Tantangan Ekonomi 2018
A
A
A
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengklaim situasi dan kondisi perekonomian nasional senantiasa mengalami perbaikan dari waktu ke waktu.
Presiden Jokowi yang berbicara dalam sebuah forum yang menghadirkan sejumlah CEO bertema “Kebijakan Makro 2018 untuk Menjaga Pertumbuhan Berkualitas” menyatakan, para CEO pasti mencatat banyak kemajuan ekonomi yang telah dicapai, termasuk pengakuan dunia internasional lewat berbagai status layak investasi di negeri ini.
Belum lama ini, tiga lembaga rating internasional telah menyematkan predikat layak investasi di Indonesia, yakni Fitch Rating, Moody’s, dan Standard and Poors. Selain itu, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia semakin membaik yang kini berada pada level 72 versi Bank Dunia. Dua tahun lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah memprediksi kondisi perekonomian nasional perlahan akan terus membaik, saat itu tak sedikit kalangan yang meragukan.
Benarkah perekonomian Indonesia telah banyak mencapai kemajuan dalam jangka waktu dua tahun terakhir ini? Bukannya para pelaku bisnis terus melakukan efisiensi seraya menunggu kondisi perekonomian lebih kondusif.
Sejumlah pebisnis yang bergerak pada sektor ritel telah menutup gerai seiring terjadinya pelemahan daya beli masyarakat, meski pemerintah tegas membantah bahwa tidak benar ada penurunan daya beli masyarakat yang terjadi pola belanja masyarakat yang mengalami pergeseran. Lalu, bagaimana dengan penyaluran kredit perbankan yang melenceng dari target yang dipatok.
Semula Bank Indonesia (BI) menargetkan setidaknya penyaluran kredit perbankan bakal bertumbuh di atas dua digit atau sekitar 12%, tapi faktanya jangan berharap dalam waktu tinggal sebulan bisa direalisasikan. Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan diprediksi hanya pada kisaran 8% hingga akhir tahun ini.
Lalu, bagaimana dengan prediksi pertumbuhan perekonomian nasional untuk tahun depan yang juga disebut tahun politik karena akan diwarnai pelaksanaan ratusan Pilkada 2018 dan persiapan Pilpres untuk 2019? Tahun depan, Gubernur BI Agus Martowardojo berkeyakinan, pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,1% hingga 5,5% yang didongkrak oleh permintaan domestik.
Adapun tingkat inflasi diprediksi pada kisaran 3,5% plus-minus 1%. Faktor lain yang memberi angin segar adalah perekonomian global sudah menunjukkan kecenderungan membaik yang diiringi peningkatan harga komoditas di pasar internasional. Selain itu, respons pengetatan kebijakan moneter di sejumlah negara maju secara gradual telah diantisipasi pasar dengan baik.
Namun, dia mewanti-wanti bahwa kondisi dan situasi yang menggembirakan tersebut harus dibarengi dengan kebijakan pendukung agar pertumbuhan perekonomian nasional berkesinambungan. Dari pihak bank sentral telah menetapkan arah kebijakan ke depan adalah bagaimana menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonomi, bahkan memperkuat momentum pemulihan ekonomi dalam negeri. Pihak BI akan fokus pada kebijakan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang sudah berada pada jalur yang tepat.
Selain itu, bank sentral terus mendorong pihak perbankan menyediakan lindung nilai yang lebih efisien untuk korporasi melalui pemanfaatan structured product, seperti call spread options. Menguatkan kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan resiliensi sistem keuangan untuk mengantisipasi potensi risiko sistemik, dalam menghadapi tantangan dan kompleksitas dinamika sistem keuangan yang ada.
Juga, memperkuat kerja sama bilateral guna meningkatkan penyelesaian transaksi perdagangan bilateral dengan menggunakan mata uang lokal (local currency settlement /LCS). Sementara itu, pengembangan skema LCS oleh bank sentral, di antaranya bilateral currency swap arrangement (BCSA) akan diimplementasikan pada awal tahun depan.
Memang, pemerintah senantiasa dituntut bagaimana pertumbuhan ekonomi jangan sampai berada di bawah angka 5%. Faktanya, pertumbuhan ekonomi yang selama ini berada di kisaran 5% ternyata belum maksimal menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat sebagaimana diharapkan.
Hal itu diamini Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution dengan menyatakan, pertumbuhan ekonomi sebesar 6% pun masih jauh dari cukup. Idealnya, Indonesia harus mencetak pertumbuhan ekonomi di atas 7% agar bisa menjaring seluruh angkatan kerja menuju masyarakat yang sejahtera.
