Polemik UU MD3, DPR Tak Sepakat Disebut Antikritik
Rabu, 14 Februari 2018 - 20:36 WIB

Polemik UU MD3, DPR Tak Sepakat Disebut Antikritik
A
A
A
JAKARTA - DPR membantah bahwa dimasukkannya Pasal 122 huruf k ke dalam Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) karena antiterhadap kritikan.
Adapun Pasal 122 huruf k dalam UU MD3 itu mengatur Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
"Bukan DPR antikritik," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Namun kata dia, penyampaian aspirasi harus diikuti dengan kebebasan yang bertanggung jawab.
"Artinya ungkapkan segala sesuatunya dengan fakta dan data karena tujuan revisi Undang-undang MD3 ini menghindari hoaks dan hal tidak benar terpublikasi," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Diketahui sebelumnya, Pasal 122 huruf k dalam UU MD3 dikritik sejumlah pihak. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus misalnya, menilai pasal itu menusuk jantung demokrasi.
Sebab, pasal itu dianggap menghilangkan substansi perwakilan yang justru menjadi elemen utama dari DPR. Kemudian Pengamat Politik Said Salahudin menilai pasal itu mengancam kebebasan masyarakat dalam menggunakan hak konstitusionalnya. Sebab, norma pasal itu tidak memiliki kepastian hukum.
Adapun Pasal 122 huruf k dalam UU MD3 itu mengatur Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
"Bukan DPR antikritik," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Namun kata dia, penyampaian aspirasi harus diikuti dengan kebebasan yang bertanggung jawab.
"Artinya ungkapkan segala sesuatunya dengan fakta dan data karena tujuan revisi Undang-undang MD3 ini menghindari hoaks dan hal tidak benar terpublikasi," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Diketahui sebelumnya, Pasal 122 huruf k dalam UU MD3 dikritik sejumlah pihak. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus misalnya, menilai pasal itu menusuk jantung demokrasi.
Sebab, pasal itu dianggap menghilangkan substansi perwakilan yang justru menjadi elemen utama dari DPR. Kemudian Pengamat Politik Said Salahudin menilai pasal itu mengancam kebebasan masyarakat dalam menggunakan hak konstitusionalnya. Sebab, norma pasal itu tidak memiliki kepastian hukum.
(maf)