Sinergi KTT APEC dan KTT ASEAN

Jum'at, 17 November 2017 - 08:30 WIB
Sinergi KTT APEC dan KTT ASEAN
Sinergi KTT APEC dan KTT ASEAN
A A A
Dr Edy Purwo Saputro SE MSi
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo


GLOBALISASI
memberikan konsekuensi dan karenanya dua pertemuan penting, yaitu KTT ke-25 APEC di Da Nang, Vietnam pada 10-11 November dan KTT ke-31 ASEAN pada 11-14 November di Manila, Filipina memberikan harapan terhadap pencapaian di era global dalam konteks kesejahteraan. Meski demikian, diakui bahwa upaya itu tidaklah mudah.

Paling tidak, kasus di Semenanjung Korea dan juga konflik di Myanmar adalah bukti sulitnya mencapai kesepahaman terkait kepentingan global. Bahkan, ASEAN juga tidak bisa mengelak dari konflik yang ada dan kasus Rohingya adalah fakta.

Pergerakan ASEAN yang memasuki tahun ke-50 pada 8 Agustus 2017 lalu tidak bisa lepas dari peliknya tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait era global dan tuntutan jalinan bilateral-multilateral. Globalisasi, yang selama ini diyakini sebagai dewa untuk mencapai tahapan kemakmuran bersama, ternyata tidak selamanya mendapat respons positif.

Paling tidak, ini dapat terlihat dari aksi demo yang dilakukan kelompok radikal antiglobalisasi. ASEAN tampaknya juga menjadi salah satu korban dari pesatnya aturan globalisasi. Fakta terjadinya kasus ini tentunya memicu kecemasan global dan terbukti memang benar. Bagaimana ASEAN mengantisipasi ke depan? Apakah kedua KTT dapat mereduksi ancaman konflik global?

Fokus Kajian

Terkait pertanyaan itu, ASEAN memang mempunyai peluang terutama dikaitkan dengan pangsa pasar yang sangat besar. Paling tidak harapan itu bisa terlihat dari realisasi forum pertemuan yang dibahas dalam semua forum, baik formal maupun informal. Oleh karena itu, agenda kedua KTT tampaknya mempunyai arti yang sangat penting, tidak saja bagi anggota ASEAN, tetapi juga jalinan multilateral secara makro yang melibatkan sejumlah komunitas, terutama bagi mitra dialog ASEAN, baik dari forum APEC, Uni Eropa, MEE, dan G-77 yang merupakan komunitas negara berkembang, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, beralasan jika agenda kedua KTT tidak saja terfokus pada pembahasan sektor ekonomi, tetapi juga sektor politik (lihat adanya sisi kecenderungan memanasnya iklim sospol yang memicu intrik kepentingan). Realita perkembangan pembahasan yang muncul dari kedua KTT pada dasarnya menunjukkan era global mempunyai sisi cakupan luas dan juga sekaligus mengimplementasikan berbagai tantangan perekonomian global.

Dalam hal ini, kita mengakui AFTA memang belum sepenuhnya menjamin kelancaran operasionalisasi domestik ASEAN. Hal ini menunjukkan globalisasi dan operasionalisasi ASEAN tidak semudah yang dibayangkan, juga yang terjadi dengan kemitraan APEC.

Realita terhadap tantangan yang dihadapi pada upaya memacu target pasar seharusnya memang menjadi kajian utama dalam setiap forum pertemuan, baik dalam KTT maupun forum lain, termasuk di forum ASEAN Ministerial Meeting (AMM) dan ASEAN Regional Forum (ARF). Oleh karena itu, logis jika di kedua KTT agenda pembahasan terfokus pada bagaimana menyiasati krisis sehingga mampu lepas diri dari kebobrokan ekonomi melalui recovery dan pengkajian sosial-politik yang memang mempunyai keterkaitan.

Meski demikian, kajian tentang demokrasi dan HAM juga tidak diabaikan karena kasus seperti Myanmar dan Semenanjung Korea, ternyata juga memicu keresahan regional dan karenanya harus menjadi perhatian serius di kedua forum KTT tersebut.

Khusus masalah agenda politik, komunitas ASEAN memang sangat riskan terhadap isu-isu politik, lihat misalnya pada kasus Myanmar. Dari penjabaran itu menunjukkan bahwa ASEAN tidak bisa lepas dari sejumlah agenda makro perekonomian global, termasuk pula dalam hal ini yaitu agenda intrik politik, tidak saja lingkup internal, tapi juga regional-global. Oleh karena itu, beralasan kalau dalam sejarah panjang pertemuan forum KTT selalu terjadi perdebatan.

Konsekuensi perdebatan itu sekaligus menunjukkan bahwa idealisme dan era globalisasi memang terakomodasi kuat sebab sesuai pembentukannya adalah forum formal yang membahas persoalan bersama yang bertujuan menjamin pertumbuhan-pembangunan yang berkesinambungan, tidak saja internal anggota, tetapi juga komunitas lain sebab mereka adalah pasar aktual-potensial yang harus selalu dioptimalkan. Meski demikian, operasionalisasi KTT tetap memungkinkan bagi terciptanya kesejahteraan bersama yang menjadi harapan dari globalisasi.

Selain itu, kajian dari kedua KTT tidak hanya terfokus pada perekonomian saja tapi di bidang lain yang terkait sebab semua meyakini bahwa globalisasi pada dasarnya merupakan proses multisinergi. Lalu bagaimana hasilnya?

Kepentingan Bersama

Pertanyaan itu sangat relevan terutama dikaitkan keberadaan kita dalam forum AFTA, G-77, APEC, dan ASEAN khususnya. Oleh karena itu, pengkajian tentang kesiapan menjadi sangat penting. Dari kasus yang ada, secara eksplisit diakui bahwa kita belum mampu untuk menuju liberalisasi secara riil.

Bahkan, fakta kecenderungan krisis yang mengharuskan terjadinya proses keterpurukan dan kolapsnya sejumlah industri semakin kuat membuktikan bahwa kita masih terakumulasi oleh jalinan dan belum berorientasi pada persaingan yang sehat sehingga kita dituntut untuk bisa membangun suatu sistem integrasi perekonomian yang berkelanjutan. Paling tidak, hal ini terbukti dari persoalan melemahnya daya beli dan juga neraca perdagangan.

Untuk mencapai integrasi perekonomian yang optimal memang sulit, tetapi berbagai upaya yang dilakukan tampaknya semakin menunjukkan hasil dan sekaligus ini menjadi cambuk untuk memacu optimalisasi sehingga komitmen pasar global akan mendukung kesejahteraan-kemakmuran bersama yang berkelanjutan. Peran dari kedua KTT APEC dan ASEAN sangat potensial dan harus disadari sebagai kekuatan ekonomi dalam konteks global. Meski di satu sisi tuntutan ini bisa mendukung prinsip efisiensi, tetapi di sisi lain, juga harus dikaji manfaatnya terutama dalam konteks kesiapan daya saing.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4505 seconds (0.1#10.140)