Kekuatan Inovasi
A
A
A
JIKA melihat ide awal Go-Jek dengan apa yang telah didapatkan saat ini, memang sungguh mencengangkan. Telah kita ketahui bersama, awalnya Go-Jek adalah sebuah aplikasi untuk pengemudi dan pengguna ojek.
Kita pun juga sudah tahu, dulu bagaimana posisi ojek di lingkungan sosial. Bahkan, jenis angkutan ini tidak diatur dalam UU Perhubungan di negeri ini.
Bisa jadi angkutan jenis ojek berada di wilayah abu-abu, UU tidak mengatur atau bahasa kakunya pemerintah tidak mengizinkan, namun pemerintah juga tidak bisa menghapusnya sehingga banyak pihak yang tentu akan malas dalam menekuni bisnis ini. Waktu itu, ojek mungkin hanya sebuah pekerjaan pelarian karena pandangan sosial masyarakat dan dalam hal aturan juga dalam posisi abu-abu.
Namun, saat ini pandangan itu mulai pudar. Bisnis ojek ala Go-Jek membelalakkan mata kita dengan gelontoran uang triliunan dari perusahaan konglomerasi dalam dan luar negeri. Jumlahnya mencapai Rp54 triliun.
Bukan hanya Google atau Tencent yang merupakan perusahaan digital, Astra yang notabene perusahaan automotif pun justru ikut menceburkan diri ke bisnis yang beberapa tahun lalu masih sangat dipandang sebelah mata. Bisnis ojek sekarang menjelma dari bisnis di ujung jalan atau gang, menjadi bisnis raksasa yang mampu bersaing dengan perusahaan konglomerasi di Tanah Air.
Bisnis ojek ala Go-Jek saat ini bisa disejajarkan atau disandingkan dengan perusahaan-perusahaan konglomerasi di Tanah Air. Apa yang membuat Go-Jek bisa menjelma menjadi bisnis raksasa yang membuat banyak perusahaan besar ikut mendanainya? Adalah kekuatan inovasi.
Nadiem Makarim, si pencetus Go-Jek, mampu mengubah bisnis ujung jalan ini menjadi bisnis raksasa karena dengan inovasi. Kita semua tahu, prinsip dasar inovasi adalah unlimited dan borderless. Ya, inovasi tidak boleh dibatasi atau disekat oleh apa pun. Jadi bisa dikatakan sesuatu yang dibatasi dan disekat, maka bukanlah inovasi.
Dan, ini yang terjadi oleh Nadiem. Dia menyandingkan ojek dengan teknologi informasi, dan hasilnya seperti yang kita lihat. Bisnis ujung jalan dikolaborasikan dengan bisnis teknologi informasi. Inilah inovasi, karena tidak ada yang membatasi atau menyekat kolaborasi ini.
Cukupkah inovasi Go-Jek tersebut? Masyarakat sekarang mengenal Go-Jek bukan hanya mengantar orang, melainkan juga barang dan jasa. Angkutan mobil, layanan makanan, pijat, membersihkan rumah, mengantarkan obat, membeli tiket hingga terkoneksi dengan Transjakarta, adalah inovasi-inovasi Go-Jek. Apa yang dilakukan Go-Jek membuat terjadinya evolusi mobilitas masyarakat.
Maka bisnis mobilisasi masyarakat seperti taksi dan angkutan umum berteriak, sehingga sering kita lihat konflik sosial antara "pendatang" (bisnis baru) dan "petahana" (bisnis lama). Bisnis baru yang dianggap menguntungkan masyarakat akan survive, sedangkan "petahana" yang tidak mau berubah atau berinovasi akan mati. Kembali lagi, jawabannya adalah kekuatan inovasi.
Namun, bukan sekadar itu yang membuat Go-Jek besar. Salah satu gebrakan terbesar yang membuat banyak perusahaan besar ngiler adalah inovasi mereka dalam pengembangan financial technology (fintech), yaitu dengan mengeluarkan produk yang mereka beri nama Go-Pay.
Ini adalah layanan pembayaran online atau electronic money.
Saat ini Go-Pay hanya bisa untuk bertransaksi ketika kita menggunakan jasa layanan Go-Jek. Namun ke depan, Go-Pay akan bisa digunakan untuk bertransaksi semua barang dan jasa. Inilah inovasi radikal yang dilakukan Nadiem.
Bahkan, saat ini Go-Pay menempati urutan ketiga sistem pembayaran elektronik. Beberapa bank yang mempunyai core business keuangan justru dipecundangi oleh Go-Jek. Inilah kekuatan inovasi. Bayangkan dari dulunya bisnis ujung jalan, sekarang bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.
Tentu apa yang dilakukan Go-Jek harus kita dukung karena ini adalah local champions yang kita harapkan bisa go international. Dan, kita sambut baik para perusahaan konglomerasi yang mau menggelontorkan dana untuk perusahaan lokal demi kesejahteraan bangsa ini. Tentu kolaborasi dan sinergi para perusahaan konglomerasi dengan local champions terus dilakukan untuk menjawab tantangan global.
