Utang Terus Bertambah

Selasa, 21 November 2017 - 08:01 WIB
Utang Terus Bertambah
Utang Terus Bertambah
A A A
UTANG luar negeri (ULN) Indonesia tetap terkendali. Demikian di­tegaskan Bank Indonesia (BI). Dalam publikasi terbaru bank sentral dibeberkan bahwa rasio ULN terhadap produk do­mestik bruto (PDB) hingga kuartal ketiga tahun ini berada di ki­sar­an 34% atau menurun sekitar 2% dibandingkan periode yang sa­ma tahun lalu yang bertengger di level 36%.

BI mencatat total ULN men­capai USD343,1 miliar, bila dikonversi dalam rupiah sebesar Rp4.631 triliun. ULN yang terdiri atas utang publik (pemerintah dan bank sentral) dan swasta tumbuh sekitar 4,5% bila dibandingkan pe­rio­de yang sama pada tahun lalu. ULN pemerintah dan bank sentral tumbuh sekitar 8,5% di­ban­ding­kan periode yang sama tahun lalu.

Meningkatnya ULN p­e­me­rin­tah seiring dengan meroketnya kebutuhan pembiayaan untuk pro­yek infrastruktur. Sementara itu, ULN swasta naik tipis sekitar 0,6% dibandingkan periode sama pada 2016. Komposisi ULN dilihat da­r­i jangka waktu didominasi ULN jangka panjang sekitar 86,2% da­ri total ULN dengan pertumbuhan sekitar 3,4% pada akhir kuartal ke­ti­ga 2017 dibandingkan kuartal ketiga 2016. Disusul ULN jangka pen­dek yang meningkat 11,6% dibandingkan periode yang sama ta­hun lalu. Dilihat dari sektor ekonomi, posisi ULN swasta berfokus pa­da empat sektor, yakni keuangan, industri pengolahan, listrik-gas-air bersih (LGA), dan pertambangan.

Bicara soal utang memang selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik perhatian khalayak, apalagi berbicara seputar utang pe­me­rintah baik ULN maupun penerbitan surat berharga negara (SBN) yang terus meningkat sejak pemerintahan dijalankan Pre­si­den Joko Wi­dodo (Jokowi). Belakangan ini sorotan terhadap utang pe­m­erintah se­makin tajam sampai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mul­yani me­ra­sa jengah untuk memberikan penjelasan setiap saat. Man­tan pe­ting­gi Bank Dunia itu malah balik bertanya, apakah un­tuk menilai ki­ner­ja pemerintah hanya berdasarkan utang? Sri Mul­yani merasa tidak adil jika hanya menyoroti kenaikan angka-angka ­utang tanpa mem­be­dah utang tersebut telah dialokasikan untuk sek­tor produktif.

Sorotan masyarakat terhadap peningkatan utang pemerintah da­lam tiga tahun di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi merupa­kan hal yang wajar karena faktanya memang demikian. Pemerintah jus­tru harus melihat dari sisi positif sebagai sebuah peringatan su­pa­ya arah kebijakan pengelolaan utang senantiasa berpegang teguh pa­da prinsip kehati-hatian, dan jangan sampai pengalokasiannya me­lenceng dari sektor produktif. Adapun total utang pemerintah te­lah menembus Rp3.866,45 triliun per September 2017, dan sebesar Rp1.261,52 triliun dikontribusikan era Presiden Jokowi.

Utang komersial tercatat sekitar 86% dari total utang pe­me­rin­tah yang meliputi pinjaman luar negeri, pinjaman dalam negeri, dan pe­nerbitan SBN. Selebihnya dari Bank Dunia sebesar 7%, Jepang se­ki­tar 5%, Asia Development Bank (ADB) 3%, dan lainnya tercatat 4%. Dari tahun ke tahun, rasio utang terhadap PDB terus mencatat pe­ningkatan walau naiknya tidak signifikan, mulai 2013 sebesar 24,9%, lalu 2014 sedikit turun menjadi 24,7%, kemudian naik lagi men­jadi 27,4% pada 2015, dan sebesar 28,3% pada 2016 lalu.

Meski angka-angka utang terus membesar, pemerintah selalu meng­imbau masyarakat agar tak perlu timbul rasa khawatir yang ber­lebihan. Pasalnya, rasio utang masih terjaga dan aman. Saat ini ra­sio utang terhadap PDB sekitar 28,6%. Rasio utang adalah tolok ukur utang sebuah negara untuk menyatakan apakah negara ter­se­but sudah dalam kategori gawat atau tidak dengan utang yang ada. Ada­pun batas utang yang dianggap gawat apabila rasio utang sudah me­nyentuh sekitar 60% terhadap PDB.

Sekadar perbandingan, ra­sio utang negara tetangga Malaysia kabarnya sudah pada level lam­pu kuning. Total utang pemerintah Negeri Jiran itu sekitar Rp2.100 tri­liun memang lebih rendah dari utang pemerintah Indonesia na­mun rasio utang terhadap PDB sekitar 53%. Bagaimana dengan tahun depan, kira-kira seberapa besar utang yang akan ditarik pemerintah? Yang pasti, pemerintah akan me­ner­bit­­kan SBN senilai Rp414,5 triliun.

Hal itu sudah disepakati antara pe­me­r­in­tah, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, dan BI. Penerbitan SBN ter­­s­e­but disesuaikan postur APBN 2018 yang dirancang defisit. Belanja APBN 2018 di­pa­tok se­be­s­ar Rp2.220,6 triliun, sedangkan penerimaan ditarget­kan Rp1.894,7 tri­liun. Dengan demikian, terdapat defisit anggaran se­ki­tar Rp325,9 tri­liun atau 2,19% terhadap PDB. Utang tergantung pos­tur APBN.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7619 seconds (0.1#10.140)