Menjaga Demokrasi Kita

Jum'at, 08 Desember 2017 - 07:10 WIB
Menjaga Demokrasi Kita
Menjaga Demokrasi Kita
A A A
BELAKANGAN ini berbagai masalah sedikit banyak meng­gang­g­u demokrasi yang secara resmi sudah kita jalankan sejak ki­ta merebut kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Gan­g­gu­an tersebut datang dari berbagai arah dalam berbagai spektrum.

Mul­ai para pejabat negara yang menunjukkan nilai yang tidak de­m­­okratis, berbagai nilai-nilai yang antidemokrasi yang b­e­r­kem­bang di masyarakat, hingga kelompok-kelompok yang mem­per­ta­nyakan demokrasi karena dianggap tidak mewakili semangat In­do­nesia. Kelompok-kelompok ini seperti lupa akan perjalanan ­se­jarah bangsa ini yang menunjukkan bahwa demokrasi menjadi pi­lihan terbaik yang kompatibel dengan nilai-nilai kebangsaan dan menjadi jalan tengah untuk negara bangsa yang majemuk ini.

Ada baiknya kita membuka-buka kembali teks-teks yang per­nah disuratkan oleh para pendiri bangsa ini (founding father). Da­lam konteks ini, kita bisa merujuk bapak demokrasi negeri ini yang juga salah satu proklamator negeri ini, Mohammad Hatta. Sa­lah satu artikel yang pernah ditulis oleh Bung Hatta dengan ju­dul ”Demokrasi Indonesia dan Kedaulatan Rakyat” meng­gam­bar­kan demokrasi sebagai pilihan logis bagi kemajuan bangsa ini.

Ar­ti­kel itu sendiri merupakan tanggapan Bung Hatta terhadap salah sa­tu tokoh yang menuding bahwa demokrasi yang disokong Bung Hat­ta adalah demokrasi impor yang kehilangan nilai keind­o­ne­sia­­annya dan tidak cocok dijalankan di Indonesia. Pengkritik ter­se­but menyatakan demokrasi Hatta merupakan konsep dari Be­lan­da dan tidak mencerminkan rakyat Indonesia, dan me­nu­rut­nya seharusnya semua orang Indonesia merujuk pada Indonesia asli.

Dalam pleidoinya di pengadilan Hindia Belanda di Den Haag pa­da 1928 yang berjudul Indonesia Vrij, Hatta menyampaikan ada ti­ga konsep utama yang menjadi dasar Indonesia merdeka. Per­ta­ma, cita-cita rapat yang terus bertahan dalam sanubari bangsa In­do­nesia yang telah melalu berbagai jenis penindasan. Kedua, cita-cita massa protes, yaitu hak rakyat untuk membantah ketida­k­adil­an negara yang menjadi dasar tuntutan kemerdekaan.

Ketiga, cita-cita tolong-menolong yang menjadi dasar untuk mendorong kon­sep ekonomi koperasi. Kesemua konsep itu merupakan kon­sep demokrasi yang didasarkan pada pergaulan asli politik In­do­ne­sia, namun telah menerima berbagai modifikasi yang di­se­suai­kan dengan tuntutan zaman untuk menjaganya agar selalu bisa men­jawab tuntutan zaman.

Hatta menekankan bahwa kedaulatan rakyat dapat dirujuk pada akar sejarah bangsa Indonesia. Sayangnya–saat itu–me­nu­rut Hatta memang belum ada pakar politik atau filosof yang mam­pu mengonsepsikannya dalam bahasa Indonesia sehingga kita meng­ambil istilah dari Barat. ”Timur boleh mengambil yang baik dari Barat, tetapi jangan ditiru, melainkan disesuaikan, yaitu meng­adap­tasi, bukan mengadopsi,” sebut Hatta.

Menurutnya, tidak ada kon­sep demokrasi asli. Dengan konsep ”demokrasi asli” berarti kita antiperubahan, padahal nyatanya dunia terus berubah dan ki­ta harus senantiasa beradaptasi dengan perubahan tersebut. La­gi pula, nyatanya dunia Barat pun senantiasa melakukan mo­di­fi­kasi terhadap konsep ”demokrasi aslinya” tersebut.

Sekarang berbagai aliran bermunculan ingin menggantikan po­sisi demokrasi di negeri ini. Tentu sebagai warga negara, kita mem­p­unyai kewajiban untuk menjaga demokrasi untuk tetap te­guh. Demokrasi adalah pilihan logis para pendiri bangsa dengan per­timbangan utama untuk menjaga seluruh rakyat dalam ben­tang­an Nusantara bisa bekerja bersama beriringan membangun ke­sejahteraan. Demokrasi tentu memiliki kelemahan, tapi bisa di­katakan bahwa demokrasi itu lesser evil dibandingkan sistem-sis­tem lain.

Sangat lucu ketika kelompok-kelompok yang antidemokrasi jus­­tru mengedepankan hak utama dalam demokrasi, yaitu ke­be­­bas­an berpendapat ketika menyuarakan pahamnya yang an­ti­­de­mo­krasi. Memang, inilah keunikan demokrasi yang masih mem­­be­ri­kan ruang bahkan untuk paham yang antidemokrasi sek­­­a­li­pun. Isme-isme lain tersebut tidak akan mampu ber­ta­han dalam iklim selain demokrasi, apalagi dalam sistem ot­or­i­ter atau totaliter.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9644 seconds (0.1#10.140)