Presiden Jokowi yang berbicara dalam sebuah forum yang menghadirkan sejumlah CEO bertema “Kebijakan Makro 2018 untuk Menjaga Pertumbuhan Berkualitas” menyatakan, para CEO pasti mencatat banyak kemajuan ekonomi yang telah dicapai, termasuk pengakuan dunia internasional lewat berbagai status layak investasi di negeri ini.
Belum lama ini, tiga lembaga rating internasional telah menyematkan predikat layak investasi di Indonesia, yakni Fitch Rating, Moody’s, dan Standard and Poors. Selain itu, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia semakin membaik yang kini berada pada level 72 versi Bank Dunia. Dua tahun lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah memprediksi kondisi perekonomian nasional perlahan akan terus membaik, saat itu tak sedikit kalangan yang meragukan.
Benarkah perekonomian Indonesia telah banyak mencapai kemajuan dalam jangka waktu dua tahun terakhir ini? Bukannya para pelaku bisnis terus melakukan efisiensi seraya menunggu kondisi perekonomian lebih kondusif.
Sejumlah pebisnis yang bergerak pada sektor ritel telah menutup gerai seiring terjadinya pelemahan daya beli masyarakat, meski pemerintah tegas membantah bahwa tidak benar ada penurunan daya beli masyarakat yang terjadi pola belanja masyarakat yang mengalami pergeseran. Lalu, bagaimana dengan penyaluran kredit perbankan yang melenceng dari target yang dipatok.
Semula Bank Indonesia (BI) menargetkan setidaknya penyaluran kredit perbankan bakal bertumbuh di atas dua digit atau sekitar 12%, tapi faktanya jangan berharap dalam waktu tinggal sebulan bisa direalisasikan. Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan diprediksi hanya pada kisaran 8% hingga akhir tahun ini.
Lalu, bagaimana dengan prediksi pertumbuhan perekonomian nasional untuk tahun depan yang juga disebut tahun politik karena akan diwarnai pelaksanaan ratusan Pilkada 2018 dan persiapan Pilpres untuk 2019? Tahun depan, Gubernur BI Agus Martowardojo berkeyakinan, pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,1% hingga 5,5% yang didongkrak oleh permintaan domestik.
Adapun tingkat inflasi diprediksi pada kisaran 3,5% plus-minus 1%. Faktor lain yang memberi angin segar adalah perekonomian global sudah menunjukkan kecenderungan membaik yang diiringi peningkatan harga komoditas di pasar internasional. Selain itu, respons pengetatan kebijakan moneter di sejumlah negara maju secara gradual telah diantisipasi pasar dengan baik.
Namun, dia mewanti-wanti bahwa kondisi dan situasi yang menggembirakan tersebut harus dibarengi dengan kebijakan pendukung agar pertumbuhan perekonomian nasional berkesinambungan. Dari pihak bank sentral telah menetapkan arah kebijakan ke depan adalah bagaimana menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonomi, bahkan memperkuat momentum pemulihan ekonomi dalam negeri. Pihak BI akan fokus pada kebijakan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang sudah berada pada jalur yang tepat.
Selain itu, bank sentral terus mendorong pihak perbankan menyediakan lindung nilai yang lebih efisien untuk korporasi melalui pemanfaatan structured product, seperti call spread options. Menguatkan kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan resiliensi sistem keuangan untuk mengantisipasi potensi risiko sistemik, dalam menghadapi tantangan dan kompleksitas dinamika sistem keuangan yang ada.
Juga, memperkuat kerja sama bilateral guna meningkatkan penyelesaian transaksi perdagangan bilateral dengan menggunakan mata uang lokal (local currency settlement /LCS). Sementara itu, pengembangan skema LCS oleh bank sentral, di antaranya bilateral currency swap arrangement (BCSA) akan diimplementasikan pada awal tahun depan.
Memang, pemerintah senantiasa dituntut bagaimana pertumbuhan ekonomi jangan sampai berada di bawah angka 5%. Faktanya, pertumbuhan ekonomi yang selama ini berada di kisaran 5% ternyata belum maksimal menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat sebagaimana diharapkan.
Hal itu diamini Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution dengan menyatakan, pertumbuhan ekonomi sebesar 6% pun masih jauh dari cukup. Idealnya, Indonesia harus mencetak pertumbuhan ekonomi di atas 7% agar bisa menjaring seluruh angkatan kerja menuju masyarakat yang sejahtera.
(rhs)