AirBnB dan Bisnis Perhotelan
A
A
A
PESATNYA perkembangan dunia industri digital terus menggerus bisnis-bisnis konvensional yang ada di Tanah Air. Kali ini yang merasakan dampaknya adalah para pengusaha perhotelan yang mulai tergerus dengan kehadiran situs layanan penginapan asal Amerika Serikat, AirBnB. Pemerintah pun dituntut harus segera turun tangan dalam mengatasi fenomena di atas. Jangan sampai masalah ini dibiarkan berlarut-larut tanpa aturan yang jelas sehingga bisnis perhotelan di Indonesia satu per satu akan kolaps.
Disrupsi teknologi digital memang sudah memasuki semua bidang usaha di Tanah Air. Disadari atau tidak, pelan tapi pasti kehadiran teknologi digital ini benar-benar menggerus bisnis konvensional yang selama ini berjaya di Tanah Air. Selain perusahaan yang berbasis online ini menawarkan efektivitas, jangkauannya luas, dan kecepatan, mereka juga sangat murah soal harga. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki usaha berbasis digital inilah yang akhirnya mengancam kehadiran bisnis-bisnis yang selama ini dijalankan secara tradisional.
Bisnis berbasis online ini terus berkembang dan diterima baik oleh masyarakat, karena masyarakat luas cenderung diuntungkan dengan kehadiran bisnis ini. Tak mengherankan bila masuknya bisnis berbasis teknologi digital seperti AirBnB yang jauh lebih murah dan praktis tadi, langsung disambut antusias oleh masyarakat. Bisnis mereka pun menjamur di mana-mana. Masyarakat yang memiliki properti juga merespons baik bisnis AirBnB dengan ikut mendaftarkan apartemen, indekosan, hingga rumahnya untuk disewakan.
Kehadiran bisnis online ini memang dilematis dan langsung memicu kontroversi. Di satu sisi, masyarakat senang karena mendapatkan keuntungan atas tarif yang murah. Namun, di sisi lain, pengusaha yang bermain di industri konvensional kelimpungan karena bisnis mereka terancam. Di sinilah kita bisa memaklumi kekhawatiran para pengusaha hotel atas kehadiran bisnis AirBnB tersebut; karena memang jika disuruh bertarung secara langsung dengan sistem sharing economy yang dimiliki oleh AirBnB, pengusaha perhotelan pasti kalah karena harga yang ditawarkan AirBnB sangat murah.
Mengapa pemerintah harus segera bertindak merespons kepanikan pengusaha perhotelan ini? Pertama, bisnis hotel saat ini sudah mulai terancam. Bahkan, mereka harus merelakan terus menurunkan tarifnya untuk bisa tetap sekadar bisa beroperasi. Kedua, persaingan yang terjadi dinilai tidak fair. Hotel konvensional yang selama ini beroperasi harus membayar pajak dan banyak biaya operasional lain yang dikeluarkan, sedangkan AirBnB tidak membayar pajak. Di sini, pemerintah juga dirugikan atas hilangnya potensi pajak yang seharusnya dibayar AirBnB.
Karena itu, pemerintah harus segera mengatasi masalah ini. Jangan sampai fenomena AirBnB ini akhirnya berujung seperti fenomena angkutan online yang hingga saat ini masih belum ada solusi yang jelas. Artinya apa, pemerintah harus bijaksana dalam memberikan solusi yang adil bagi semuanya. Intinya adalah kehadiran bisnis AirBnB tak bisa dihindari di tengah era globalisasi seperti sekarang ini. Pemerintah Indonesia juga tak bisa serta-merta melarang atau menutup kehadiran AirBnB di Indonesia. Karena seperti halnya bisnis angkutan online yang juga menjadi kontroversi, merupakan fenomena perkembangan teknologi dunia yang tak bisa distop kehadirannya.
Yang bisa dilakukan adalah bagaimana pemerintah Indonesia membuat regulasi sehingga keduanya bisa berjalan seiring dan saling menguntungkan. Pemerintah, misalnya, perlu memaksa pihak AirBnB untuk membuat kantor perwakilan tetap di Indonesia, sekaligus untuk memudahkan penarikan pajaknya. Karena sampai detik ini, Indonesia masih juga kesulitan untuk menarik pajak dari berbagai pemain OTT besar seperti Google, meski mereka berbisnis di sini.
