Arus Kas BUMN Negatif
A
A
A
Perusahaan pelat merah yang banyak mengerjakan proyek infrastruktur mulai mengalami tekanan dari sisi keuangan. Kok bisa? Bukankah perusahaan konstruksi milik negara yang menangani berbagai proyek infrastruktur justru telah mencetak kenaikan laba? Betul.
Namun, ada indikator lain yang menunjukkan bahwa arus kas badan usaha milik negara (BUMN) tersebut mulai tergerus. Setidaknya tergambar dari debt to equity ratio (DER) atau rasio utang terhadap ekuitas yang mengalami kenaikan.
Ditengarai penyebabnya adalah pembangunan infrastruktur yang cukup kencang, namun tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan yang memadai dari infrastruktur yang dikerjakan itu.
Kondisi BUMN yang fokus menangani proyek infrastruktur tersebut tentu harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pasalnya, semakin tinggi DER maka beban utang yang harus ditanggung perusahaan semakin berat, ujung-ujungnya akan menurunkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), terlihat bagaimana kinerja BUMN karya sepanjang sembilan bulan pada 2017 yang mendapat tugas khusus ”mengamankan” proyek infrastruktur. Perolehan laba melonjak, tetapi arus kas bermasalah.
Tengok saja, PT Adhi Karya Tbk mencatatkan laba bersih Rp205,07 miliar atau naik 78% dari Rp115,18 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Begitu pula pendapatan usaha melonjak 57% menjadi Rp8,7 triliun dari 5,69 triliun.
Namun, arus kas emiten dengan kode ADHI tercetak minus Rp3 triliun. Jumlah arus kas penerimaan sebesar Rp6,87 triliun, sedangkan arus kas pengeluaran mencapai Rp9,9 triliun. Adapun DER perusahaan yang sedang menggarap proyek LRT itu cukup tinggi sekitar 3,4 kali.
Selanjutnya, PT Waskita Karya Tbk memiliki arus kas bersih untuk aktivitas operasi tercatat minus Rp5 triliun. Namun, dari sisi perolehan laba bersih melonjak sekitar 137,9% dari Rp1,08 triliun menjadi Rp2,57 triliun, sedangkan pendapatan usaha tercatat Rp28,5 triliun atau naik sekitar 50% dari Rp14 triliun lebih.
Sementara itu, arus kas bersih untuk aktivitas operasi PT Wjaya Karya Tbk juga mengalami minus Rp2,69 triliun. Perusahaan terbuka dengan kode WIKA mengantongi laba bersih Rp682,64 miliar atau naik 46,66% dari Rp465,46 triliun.
Arus kas bersih untuk aktivitas operasi PT Pembangunan Perumahan Tbk juga alami minus sebesar Rp1,52 triliun. Adapun laba bersih emiten dengan kode PTPP itu melonjak 74,7% dari Rp556 miliar menjadi Rp989,9 miliar.
Fenomena arus kas yang tergerus untuk empat perusahaan negara itu kalau tidak segera diatasi akan mulai memengaruhi perusahaan paling tidak tiga tahun ke depan.
Akibat arus kas yang minus itu, harga saham empat perusahaan negara itu di pasar saham tak begitu menggembirakan sepanjang tahun ini. Memang, perolehan laba bersih cukup kinclong namun tak mampu meyakinkan investor pasar modal untuk mengoleksi sahamnya.
Sejumlah analis saham menyebut bahwa investor menjauhi saham-saham BUMN karya lantaran arus kas yang berantakan. Investor saham tidak mau ambil risiko lebih jauh dan memilih saham-saham perusahaan yang kinerjanya meyakinkan dengan arus kas yang sehat.
Manajemen PT Adhi Karya Tbk tak menampik soal arus kas untuk operasi dalam posisi minus Rp3 triliun. Hal itu terjadi, sebagaimana dibeberkan Direktur Keuangan dan Legal Adhi Karya Haris Gunawan, tidak lepas dari kewajiban utang konstruksi LRT Jabodebek dari PT Kereta Api Indonesia yang belum diselesaikan.
Utang konstruksi tersebut sebesar Rp4,5 triliun akan dibayarkan Januari tahun depan. Kalau itu terealisasi tepat waktu maka arus kas Adhi Karya kembali positif.
Karena itu, Haris Gunawan tak terlalu risau dengan kondisi keuangan perusahaan. Apalagi, pola bisnis pada perusahaan konstruksi lazim menalangi biaya pembangunan proyek terlebih dahulu. l
Sejak Joko Widodo menakhodai negeri ini, memang pembangunan infrastruktur tak diragukan lagi. Berdasarkan Peraturan Presiden No 58 Tahun 2017, pemerintah menetapkan 245 proyek strategis nasional di mana 151 di antaranya proyek infrastruktur yang sebagian besar dipercayakan pada BUMN karya.
