Pandangan Praktisi Hukum Soal Hakim di Praperadilan Setnov
A
A
A
JAKARTA - Praktisi hukum Ridwan Darmawan mengatakan, masyarakat banyak berharap hakim tunggal Kusno yang memimpin sidang praperadilan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) menerapkan asas imparsial dan peradilan yang bebas dan terbuka (fair trial).
Menurutnya, praperadilan jilid dua yang kembali diajukan Novanto mendapat perhatian serius dari masyarakat dan pegiat antikorupsi.
Sehingga, jika hakim kembali mengabulkan praperadilan Novanto dikhawatirkan akan timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dalam jangka waktu yang lama.
"Karena sosok Novanto ini sudah dianalogikan seumpama belut yang licin dan sakti berhadapan dengan hukum," ujar Ridwan saat dihubungi SINDONEWS, Kamis (30/11/2017).
Anggota Presidium Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) ini mengatakan, selain memiliki dampak hukum di masyarakat, dampak lainnya, Novanto akan bebas dan kembali memimpin DPR sekaligus Partai Golkar.
Menurutnya, saat intitusi DPR dan Golkar dihadapkan pada ketidakpercayaan publik, sehingga butuh pemimpin yang 'aman' dari kasus hukum.
"Jika hakim kembali mengabulkan, ini yang menurut saya akan ada preseden buruk yang amat sangat membebani dunia hukum dan politik kita sekaligus kedepannya," tutur Ridwan yang juga seorang advokat.
Diketahui, KPK pernah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP pada 17 Juli 2017 lalu. Saat itu, Setya Novanto keberatan dengan keputusan KPK tersebut, sehingga mengajukan permohonan gugatan praperadilan ke PN Jaksel pada 4 September 2017.
Namun, Hakim PN Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, saat itu mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan Setya Novanto, Jumat 29 September 2017. Sehingga, status tersangka Setya Novanto kala itu sempat dibatalkan.
Namun, belum lama ini, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP. Keputusan penetapan tersangka oleh KPK itu pun kembali dilawan Setya Novanto dengan mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.
Adapun Setya Novanto kini telah ditahan KPK. Sementara hakim praperadilan Setya Novanto jilid II adalah Kusno, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menurutnya, praperadilan jilid dua yang kembali diajukan Novanto mendapat perhatian serius dari masyarakat dan pegiat antikorupsi.
Sehingga, jika hakim kembali mengabulkan praperadilan Novanto dikhawatirkan akan timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dalam jangka waktu yang lama.
"Karena sosok Novanto ini sudah dianalogikan seumpama belut yang licin dan sakti berhadapan dengan hukum," ujar Ridwan saat dihubungi SINDONEWS, Kamis (30/11/2017).
Anggota Presidium Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) ini mengatakan, selain memiliki dampak hukum di masyarakat, dampak lainnya, Novanto akan bebas dan kembali memimpin DPR sekaligus Partai Golkar.
Menurutnya, saat intitusi DPR dan Golkar dihadapkan pada ketidakpercayaan publik, sehingga butuh pemimpin yang 'aman' dari kasus hukum.
"Jika hakim kembali mengabulkan, ini yang menurut saya akan ada preseden buruk yang amat sangat membebani dunia hukum dan politik kita sekaligus kedepannya," tutur Ridwan yang juga seorang advokat.
Diketahui, KPK pernah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP pada 17 Juli 2017 lalu. Saat itu, Setya Novanto keberatan dengan keputusan KPK tersebut, sehingga mengajukan permohonan gugatan praperadilan ke PN Jaksel pada 4 September 2017.
Namun, Hakim PN Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, saat itu mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan Setya Novanto, Jumat 29 September 2017. Sehingga, status tersangka Setya Novanto kala itu sempat dibatalkan.
Namun, belum lama ini, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP. Keputusan penetapan tersangka oleh KPK itu pun kembali dilawan Setya Novanto dengan mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.
Adapun Setya Novanto kini telah ditahan KPK. Sementara hakim praperadilan Setya Novanto jilid II adalah Kusno, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
(maf)