Menjaga Demokrasi Kita
A
A
A
BELAKANGAN ini berbagai masalah sedikit banyak mengganggu demokrasi yang secara resmi sudah kita jalankan sejak kita merebut kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Gangguan tersebut datang dari berbagai arah dalam berbagai spektrum.
Mulai para pejabat negara yang menunjukkan nilai yang tidak demokratis, berbagai nilai-nilai yang antidemokrasi yang berkembang di masyarakat, hingga kelompok-kelompok yang mempertanyakan demokrasi karena dianggap tidak mewakili semangat Indonesia. Kelompok-kelompok ini seperti lupa akan perjalanan sejarah bangsa ini yang menunjukkan bahwa demokrasi menjadi pilihan terbaik yang kompatibel dengan nilai-nilai kebangsaan dan menjadi jalan tengah untuk negara bangsa yang majemuk ini.
Ada baiknya kita membuka-buka kembali teks-teks yang pernah disuratkan oleh para pendiri bangsa ini (founding father). Dalam konteks ini, kita bisa merujuk bapak demokrasi negeri ini yang juga salah satu proklamator negeri ini, Mohammad Hatta. Salah satu artikel yang pernah ditulis oleh Bung Hatta dengan judul ”Demokrasi Indonesia dan Kedaulatan Rakyat” menggambarkan demokrasi sebagai pilihan logis bagi kemajuan bangsa ini.
Artikel itu sendiri merupakan tanggapan Bung Hatta terhadap salah satu tokoh yang menuding bahwa demokrasi yang disokong Bung Hatta adalah demokrasi impor yang kehilangan nilai keindonesiaannya dan tidak cocok dijalankan di Indonesia. Pengkritik tersebut menyatakan demokrasi Hatta merupakan konsep dari Belanda dan tidak mencerminkan rakyat Indonesia, dan menurutnya seharusnya semua orang Indonesia merujuk pada Indonesia asli.
Dalam pleidoinya di pengadilan Hindia Belanda di Den Haag pada 1928 yang berjudul Indonesia Vrij, Hatta menyampaikan ada tiga konsep utama yang menjadi dasar Indonesia merdeka. Pertama, cita-cita rapat yang terus bertahan dalam sanubari bangsa Indonesia yang telah melalu berbagai jenis penindasan. Kedua, cita-cita massa protes, yaitu hak rakyat untuk membantah ketidakadilan negara yang menjadi dasar tuntutan kemerdekaan.
Ketiga, cita-cita tolong-menolong yang menjadi dasar untuk mendorong konsep ekonomi koperasi. Kesemua konsep itu merupakan konsep demokrasi yang didasarkan pada pergaulan asli politik Indonesia, namun telah menerima berbagai modifikasi yang disesuaikan dengan tuntutan zaman untuk menjaganya agar selalu bisa menjawab tuntutan zaman.
Hatta menekankan bahwa kedaulatan rakyat dapat dirujuk pada akar sejarah bangsa Indonesia. Sayangnya–saat itu–menurut Hatta memang belum ada pakar politik atau filosof yang mampu mengonsepsikannya dalam bahasa Indonesia sehingga kita mengambil istilah dari Barat. ”Timur boleh mengambil yang baik dari Barat, tetapi jangan ditiru, melainkan disesuaikan, yaitu mengadaptasi, bukan mengadopsi,” sebut Hatta.
Menurutnya, tidak ada konsep demokrasi asli. Dengan konsep ”demokrasi asli” berarti kita antiperubahan, padahal nyatanya dunia terus berubah dan kita harus senantiasa beradaptasi dengan perubahan tersebut. Lagi pula, nyatanya dunia Barat pun senantiasa melakukan modifikasi terhadap konsep ”demokrasi aslinya” tersebut.
Sekarang berbagai aliran bermunculan ingin menggantikan posisi demokrasi di negeri ini. Tentu sebagai warga negara, kita mempunyai kewajiban untuk menjaga demokrasi untuk tetap teguh. Demokrasi adalah pilihan logis para pendiri bangsa dengan pertimbangan utama untuk menjaga seluruh rakyat dalam bentangan Nusantara bisa bekerja bersama beriringan membangun kesejahteraan. Demokrasi tentu memiliki kelemahan, tapi bisa dikatakan bahwa demokrasi itu lesser evil dibandingkan sistem-sistem lain.
Sangat lucu ketika kelompok-kelompok yang antidemokrasi justru mengedepankan hak utama dalam demokrasi, yaitu kebebasan berpendapat ketika menyuarakan pahamnya yang antidemokrasi. Memang, inilah keunikan demokrasi yang masih memberikan ruang bahkan untuk paham yang antidemokrasi sekalipun. Isme-isme lain tersebut tidak akan mampu bertahan dalam iklim selain demokrasi, apalagi dalam sistem otoriter atau totaliter.
