tepat dan profesional dalam merespons setiap upaya yang mengancam kebinekaan dan memecah belah antarelemen bangsa yang bineka.
Ketiga, Presiden Joko Widodo berulangkali menegaskan tidak ada tempat bagi intoleransi di Indonesia dan kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi.
Maka, standing position Presiden tersebut harus memberikan energi tambahan bagi setiap aparat pemerintahan di bawah kendali Presiden untuk menindak setiap ancaman atas Kebinekaan.
Keempat, kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di 171 daerah pada tahun ini dan Pemilihan Umum serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun depan, tidak boleh menggunakan cara-cara Machiavelis melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam kohesi sosial, kebhinekaan, dan integrasi nasional.
Kelima, setiap elemen masyarakat, khususnya yang memiliki peran di bidang pendidikan, baik di institusi-institusi pendidikan resmi maupun pendidikan kemasyarakatan juga pendidikan di tingkat keluarga, perlu mengambil peran lebih.
Peran lebih itu untuk menanamkan bahwa kebinekaan merupakan ruh kebangsaan.
Dengan demikian, sehingga setiap orang harus memiliki cipta, rasa, dan karsa untuk berinteraksi secara damai dalam perbedaan dan keberagaman.
Keenam, para tokoh dan pemuka agama, sebagai simpul utama spiritualitas-keagamaan dalam dimensi transendental maupun sosial, memiliki peran sentral dalam merawat, menjaga, dan memperjuangkan kebinekaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia.
Enam poin seruan moral kebinekaan itu dibacakan oleh perwakilan aktivis yang juga sebagai Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti dan Henny Supolo yang juga sebagai Ketua Yayasan Cahaya Guru dalam jumpa pers di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Adapun seruan tersebut disusun oleh 185 aktivis. Sementara aktivis yang hadir dalam acara tersebut, yakni Ray Rangkuti,Henny Supolo, Hendardi, Jeirry Sumampow, Musdah Mulia, Syamsiah Ahmad, Dwi Rubiyanti Khofifah, Boni Hargens, Adhi Ayoe Yanthy, Singh HS Dillon.
Adapun seruan tersebut terdiri atas enam poin. Pertama, merawat, menjaga dan memperjuangkan kebinekaan Indonesia merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang berbasis suku/etnis, agama, ras, golongan dan daerah.
Menurut dia, semua pihak harus mengeluarkan segenap upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan tersebut.
Kedua, pemerintah sebagai pengelola berbagai sumber daya politik, hukum, dan keamanan harus mengambil tindakan tepat dan profesional dalam merespons setiap upaya yang mengancam kebinekaan dan memecah belah antarelemen bangsa yang bineka.
Ketiga, Presiden Joko Widodo berulangkali menegaskan tidak ada tempat bagi intoleransi di Indonesia dan kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi.
Maka, standing position Presiden tersebut harus memberikan energi tambahan bagi setiap aparat pemerintahan di bawah kendali Presiden untuk menindak setiap ancaman atas Kebinekaan.
Keempat, kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di 171 daerah pada tahun ini dan Pemilihan Umum serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun depan, tidak boleh menggunakan cara-cara Machiavelis melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam kohesi sosial, kebhinekaan, dan integrasi nasional.
Kelima, setiap elemen masyarakat, khususnya yang memiliki peran di bidang pendidikan, baik di institusi-institusi pendidikan resmi maupun pendidikan kemasyarakatan juga pendidikan di tingkat keluarga, perlu mengambil peran lebih.
Peran lebih itu untuk menanamkan bahwa kebinekaan merupakan ruh kebangsaan.
Dengan demikian, sehingga setiap orang harus memiliki cipta, rasa, dan karsa untuk berinteraksi secara damai dalam perbedaan dan keberagaman.
Keenam, para tokoh dan pemuka agama, sebagai simpul utama spiritualitas-keagamaan dalam dimensi transendental maupun sosial, memiliki peran sentral dalam merawat, menjaga, dan memperjuangkan kebinekaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia.
Enam poin seruan moral kebinekaan itu dibacakan oleh perwakilan aktivis yang juga sebagai Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti dan Henny Supolo yang juga sebagai Ketua Yayasan Cahaya Guru dalam jumpa pers di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Adapun seruan tersebut disusun oleh 185 aktivis. Sementara aktivis yang hadir dalam acara tersebut, yakni Ray Rangkuti,Henny Supolo, Hendardi, Jeirry Sumampow, Musdah Mulia, Syamsiah Ahmad, Dwi Rubiyanti Khofifah, Boni Hargens, Adhi Ayoe Yanthy, Singh HS Dillon.
(dam)