LBH Perindo: Putusan MK Soal Verifikasi Tak Bisa Diganggu Gugat
A
A
A
JAKARTA - Sikap Komisi II DPR dan pemerintah yang sepakat menghapus ketentuan verifikasi faktual Parpol calon peserta Pemilu diprotes Ketua Lembaga Bantuan Hukum Partai Persatuan Indonesia (LBH Perindo) Ricky Margono.
Ricky menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait verifikasi faktual bagi semua partai politik (parpol) harus dijalankan.
"Sudah bukan lagi dalam tatanan pembicaraan atau perbincangan lagi atau diskusi lagi, tidak perlu ada rapat dengar pendapat lagi, sudah tidak ada lagi hal yang seperti itu," ujar Ricky kepada SINDOnews, Kamis (18/1/2018). (Baca juga: KPU Tetap Jalankan Putusan MK )
Karena, lanjut dia, putusan MK bersikap final dan mengikat. "Artinya apa? Sudah tidak bisa lagi diganggu gugat," tuturnya.
Dia pun mengingatkan setiap keputusan MK berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. "Karena memang apa yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan undang-undang, jadi penggantinya undang-undang. Ini mesti dikedepankan," tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, kesepakatan antara Komisi II DPR dan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu dianggap tidak etis.
"Pemerintah dalam hal ini Kemendagri dan DPR itu tidak punya kewenangan untuk melakukan itu, karena yang jadi patokan sekarang putusan MK, bukan yang lain-lain lagi, dan wajib hukumnya, harga mati hukumnya, putusan MK harus dijalankan," ucapnya.
Ricky menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait verifikasi faktual bagi semua partai politik (parpol) harus dijalankan.
"Sudah bukan lagi dalam tatanan pembicaraan atau perbincangan lagi atau diskusi lagi, tidak perlu ada rapat dengar pendapat lagi, sudah tidak ada lagi hal yang seperti itu," ujar Ricky kepada SINDOnews, Kamis (18/1/2018). (Baca juga: KPU Tetap Jalankan Putusan MK )
Karena, lanjut dia, putusan MK bersikap final dan mengikat. "Artinya apa? Sudah tidak bisa lagi diganggu gugat," tuturnya.
Dia pun mengingatkan setiap keputusan MK berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. "Karena memang apa yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan undang-undang, jadi penggantinya undang-undang. Ini mesti dikedepankan," tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, kesepakatan antara Komisi II DPR dan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu dianggap tidak etis.
"Pemerintah dalam hal ini Kemendagri dan DPR itu tidak punya kewenangan untuk melakukan itu, karena yang jadi patokan sekarang putusan MK, bukan yang lain-lain lagi, dan wajib hukumnya, harga mati hukumnya, putusan MK harus dijalankan," ucapnya.
(dam)