Presiden Jokowi Ajak Elite Berpolitik Santun
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua pihak untuk menjaga cara berpolitik yang baik. Sebab, generasi muda harus diberi contoh yang baik sehingga nilai keindonesiaan tidak hilang.
Kepala Negara mengatakan, pemerintah terus menyampaikan nilai keindonesiaan, nilai kesopanan, kesantunan, dan nilai Pancasila kepada generasi muda. Presiden melihat banyak elite politik yang masih memberi pendidikan yang tidak baik kepada masyarakat dan anak-anak. Karena itu, dia menekankan kepada generasi muda semestinya dicontohkan bagaimana cara berpolitik yang beretika dengan tolok ukur adat ketimuran yang santun.
"Coba kita lihat masih banyak yang teriak-teriak tentang antek asing, antek aseng, PKI bangkit. Tentang anti-Islam, antiulama. Cara berpolitik yang beretika harus juga mulai kita sampaikan. Saya harap para senior di PPAD dan FKPPI memberikan nilai-nilai itu kepada generasi muda bagaimana cara berpolitik dan beretika, hargai senioritas dan nilai kesantunan," ujar Presiden Jokowi saat membuka Simposium Nasional Kebudayaan 2017 di Jakarta, Senin (20/11/2017).
Acara ini digelar Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI), PPAD, dan Yayasan Suluh Nasional Bangsa (YSNB). Acara bertema "Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Menyejahterakan NKRI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945" itu juga dihadiri sejumlah menteri dan para purnawirawan TNI.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, cara berpolitik yang baik harus dikembangkan dan disampaikan kepada anak-anak agar nilai keindonesiaan tidak hilang. Pemerin tah, ujarnya, sudah membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) untuk pengembangan ideologi Pancasila.
Selain itu, sudah ada Perpres Nomor 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter agar ada panduan pendidikan karakter di sekolah formal dan informal. Dia juga menekankan pentingnya pendidikan karakter, sebab kekuatan dan keterbukaan media sosial saat ini sudah sangat memengaruhi semua aspek di masyarakat. Dia memperkirakan generasi ke depan tidak akan membaca koran, melainkan media online.
"Lanskap ekonomi berubah karena interaksi sosial antarindividu dan masyarakat juga berubah total, karena lanskap interaksi global juga berubah. Jika tidak diantisipasi nilai karakter kita, keindonesiaan dan karakter bangsa juga akan tergerus," paparnya.
Ketua Penyelenggara Simposium Nasional Kebudayaan Letjen TNI (Purn) Slamet Supriadi mengatakan, simposium ini untuk memberikan masukan kepada pemerintah dan masyarakat dalam upaya pembangunan budaya bangsa. Selain itu, juga membangkitkan kembali harga diri dan semangat juang bangsa Indonesia menuju terbentuknya kepribadian Pancasila. "Kami ingin mengembangkan ketahanan budaya untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara," katanya.
Slamet menjelaskan, pihaknya ingin agar bisa menemukan rumusan nilai-nilai keindonesiaan yang harus dipertahankan dan dikembangkan serta dapat merumuskan strategi pembangunan karakter bangsa sampai dengan tahun 2050. Hasil simposium ini adalah untuk merekomendasikan masalah pokok dalam menyempurnakan Program Gerakan Nasional Revolusi Mental dan Pendidikan Kesadaran Bela Negara.
Selain itu, hasil simposium bisa menjadi masukan bagi pelaksanaan UU Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan strategi pembangunan karakter di jalur pendidikan formal, informal, dan nonformal.
Kepala Negara mengatakan, pemerintah terus menyampaikan nilai keindonesiaan, nilai kesopanan, kesantunan, dan nilai Pancasila kepada generasi muda. Presiden melihat banyak elite politik yang masih memberi pendidikan yang tidak baik kepada masyarakat dan anak-anak. Karena itu, dia menekankan kepada generasi muda semestinya dicontohkan bagaimana cara berpolitik yang beretika dengan tolok ukur adat ketimuran yang santun.
"Coba kita lihat masih banyak yang teriak-teriak tentang antek asing, antek aseng, PKI bangkit. Tentang anti-Islam, antiulama. Cara berpolitik yang beretika harus juga mulai kita sampaikan. Saya harap para senior di PPAD dan FKPPI memberikan nilai-nilai itu kepada generasi muda bagaimana cara berpolitik dan beretika, hargai senioritas dan nilai kesantunan," ujar Presiden Jokowi saat membuka Simposium Nasional Kebudayaan 2017 di Jakarta, Senin (20/11/2017).
Acara ini digelar Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI), PPAD, dan Yayasan Suluh Nasional Bangsa (YSNB). Acara bertema "Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Menyejahterakan NKRI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945" itu juga dihadiri sejumlah menteri dan para purnawirawan TNI.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, cara berpolitik yang baik harus dikembangkan dan disampaikan kepada anak-anak agar nilai keindonesiaan tidak hilang. Pemerin tah, ujarnya, sudah membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) untuk pengembangan ideologi Pancasila.
Selain itu, sudah ada Perpres Nomor 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter agar ada panduan pendidikan karakter di sekolah formal dan informal. Dia juga menekankan pentingnya pendidikan karakter, sebab kekuatan dan keterbukaan media sosial saat ini sudah sangat memengaruhi semua aspek di masyarakat. Dia memperkirakan generasi ke depan tidak akan membaca koran, melainkan media online.
"Lanskap ekonomi berubah karena interaksi sosial antarindividu dan masyarakat juga berubah total, karena lanskap interaksi global juga berubah. Jika tidak diantisipasi nilai karakter kita, keindonesiaan dan karakter bangsa juga akan tergerus," paparnya.
Ketua Penyelenggara Simposium Nasional Kebudayaan Letjen TNI (Purn) Slamet Supriadi mengatakan, simposium ini untuk memberikan masukan kepada pemerintah dan masyarakat dalam upaya pembangunan budaya bangsa. Selain itu, juga membangkitkan kembali harga diri dan semangat juang bangsa Indonesia menuju terbentuknya kepribadian Pancasila. "Kami ingin mengembangkan ketahanan budaya untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara," katanya.
Slamet menjelaskan, pihaknya ingin agar bisa menemukan rumusan nilai-nilai keindonesiaan yang harus dipertahankan dan dikembangkan serta dapat merumuskan strategi pembangunan karakter bangsa sampai dengan tahun 2050. Hasil simposium ini adalah untuk merekomendasikan masalah pokok dalam menyempurnakan Program Gerakan Nasional Revolusi Mental dan Pendidikan Kesadaran Bela Negara.
Selain itu, hasil simposium bisa menjadi masukan bagi pelaksanaan UU Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan strategi pembangunan karakter di jalur pendidikan formal, informal, dan nonformal.
(amm)