Pendekatan Baru Dakwah Transformatif
A
A
A
Mayjen TNI (Purn) H Kurdi Mustofa MM
Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI)
SAAT ini umat Islam di Indonesia tengah mengalami proses transisi dan transformasi. Transisi tersebut menuju paradigma baru dengan mulai menafikan tradisi primordialisme ke dalam tradisi yang lebih egaliter. Sekat-sekat paham dan aliran mulai luntur berganti hanya satu identitas, yaitu muslim.
Selama ini problem mayoritas muslim memang tergadai dan tersandera oleh sekat paham dan aliran. Dan yang lebih memprihatinkan mayoritas muslim hidup termarginalkan. Kemapanan hidup marginal makin mengkristal bersama para pemimpin umat yang tetap menginginkan langgengnya penghormatan, bahkan kultus. Jangan heran di kampung-kampung dan di pinggiran menyikapi kemiskinan dan kebodohan dianggap sebagai keadaan yang lumrah dijalani. Mengapa? Karena hidup enak dan surga muslim itu di akhirat, sementara dunia adalah surga bagi orang-orang kafir.
Sementara itu, proses transformasi juga tengah bergulir. Ada kelompok yang jengah dengan keadaan menghadapi sebatas rutinitas amaliyah, apalagi sekadar memupuk ketaatan pribadi. Mereka melihat hari demi hari umat Islam disibukkan hiruk-pikuk para pemimpinnya, tetapi tidak menyentuh kepentingan umat. Bisa jadi malahan umat dijadikan objek untuk kepentingan dan ambisi pribadi.
Muncullah saat ini para mujahid dakwah tampil ke permukaan dan mulai mengambil inisiatif. Para mujahid dakwah dengan segala perannya–apakah dengan ilmunya, hartanya, keahlian teknologinya– bersatu dalam satu barisan ingin melahirkan muslim baru Indonesia tanpa embel-embel apa pun. Siapa mereka sesungguhnya para mujahid dakwah itu? Mereka adalah komunitas dan kelas menengah baru yang menampakkan eksistensi spiritualitas di tengah kejumudan, kemiskinan, dan kebodohan saudara-saudaranya.
Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia paling cepat dengan persentase yang besar. Itu artinya lahirnya kesadaran baru atas kewajiban dakwah menjadi semacam kebutuhan dan panggilan. Saya optimistis gerakan ini akan menjadi bola salju dan mayoritas umat saatnya nanti akan keluar dari organisasi-organisasi konvensional menuju sebuah komunitas dengan hanya satu identitas, yaitu saya muslim.
Kelahiran kelas menengah baru atas panggilan dakwah dapat ditengarai peran dan kontribusi berbagai gerakan jamaah selama akhir 2016 hingga beberapa hari lalu pada helat akbar yang dihadiri oleh jutaan umat dalam acara reuni 212. Komunitas dan umat mengambil inisiatif masing-masing untuk sampai ke Monas. Tidak ada dukungan apa pun dari panitia. Yang ada adalah ta’awun antarsesama sahabat muslim. Transportasi, minuman, snack, tikar, sajadah, dll. Semangat seperti ini diyakini akan tetap bertahan di masa depan.
Oleh karena ke depan proses transformasi yang sekarang tengah bergulir mesti mengkristal dalam satu wadah yang tetap berorientasi pada pilar utama dakwah, pilar utama dakwah dalam konteks amar ma’ruf adalah dengan hikmah dan bijaksana, dengan nasihat yang santun dan lembut. Meskipun mesti berdebat, tetap argumentatif dan penuh kecerdasan. Dalam konteks nahi munkar, pendekatannya adalah: ubahlah dengan tanganmu, dengan lisan penuh kearifan, dan jika kemampuan amat terbatas dan tertekan dengan doa mustajabah.
Melalui dua pendekatan ini, para pimpinan mujahid dakwah akan memfokuskan pada segmentasi keahlian masing-masing. Maka, nantinya ada dakwah politik, dakwah ekonomi, dakwah pemerintahan, dakwah budaya, dakwah keamanan dan ketertiban, dakwah media, dan dakwah lain. Maka, akan lahirlah ribuan dan mungkin ratusan ribu pemimpin mujahid dakwah di bidang masing-masing.
Sekarang baru berjuang dalam satu aspek dakwah nahi munkar. Terpilihnya Gubernur DKI Anies Baswedan sebagai salah satu tokoh mujahid dakwah dari kelas menengah telah menabur jariyah kepada para pejuang-pejuangnya. Para mujahid dan mujahidah juga dapat aliran pahala atas kebijakan menutup hotel tempat maksiat, azan salat masuk ke ruang kantor, fasilitas musala di pemberhentian Transjakarta. Tentu ke depan akan terus membagi jariyah kebaikan. Dakwah ekonomi telah pula dirintis pendirian 212 MART dan koperasi.
Simultansi dakwah seluas aspek kehidupan dapat disusun para inisiator gerakan ini. Jadi, tidak hanya menumpuk dalam satu panggung menunggu giliran orasi. Akan lahirlah cita-cita Islam di Indonesia dengan umat Islam yang mampu mewujudkan baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Kitalah yang menikmati rezeki kekayaan alam ini, bukan orang lain.
Karena itu, capaian yang telah berhasil terkonsolidasi dengan baik itu perlu terus dipelihara oleh para pemimpin umat agar tidak tergoda oleh pragmatisme dan iming-iming kekuasaan yang sesaat dan dapat meruntuhkan kepercayaan umat yang sangat besar saat ini. Konsistensi perjuangan umat Islam, istiqamah dalam memegang prinsip harus menjadi kepribadian dan karakter pemimpin umat, dalam mewujudkan Indonesia sebagai baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Wallahu a’lam bish-shawab.
Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI)
SAAT ini umat Islam di Indonesia tengah mengalami proses transisi dan transformasi. Transisi tersebut menuju paradigma baru dengan mulai menafikan tradisi primordialisme ke dalam tradisi yang lebih egaliter. Sekat-sekat paham dan aliran mulai luntur berganti hanya satu identitas, yaitu muslim.
Selama ini problem mayoritas muslim memang tergadai dan tersandera oleh sekat paham dan aliran. Dan yang lebih memprihatinkan mayoritas muslim hidup termarginalkan. Kemapanan hidup marginal makin mengkristal bersama para pemimpin umat yang tetap menginginkan langgengnya penghormatan, bahkan kultus. Jangan heran di kampung-kampung dan di pinggiran menyikapi kemiskinan dan kebodohan dianggap sebagai keadaan yang lumrah dijalani. Mengapa? Karena hidup enak dan surga muslim itu di akhirat, sementara dunia adalah surga bagi orang-orang kafir.
Sementara itu, proses transformasi juga tengah bergulir. Ada kelompok yang jengah dengan keadaan menghadapi sebatas rutinitas amaliyah, apalagi sekadar memupuk ketaatan pribadi. Mereka melihat hari demi hari umat Islam disibukkan hiruk-pikuk para pemimpinnya, tetapi tidak menyentuh kepentingan umat. Bisa jadi malahan umat dijadikan objek untuk kepentingan dan ambisi pribadi.
Muncullah saat ini para mujahid dakwah tampil ke permukaan dan mulai mengambil inisiatif. Para mujahid dakwah dengan segala perannya–apakah dengan ilmunya, hartanya, keahlian teknologinya– bersatu dalam satu barisan ingin melahirkan muslim baru Indonesia tanpa embel-embel apa pun. Siapa mereka sesungguhnya para mujahid dakwah itu? Mereka adalah komunitas dan kelas menengah baru yang menampakkan eksistensi spiritualitas di tengah kejumudan, kemiskinan, dan kebodohan saudara-saudaranya.
Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia paling cepat dengan persentase yang besar. Itu artinya lahirnya kesadaran baru atas kewajiban dakwah menjadi semacam kebutuhan dan panggilan. Saya optimistis gerakan ini akan menjadi bola salju dan mayoritas umat saatnya nanti akan keluar dari organisasi-organisasi konvensional menuju sebuah komunitas dengan hanya satu identitas, yaitu saya muslim.
Kelahiran kelas menengah baru atas panggilan dakwah dapat ditengarai peran dan kontribusi berbagai gerakan jamaah selama akhir 2016 hingga beberapa hari lalu pada helat akbar yang dihadiri oleh jutaan umat dalam acara reuni 212. Komunitas dan umat mengambil inisiatif masing-masing untuk sampai ke Monas. Tidak ada dukungan apa pun dari panitia. Yang ada adalah ta’awun antarsesama sahabat muslim. Transportasi, minuman, snack, tikar, sajadah, dll. Semangat seperti ini diyakini akan tetap bertahan di masa depan.
Oleh karena ke depan proses transformasi yang sekarang tengah bergulir mesti mengkristal dalam satu wadah yang tetap berorientasi pada pilar utama dakwah, pilar utama dakwah dalam konteks amar ma’ruf adalah dengan hikmah dan bijaksana, dengan nasihat yang santun dan lembut. Meskipun mesti berdebat, tetap argumentatif dan penuh kecerdasan. Dalam konteks nahi munkar, pendekatannya adalah: ubahlah dengan tanganmu, dengan lisan penuh kearifan, dan jika kemampuan amat terbatas dan tertekan dengan doa mustajabah.
Melalui dua pendekatan ini, para pimpinan mujahid dakwah akan memfokuskan pada segmentasi keahlian masing-masing. Maka, nantinya ada dakwah politik, dakwah ekonomi, dakwah pemerintahan, dakwah budaya, dakwah keamanan dan ketertiban, dakwah media, dan dakwah lain. Maka, akan lahirlah ribuan dan mungkin ratusan ribu pemimpin mujahid dakwah di bidang masing-masing.
Sekarang baru berjuang dalam satu aspek dakwah nahi munkar. Terpilihnya Gubernur DKI Anies Baswedan sebagai salah satu tokoh mujahid dakwah dari kelas menengah telah menabur jariyah kepada para pejuang-pejuangnya. Para mujahid dan mujahidah juga dapat aliran pahala atas kebijakan menutup hotel tempat maksiat, azan salat masuk ke ruang kantor, fasilitas musala di pemberhentian Transjakarta. Tentu ke depan akan terus membagi jariyah kebaikan. Dakwah ekonomi telah pula dirintis pendirian 212 MART dan koperasi.
Simultansi dakwah seluas aspek kehidupan dapat disusun para inisiator gerakan ini. Jadi, tidak hanya menumpuk dalam satu panggung menunggu giliran orasi. Akan lahirlah cita-cita Islam di Indonesia dengan umat Islam yang mampu mewujudkan baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Kitalah yang menikmati rezeki kekayaan alam ini, bukan orang lain.
Karena itu, capaian yang telah berhasil terkonsolidasi dengan baik itu perlu terus dipelihara oleh para pemimpin umat agar tidak tergoda oleh pragmatisme dan iming-iming kekuasaan yang sesaat dan dapat meruntuhkan kepercayaan umat yang sangat besar saat ini. Konsistensi perjuangan umat Islam, istiqamah dalam memegang prinsip harus menjadi kepribadian dan karakter pemimpin umat, dalam mewujudkan Indonesia sebagai baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Wallahu a’lam bish-shawab.
(kri)