Pati Polri Jadi Plt Gubernur, IPW: Bisa Timbulkan Kecemburuan TNI
A
A
A
JAKARTA - Rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang hendak menjadikan dua pejabat Polri sebagai Plt Gubernur dinilai sebagai ide yang sangat berbahaya bagi demokrasi. Pelibatan polisi dalam pemerintahan sipil juga akan menjadi preseden bagi munculnya dwi fungsi Polri.
"Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus dwi fungsi ABRI," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane kepada SINDOnews, Senin (28/1/2018).
Neta berharap, penguasa harus bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan jangan berusaha menarik Polri ke wilayah politik praktis. Sebab upaya itu akan merusak citra Polri, membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI.
Neta mengingatkan Mendagri bahwa tugas dua jenderal polisi yang akan dijadikan Plt Gubernur sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak. Asisten Operasi Polri yang akan dijadikan Plt Gubernur Jabar misalnya, beber Neta, bertugas mengendalikan pengamanan pilkada di seluruh Indonesia.
Demikian juga Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumatera Utara, yang bertugas mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan. "Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik-tarik sebagai pemain," sindir Neta.
Dia menambahkan Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan Mendagri. Sehingga Polri tetap konsen pada penjagaan keamanan di Pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya ikut pilkada.
"Seharusnya Plt Gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di Kemendagri karena dwi fungsi Polri melanggar UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian," ucap Neta.
"Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus dwi fungsi ABRI," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane kepada SINDOnews, Senin (28/1/2018).
Neta berharap, penguasa harus bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan jangan berusaha menarik Polri ke wilayah politik praktis. Sebab upaya itu akan merusak citra Polri, membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI.
Neta mengingatkan Mendagri bahwa tugas dua jenderal polisi yang akan dijadikan Plt Gubernur sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak. Asisten Operasi Polri yang akan dijadikan Plt Gubernur Jabar misalnya, beber Neta, bertugas mengendalikan pengamanan pilkada di seluruh Indonesia.
Demikian juga Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumatera Utara, yang bertugas mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan. "Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik-tarik sebagai pemain," sindir Neta.
Dia menambahkan Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan Mendagri. Sehingga Polri tetap konsen pada penjagaan keamanan di Pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya ikut pilkada.
"Seharusnya Plt Gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di Kemendagri karena dwi fungsi Polri melanggar UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian," ucap Neta.
(kri)