Jusuf Kalla: Pendamping Ideal Jokowi Adalah Tokoh Religius
A
A
A
JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mulai berbicara soal figur yang tepat mendampingi Joko Widodo (Jokowi) saat maju sebagai calon presiden pada 2019. Salah satu kriteria ideal pendamping Jokowi adalah seorang tokoh religius.
Pertimbangan tersebut didasarkan pada fakta bahwa Jokowi berlatar belakang nasionalis. JK menekankan, calon wakil presiden (cawapres) yang dipilih harus figur yang punya latar belakang berbeda dengan Jokowi. "Misalnya kalau presiden dari Jawa, maka wakilnya harus berasal dari luar Jawa. Dan, secara logika, penduduk Jawa berjumlah 60% sehingga Jokowi akan lebih mudah menang di wilayah Jawa," ujar JK saat menghadiri Rakernas Partai NasDem di Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Dengan kombinasi berbeda seperti itu seorang calon presiden akan mendapatkan cakupan pemilih yang lebih luas. "Juga kalau presidennya politisi, biasanya wakilnya harus teknokrat. Ini bisa dilihat agar cakupan pemilihnya luas. Itu yang penting," kata tokoh yang dua kali menjabat wapres ini.
Sejauh ini sudah empat partai politik yang mendeklarasikan Jokowi sebagai capres untuk Pemilu Presiden 2019. Terakhir, deklarasi dilakukan Partai NasDem melalui Rapat Kerja Nasional IV yang digelar di Jakarta. Sebelumnya, deklarasi dukungan untuk Jokowi datang Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura. Namun, hingga kini belum ada yang menyebutkan siapa cawapres yang akan dipasangkan dengan Jokowi, sementara JK sudah menegaskan untuk tidak akan maju lagi dalam pilpres mendatang. "Orang tanya, apakah Pak JK mau jadi cawapres 2019. Saya jawab, saya mau istirahat," kata JK.
JK juga tidak menampik bahwa nanti akan ada kecenderungan masyarakat melihat kesamaan cawapres dengan dirinya. Karena itu, akan lebih baik jika sosok tersebut mulai dimunculkan. "Kalau soal namanya siapa, itu tentunya tergantung partai pendukung juga," ucapnya.
Salah satu tokoh yang belakangan ini disebut-sebut tepat mendampingi Jokowi adalah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurman tyo. Nama Gatot termasuk diusulkan oleh pengurus Partai NasDem. Salah satu pertimbangannya Gatot dinilai dekat dengan kalangan Islam.
Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh mengaku sudah melihat beberapa nama sebagai jagoan untuk mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. Namun, dia tidak mau secara gamblang menyebut siapa nama-nama itu. "Kita menominasikan sejumlah tokoh yang kita anggap punya kemampuan, potensi diri, kapabilitas, integritas, dan bisa memberikan elektabilitas juga," ujar Paloh.
Sementara itu, Gatot Nurmantyo yang juga hadir dalam acara Rakernas Partai NasDem mengungkapkan bahwa sampai saat ini dirinya adalah seorang prajurit TNI yang harus bebas politik praktis. "Sebagai seorang prajurit, saya terbebas dari politik praktis, bahkan bermimpi soal itu pun tidak boleh," kilahnya.
Namun begitu, Gatot menilai bahwa Partai NasDem memiliki visi yang sama dengan TNI sehingga kedatangannya ke acara rakernas tersebut pun masih dalam kaitan dengan tugas sebagai panglima TNI. Bahkan bukan hanya NasDem, undangan dari partai lain pun akan dihadiri. Namun, dia menegaskan dirinya selaku panglima dan TNI secara kelembagaan akan selalu netral untuk urusan politik praktis. "Saya netral dan bersikap adil terhadap semua partai. Saya adalah prajurit TNI, mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan apapun," tegasnya.
Pertimbangan tersebut didasarkan pada fakta bahwa Jokowi berlatar belakang nasionalis. JK menekankan, calon wakil presiden (cawapres) yang dipilih harus figur yang punya latar belakang berbeda dengan Jokowi. "Misalnya kalau presiden dari Jawa, maka wakilnya harus berasal dari luar Jawa. Dan, secara logika, penduduk Jawa berjumlah 60% sehingga Jokowi akan lebih mudah menang di wilayah Jawa," ujar JK saat menghadiri Rakernas Partai NasDem di Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Dengan kombinasi berbeda seperti itu seorang calon presiden akan mendapatkan cakupan pemilih yang lebih luas. "Juga kalau presidennya politisi, biasanya wakilnya harus teknokrat. Ini bisa dilihat agar cakupan pemilihnya luas. Itu yang penting," kata tokoh yang dua kali menjabat wapres ini.
Sejauh ini sudah empat partai politik yang mendeklarasikan Jokowi sebagai capres untuk Pemilu Presiden 2019. Terakhir, deklarasi dilakukan Partai NasDem melalui Rapat Kerja Nasional IV yang digelar di Jakarta. Sebelumnya, deklarasi dukungan untuk Jokowi datang Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura. Namun, hingga kini belum ada yang menyebutkan siapa cawapres yang akan dipasangkan dengan Jokowi, sementara JK sudah menegaskan untuk tidak akan maju lagi dalam pilpres mendatang. "Orang tanya, apakah Pak JK mau jadi cawapres 2019. Saya jawab, saya mau istirahat," kata JK.
JK juga tidak menampik bahwa nanti akan ada kecenderungan masyarakat melihat kesamaan cawapres dengan dirinya. Karena itu, akan lebih baik jika sosok tersebut mulai dimunculkan. "Kalau soal namanya siapa, itu tentunya tergantung partai pendukung juga," ucapnya.
Salah satu tokoh yang belakangan ini disebut-sebut tepat mendampingi Jokowi adalah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurman tyo. Nama Gatot termasuk diusulkan oleh pengurus Partai NasDem. Salah satu pertimbangannya Gatot dinilai dekat dengan kalangan Islam.
Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh mengaku sudah melihat beberapa nama sebagai jagoan untuk mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. Namun, dia tidak mau secara gamblang menyebut siapa nama-nama itu. "Kita menominasikan sejumlah tokoh yang kita anggap punya kemampuan, potensi diri, kapabilitas, integritas, dan bisa memberikan elektabilitas juga," ujar Paloh.
Sementara itu, Gatot Nurmantyo yang juga hadir dalam acara Rakernas Partai NasDem mengungkapkan bahwa sampai saat ini dirinya adalah seorang prajurit TNI yang harus bebas politik praktis. "Sebagai seorang prajurit, saya terbebas dari politik praktis, bahkan bermimpi soal itu pun tidak boleh," kilahnya.
Namun begitu, Gatot menilai bahwa Partai NasDem memiliki visi yang sama dengan TNI sehingga kedatangannya ke acara rakernas tersebut pun masih dalam kaitan dengan tugas sebagai panglima TNI. Bahkan bukan hanya NasDem, undangan dari partai lain pun akan dihadiri. Namun, dia menegaskan dirinya selaku panglima dan TNI secara kelembagaan akan selalu netral untuk urusan politik praktis. "Saya netral dan bersikap adil terhadap semua partai. Saya adalah prajurit TNI, mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan apapun," tegasnya.
(amm)