Mulai para pejabat negara yang menunjukkan nilai yang tidak demokratis, berbagai nilai-nilai yang antidemokrasi yang berkembang di masyarakat, hingga kelompok-kelompok yang mempertanyakan demokrasi karena dianggap tidak mewakili semangat Indonesia. Kelompok-kelompok ini seperti lupa akan perjalanan sejarah bangsa ini yang menunjukkan bahwa demokrasi menjadi pilihan terbaik yang kompatibel dengan nilai-nilai kebangsaan dan menjadi jalan tengah untuk negara bangsa yang majemuk ini.
Ada baiknya kita membuka-buka kembali teks-teks yang pernah disuratkan oleh para pendiri bangsa ini (founding father). Dalam konteks ini, kita bisa merujuk bapak demokrasi negeri ini yang juga salah satu proklamator negeri ini, Mohammad Hatta. Salah satu artikel yang pernah ditulis oleh Bung Hatta dengan judul ”Demokrasi Indonesia dan Kedaulatan Rakyat” menggambarkan demokrasi sebagai pilihan logis bagi kemajuan bangsa ini.
Artikel itu sendiri merupakan tanggapan Bung Hatta terhadap salah satu tokoh yang menuding bahwa demokrasi yang disokong Bung Hatta adalah demokrasi impor yang kehilangan nilai keindonesiaannya dan tidak cocok dijalankan di Indonesia. Pengkritik tersebut menyatakan demokrasi Hatta merupakan konsep dari Belanda dan tidak mencerminkan rakyat Indonesia, dan menurutnya seharusnya semua orang Indonesia merujuk pada Indonesia asli.
Dalam pleidoinya di pengadilan Hindia Belanda di Den Haag pada 1928 yang berjudul Indonesia Vrij, Hatta menyampaikan ada tiga konsep utama yang menjadi dasar Indonesia merdeka. Pertama, cita-cita rapat yang terus bertahan dalam sanubari bangsa Indonesia yang telah melalu berbagai jenis penindasan. Kedua, cita-cita massa protes, yaitu hak rakyat untuk membantah ketidakadilan negara yang menjadi dasar tuntutan kemerdekaan.
Ketiga, cita-cita tolong-menolong yang menjadi dasar untuk mendorong konsep ekonomi koperasi. Kesemua konsep itu merupakan konsep demokrasi yang didasarkan pada pergaulan asli politik Indonesia, namun telah menerima berbagai modifikasi yang disesuaikan dengan tuntutan zaman untuk menjaganya agar selalu bisa menjawab tuntutan zaman.
Hatta menekankan bahwa kedaulatan rakyat dapat dirujuk pada akar sejarah bangsa Indonesia. Sayangnya–saat itu–menurut Hatta memang belum ada pakar politik atau filosof yang mampu mengonsepsikannya dalam bahasa Indonesia sehingga kita mengambil istilah dari Barat. ”Timur boleh mengambil yang baik dari Barat, tetapi jangan ditiru, melainkan disesuaikan, yaitu mengadaptasi, bukan mengadopsi,” sebut Hatta.
Menurutnya, tidak ada konsep demokrasi asli. Dengan konsep ”demokrasi asli” berarti kita antiperubahan, padahal nyatanya dunia terus berubah dan kita harus senantiasa beradaptasi dengan perubahan tersebut. Lagi pula, nyatanya dunia Barat pun senantiasa melakukan modifikasi terhadap konsep ”demokrasi aslinya” tersebut.
Sekarang berbagai aliran bermunculan ingin menggantikan posisi demokrasi di negeri ini. Tentu sebagai warga negara, kita mempunyai kewajiban untuk menjaga demokrasi untuk tetap teguh. Demokrasi adalah pilihan logis para pendiri bangsa dengan pertimbangan utama untuk menjaga seluruh rakyat dalam bentangan Nusantara bisa bekerja bersama beriringan membangun kesejahteraan. Demokrasi tentu memiliki kelemahan, tapi bisa dikatakan bahwa demokrasi itu lesser evil dibandingkan sistem-sistem lain.
Sangat lucu ketika kelompok-kelompok yang antidemokrasi justru mengedepankan hak utama dalam demokrasi, yaitu kebebasan berpendapat ketika menyuarakan pahamnya yang antidemokrasi. Memang, inilah keunikan demokrasi yang masih memberikan ruang bahkan untuk paham yang antidemokrasi sekalipun. Isme-isme lain tersebut tidak akan mampu bertahan dalam iklim selain demokrasi, apalagi dalam sistem otoriter atau totaliter.
(kri)