Satu Peta Permudah Penyelesaian Sengketa Lahan dan Tapal Batas

Selasa, 06 Februari 2018 - 12:30 WIB
Satu Peta Permudah Penyelesaian Sengketa Lahan dan Tapal Batas
Satu Peta Permudah Penyelesaian Sengketa Lahan dan Tapal Batas
A A A
JAKARTA - Kebijakan satu peta terus didorong untuk segera diselesaikan. Jika referensi peta dasar masih sendiri-sendiri, akan berdampak pada kebijakan yang tumpang tindih. Pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah erat kaitannya dengan pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan. Agar diperoleh satu referensi geospasial dengan satu standar, pemerintah terus berupaya melakukan percepatan kebijakan satu peta.

"Saya yakin kebijakan satu peta akan mempermudah penyelesaian konflik yang timbul akibat tumpang tindih pemanfaatan lahan, serta juga membantu penyelesaian batas daerah di seluruh Tanah Air," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Jokowi mengingatkan kebijakan ini merupakan hal yang krusial untuk segera diimplementasikan. Perbedaan data dan referensi geospasial selama ini dinilainya seringkali membuat proses penentuan kebijakan strategis menjadi sulit. "Tumpang tindihnya peta dan perizinan justru menimbulkan konflik dan mengakibatkan terjadinya sengketa sehingga menghambat laju perekonomian di daerah. Seperti informasi yang saya terima, di Pulau Kalimantan terdapat lebih kurang 4 juta hektare kawasan hutan tumpang tindih dengan kawasan perkebunan," ungkapnya.

Jokowi mengatakan, pada 2016 Pulau Kalimantan telah menjadi fokus dalam kebijakan satu peta. Adapun pada 2017 Jokowi meminta agar fokus perhatian diberikan kepada Sumatra, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. "Sedangkan pada 2018 ini kita akan fokus untuk menggarap kebijakan satu peta untuk Papua, Maluku, dan Jawa sehingga pada 2019 ini kebijakan satu peta dapat selesai secara keseluruhan di seluruh Tanah Air," paparnya.

Lebih lanjut Jokowi menekankan permasalahan yang saat ini masih ada di lapangan harus segera diselesaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemetaan. Salah satu permasalahan dimaksud ialah terkait hak ulayat dan batasbatas desa. "Khususnya terkait peta tanah ulayat dan batas desa sehingga peta tunggal yang dihasilkan akan dapat memberikan kepastian dan bisa dijadikan pegangan kita bersama," ucapnya.

Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hassanuddin Z Abidin mengatakan, penuntasan kebijakan satu peta ini akan rampung lebih cepat dari waktu yang ditargetkan Presiden. BIG akan menuntaskannya pada pertengahan tahun ini. "Kita sudah pastikan majukan ke depan. Jadi insyaAllah Agustus 2018 kita selesaikan. Semua selesai," ungkapnya.

Dia mengatakan, kebijakan satu peta tidak pernah selesai. Meskipun kebijakan satu peta sudah diselesaikan, proses memperbaharui tidak akan berhenti. "Pasti akan ada update. Kebijakan satu peta sekarang adalah 1:50.000. Nah, ke depannya mulai 1:5000 mulai dari desa, tata ruang, reforma agraria. Kita bergerak ke sana," tuturnya.

Dia menuturkan, sampai saat ini proses pemetaan baru diikuti untuk 18 kementerian/lembaga. Kebijakan satu peta ini difokuskan untuk tata ruang dan tumpang tindih lahan. "Soal nanti pemakaian (peta) sedang digarap oleh Kemenko Perekonomian. Mana yang boleh di-download, mana tertutup, dan mana yang bisa di-read saja," ungkapnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5860 seconds (0.1#10.140)