Di sisi lain, kehadiran perusahaan semacam AirBnB ini seharusnya menjadikan pengusaha hotel untuk mengubah strategi bisnisnya. Mereka tak boleh lagi hanya menjalankan perusahaan seperti masa lalu. Bagaimanapun caranya, para pengusaha hotel harus mampu ikut memanfaatkan teknologi digital ini untuk kemajuan bisnisnya. Mereka tak akan mampu melawan zaman yang serbadigital seperti saat ini. Yang bisa dilakukannya adalah terus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi sehingga tetap bisa bertahan di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat.
Disrupsi teknologi digital memang sudah memasuki semua bidang usaha di Tanah Air. Disadari atau tidak, pelan tapi pasti kehadiran teknologi digital ini benar-benar menggerus bisnis konvensional yang selama ini berjaya di Tanah Air. Selain perusahaan yang berbasis online ini menawarkan efektivitas, jangkauannya luas, dan kecepatan, mereka juga sangat murah soal harga. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki usaha berbasis digital inilah yang akhirnya mengancam kehadiran bisnis-bisnis yang selama ini dijalankan secara tradisional.
Bisnis berbasis online ini terus berkembang dan diterima baik oleh masyarakat, karena masyarakat luas cenderung diuntungkan dengan kehadiran bisnis ini. Tak mengherankan bila masuknya bisnis berbasis teknologi digital seperti AirBnB yang jauh lebih murah dan praktis tadi, langsung disambut antusias oleh masyarakat. Bisnis mereka pun menjamur di mana-mana. Masyarakat yang memiliki properti juga merespons baik bisnis AirBnB dengan ikut mendaftarkan apartemen, indekosan, hingga rumahnya untuk disewakan.
Kehadiran bisnis online ini memang dilematis dan langsung memicu kontroversi. Di satu sisi, masyarakat senang karena mendapatkan keuntungan atas tarif yang murah. Namun, di sisi lain, pengusaha yang bermain di industri konvensional kelimpungan karena bisnis mereka terancam. Di sinilah kita bisa memaklumi kekhawatiran para pengusaha hotel atas kehadiran bisnis AirBnB tersebut; karena memang jika disuruh bertarung secara langsung dengan sistem sharing economy yang dimiliki oleh AirBnB, pengusaha perhotelan pasti kalah karena harga yang ditawarkan AirBnB sangat murah.
Mengapa pemerintah harus segera bertindak merespons kepanikan pengusaha perhotelan ini? Pertama, bisnis hotel saat ini sudah mulai terancam. Bahkan, mereka harus merelakan terus menurunkan tarifnya untuk bisa tetap sekadar bisa beroperasi. Kedua, persaingan yang terjadi dinilai tidak fair. Hotel konvensional yang selama ini beroperasi harus membayar pajak dan banyak biaya operasional lain yang dikeluarkan, sedangkan AirBnB tidak membayar pajak. Di sini, pemerintah juga dirugikan atas hilangnya potensi pajak yang seharusnya dibayar AirBnB.
Karena itu, pemerintah harus segera mengatasi masalah ini. Jangan sampai fenomena AirBnB ini akhirnya berujung seperti fenomena angkutan online yang hingga saat ini masih belum ada solusi yang jelas. Artinya apa, pemerintah harus bijaksana dalam memberikan solusi yang adil bagi semuanya. Intinya adalah kehadiran bisnis AirBnB tak bisa dihindari di tengah era globalisasi seperti sekarang ini. Pemerintah Indonesia juga tak bisa serta-merta melarang atau menutup kehadiran AirBnB di Indonesia. Karena seperti halnya bisnis angkutan online yang juga menjadi kontroversi, merupakan fenomena perkembangan teknologi dunia yang tak bisa distop kehadirannya.
Yang bisa dilakukan adalah bagaimana pemerintah Indonesia membuat regulasi sehingga keduanya bisa berjalan seiring dan saling menguntungkan. Pemerintah, misalnya, perlu memaksa pihak AirBnB untuk membuat kantor perwakilan tetap di Indonesia, sekaligus untuk memudahkan penarikan pajaknya. Karena sampai detik ini, Indonesia masih juga kesulitan untuk menarik pajak dari berbagai pemain OTT besar seperti Google, meski mereka berbisnis di sini.
Di sisi lain, kehadiran perusahaan semacam AirBnB ini seharusnya menjadikan pengusaha hotel untuk mengubah strategi bisnisnya. Mereka tak boleh lagi hanya menjalankan perusahaan seperti masa lalu. Bagaimanapun caranya, para pengusaha hotel harus mampu ikut memanfaatkan teknologi digital ini untuk kemajuan bisnisnya. Mereka tak akan mampu melawan zaman yang serbadigital seperti saat ini. Yang bisa dilakukannya adalah terus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi sehingga tetap bisa bertahan di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat.
(mhd)