Kita pun juga sudah tahu, dulu bagaimana posisi ojek di lingkungan sosial. Bahkan, jenis angkutan ini tidak diatur dalam UU Perhubungan di negeri ini.
Bisa jadi angkutan jenis ojek berada di wilayah abu-abu, UU tidak mengatur atau bahasa kakunya pemerintah tidak mengizinkan, namun pemerintah juga tidak bisa menghapusnya sehingga banyak pihak yang tentu akan malas dalam menekuni bisnis ini. Waktu itu, ojek mungkin hanya sebuah pekerjaan pelarian karena pandangan sosial masyarakat dan dalam hal aturan juga dalam posisi abu-abu.
Namun, saat ini pandangan itu mulai pudar. Bisnis ojek ala Go-Jek membelalakkan mata kita dengan gelontoran uang triliunan dari perusahaan konglomerasi dalam dan luar negeri. Jumlahnya mencapai Rp54 triliun.
Bukan hanya Google atau Tencent yang merupakan perusahaan digital, Astra yang notabene perusahaan automotif pun justru ikut menceburkan diri ke bisnis yang beberapa tahun lalu masih sangat dipandang sebelah mata. Bisnis ojek sekarang menjelma dari bisnis di ujung jalan atau gang, menjadi bisnis raksasa yang mampu bersaing dengan perusahaan konglomerasi di Tanah Air.
Bisnis ojek ala Go-Jek saat ini bisa disejajarkan atau disandingkan dengan perusahaan-perusahaan konglomerasi di Tanah Air. Apa yang membuat Go-Jek bisa menjelma menjadi bisnis raksasa yang membuat banyak perusahaan besar ikut mendanainya? Adalah kekuatan inovasi.
Nadiem Makarim, si pencetus Go-Jek, mampu mengubah bisnis ujung jalan ini menjadi bisnis raksasa karena dengan inovasi. Kita semua tahu, prinsip dasar inovasi adalah unlimited dan borderless. Ya, inovasi tidak boleh dibatasi atau disekat oleh apa pun. Jadi bisa dikatakan sesuatu yang dibatasi dan disekat, maka bukanlah inovasi.
Dan, ini yang terjadi oleh Nadiem. Dia menyandingkan ojek dengan teknologi informasi, dan hasilnya seperti yang kita lihat. Bisnis ujung jalan dikolaborasikan dengan bisnis teknologi informasi. Inilah inovasi, karena tidak ada yang membatasi atau menyekat kolaborasi ini.
Cukupkah inovasi Go-Jek tersebut? Masyarakat sekarang mengenal Go-Jek bukan hanya mengantar orang, melainkan juga barang dan jasa. Angkutan mobil, layanan makanan, pijat, membersihkan rumah, mengantarkan obat, membeli tiket hingga terkoneksi dengan Transjakarta, adalah inovasi-inovasi Go-Jek. Apa yang dilakukan Go-Jek membuat terjadinya evolusi mobilitas masyarakat.
Maka bisnis mobilisasi masyarakat seperti taksi dan angkutan umum berteriak, sehingga sering kita lihat konflik sosial antara "pendatang" (bisnis baru) dan "petahana" (bisnis lama). Bisnis baru yang dianggap menguntungkan masyarakat akan survive, sedangkan "petahana" yang tidak mau berubah atau berinovasi akan mati. Kembali lagi, jawabannya adalah kekuatan inovasi.
Namun, bukan sekadar itu yang membuat Go-Jek besar. Salah satu gebrakan terbesar yang membuat banyak perusahaan besar ngiler adalah inovasi mereka dalam pengembangan financial technology (fintech), yaitu dengan mengeluarkan produk yang mereka beri nama Go-Pay.
Ini adalah layanan pembayaran online atau electronic money.
Saat ini Go-Pay hanya bisa untuk bertransaksi ketika kita menggunakan jasa layanan Go-Jek. Namun ke depan, Go-Pay akan bisa digunakan untuk bertransaksi semua barang dan jasa. Inilah inovasi radikal yang dilakukan Nadiem.
Bahkan, saat ini Go-Pay menempati urutan ketiga sistem pembayaran elektronik. Beberapa bank yang mempunyai core business keuangan justru dipecundangi oleh Go-Jek. Inilah kekuatan inovasi. Bayangkan dari dulunya bisnis ujung jalan, sekarang bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.
Tentu apa yang dilakukan Go-Jek harus kita dukung karena ini adalah local champions yang kita harapkan bisa go international. Dan, kita sambut baik para perusahaan konglomerasi yang mau menggelontorkan dana untuk perusahaan lokal demi kesejahteraan bangsa ini. Tentu kolaborasi dan sinergi para perusahaan konglomerasi dengan local champions terus dilakukan untuk menjawab tantangan global.
(whb)