Di satu sisi adalah berkah tersendiri bagi perusahaan pelat merah karena dapat jatah proyek yang banyak. Namun di sisi lain, kita tidak ingin BUMN karya bermasalah karena arus kas berantakan yang mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
Namun, ada indikator lain yang menunjukkan bahwa arus kas badan usaha milik negara (BUMN) tersebut mulai tergerus. Setidaknya tergambar dari debt to equity ratio (DER) atau rasio utang terhadap ekuitas yang mengalami kenaikan.
Ditengarai penyebabnya adalah pembangunan infrastruktur yang cukup kencang, namun tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan yang memadai dari infrastruktur yang dikerjakan itu.
Kondisi BUMN yang fokus menangani proyek infrastruktur tersebut tentu harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pasalnya, semakin tinggi DER maka beban utang yang harus ditanggung perusahaan semakin berat, ujung-ujungnya akan menurunkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), terlihat bagaimana kinerja BUMN karya sepanjang sembilan bulan pada 2017 yang mendapat tugas khusus ”mengamankan” proyek infrastruktur. Perolehan laba melonjak, tetapi arus kas bermasalah.
Tengok saja, PT Adhi Karya Tbk mencatatkan laba bersih Rp205,07 miliar atau naik 78% dari Rp115,18 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Begitu pula pendapatan usaha melonjak 57% menjadi Rp8,7 triliun dari 5,69 triliun.
Namun, arus kas emiten dengan kode ADHI tercetak minus Rp3 triliun. Jumlah arus kas penerimaan sebesar Rp6,87 triliun, sedangkan arus kas pengeluaran mencapai Rp9,9 triliun. Adapun DER perusahaan yang sedang menggarap proyek LRT itu cukup tinggi sekitar 3,4 kali.
Selanjutnya, PT Waskita Karya Tbk memiliki arus kas bersih untuk aktivitas operasi tercatat minus Rp5 triliun. Namun, dari sisi perolehan laba bersih melonjak sekitar 137,9% dari Rp1,08 triliun menjadi Rp2,57 triliun, sedangkan pendapatan usaha tercatat Rp28,5 triliun atau naik sekitar 50% dari Rp14 triliun lebih.
Sementara itu, arus kas bersih untuk aktivitas operasi PT Wjaya Karya Tbk juga mengalami minus Rp2,69 triliun. Perusahaan terbuka dengan kode WIKA mengantongi laba bersih Rp682,64 miliar atau naik 46,66% dari Rp465,46 triliun.
Arus kas bersih untuk aktivitas operasi PT Pembangunan Perumahan Tbk juga alami minus sebesar Rp1,52 triliun. Adapun laba bersih emiten dengan kode PTPP itu melonjak 74,7% dari Rp556 miliar menjadi Rp989,9 miliar.
Fenomena arus kas yang tergerus untuk empat perusahaan negara itu kalau tidak segera diatasi akan mulai memengaruhi perusahaan paling tidak tiga tahun ke depan.
Akibat arus kas yang minus itu, harga saham empat perusahaan negara itu di pasar saham tak begitu menggembirakan sepanjang tahun ini. Memang, perolehan laba bersih cukup kinclong namun tak mampu meyakinkan investor pasar modal untuk mengoleksi sahamnya.
Sejumlah analis saham menyebut bahwa investor menjauhi saham-saham BUMN karya lantaran arus kas yang berantakan. Investor saham tidak mau ambil risiko lebih jauh dan memilih saham-saham perusahaan yang kinerjanya meyakinkan dengan arus kas yang sehat.
Manajemen PT Adhi Karya Tbk tak menampik soal arus kas untuk operasi dalam posisi minus Rp3 triliun. Hal itu terjadi, sebagaimana dibeberkan Direktur Keuangan dan Legal Adhi Karya Haris Gunawan, tidak lepas dari kewajiban utang konstruksi LRT Jabodebek dari PT Kereta Api Indonesia yang belum diselesaikan.
Utang konstruksi tersebut sebesar Rp4,5 triliun akan dibayarkan Januari tahun depan. Kalau itu terealisasi tepat waktu maka arus kas Adhi Karya kembali positif.
Karena itu, Haris Gunawan tak terlalu risau dengan kondisi keuangan perusahaan. Apalagi, pola bisnis pada perusahaan konstruksi lazim menalangi biaya pembangunan proyek terlebih dahulu. l
Sejak Joko Widodo menakhodai negeri ini, memang pembangunan infrastruktur tak diragukan lagi. Berdasarkan Peraturan Presiden No 58 Tahun 2017, pemerintah menetapkan 245 proyek strategis nasional di mana 151 di antaranya proyek infrastruktur yang sebagian besar dipercayakan pada BUMN karya.
Di satu sisi adalah berkah tersendiri bagi perusahaan pelat merah karena dapat jatah proyek yang banyak. Namun di sisi lain, kita tidak ingin BUMN karya bermasalah karena arus kas berantakan yang mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
(nag)