Hunian Vertikal Kota Besar

Kamis, 23 November 2017 - 04:38 WIB
Hunian Vertikal Kota...
Hunian Vertikal Kota Besar
A A A
KEMARIN harian ini menurunkan berita tentang kemacetan yang kian parah di Jakarta. Kemacetan makin menjadi momok yang membuat Kota Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia tidak nyaman. Kemacetan merupakan satu di antara ekses dari tata kota yang kian buruk. Alhasil, kota menjadi makin semrawut. Kesemrawutan ini juga berimbas pada kesesakan kota.

Berbagai kota besar di Indonesia kian terasa sesak. Rasa tersebut akan makin terasa saat melangkahkan kaki ke wilayah permukiman kumuh dan padat penduduk (slum area ) yang tersebar di berbagai pelosok kota-kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Pekanbaru, Makassar, Balikpapan, dan banyak kota besar lainnya.

Permukiman-permukiman kumuh dan padat penduduk tersebut sebenarnya sudah tidak layak untuk dihuni. Rumah-rumah berhimpit dengan jalan gang yang kumuh serta sistem sanitasi yang buruk merupakan resep bencana. Kebakaran cepat merembet, penyakit mudah menyebar, serta yang tak kalah penting minim ruang terbuka untuk bersosialisasi atau rekreasi meningkatkan tingkat stres warga.

Masalah perumahan merupakan masalah klasik di kota-kota besar. Harus ada terobosan dari penataan perumahan di kota-kota besar karena berbagai masalah sosial dan kemacetan tak akan selesai jika penataan permukimannya buruk.

Satu di antara terobosan itu sempat dilemparkan. Pembangunan rumah susun atau kampung deret sempat menjadi program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Dalam program ini akan dilakukan relokasi para penghuni permukiman kumuh dan padat penduduk dan ditempatkan dalam hunian vertikal yang disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Tentunya dengan membangun hunian vertikal akan menghemat lahan sehingga makin banyak lahan terbuka yang bisa dipakai warga kota untuk bersosialisasi dan berekreasi yang berfungsi untuk melepas stres setelah mendapatkan tekanan kerja. Berbagai studi sudah membuktikan bahwa warga kota membutuhkan ruang terbuka dan tempat rekreasi yang memadai. Sayangnya, program tersebut tak bertahan lama. Kalaupun ada, berjalan sangat lambat.

Sudah saatnya kita mengubah berbagai asumsi yang sudah ketinggalan zaman seperti orang Indonesia alergi tinggal di permukiman vertikal dan orang Indonesia selalu mengedepankan gengsi untuk mengendarai kendaraan pribadi. Nyatanya permukiman vertikal dari level rumah susun hingga apartemen mewah laris manis di Jakarta. Bukti lainnya, ketika tarif kereta Commuter Line turun drastis rupanya penumpang sedemikian membeludak.

Ramainya penumpang menunjukkan warga kota besar sudah rasional. Tanpa dipaksa, mereka lebih memilih kereta daripada kendaraan pribadi karena jauh lebih murah, bahkan motor sekalipun. Sayangnya, karena belum banyak permukiman vertikal berharga terjangkau di sekeliling stasiun, ternyata pengeluaran untuk ojek atau angkot lebih mahal daripada tiket kereta.

Kalau kita melihat kota-kota besar yang sudah maju transportasi umumnya, permukiman akan dikumpulkan di wilayah tertentu dan berjarak sangat dekat dengan stasiun (walking distance ). Warga kota pun dengan rasional memilih untuk menggunakan transportasi umum karena lebih efisien dan lebih murah.

Kita bisa bayangnya misalnya di sekitar Jalan Sudirman-Thamrin dibangun 200 rumah susun atau apartemen dengan berbagai macam kelas dan ukuran untuk menjangkau berbagai level strata sosial ekonomi di masyarakat. Misalnya tiap unit terdiri atas 25 lantai dan tiap lantai ada 20 unit, akan ada 500 unit tiap tower . Dengan asumsi tiap unit terdiri atas satu keluarga dengan jumlah tiga orang, akan ada 1.500 penghuni tiap tower .

Artinya, akan ada 300.000 penduduk yang tinggal di sekitar Jalan Sudirman-Thamrin yang merupakan satu di antara pusat bisnis di Jakarta. Jika sebagian besarnya akhirnya berpindah ke transportasi publik, sudah bisa dipastikan kemacetan akan berkurang. Itu baru hanya untuk wilayah Sudirman-Thamrin. Bila wilayah-wilayah lain di Jakarta diterapkan kebijakan yang sama, akan lebih banyak kemacetan yang tereduksi.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1052 seconds (0.1#10.140)