Indonesia Perlu Segera Ratifikasi UU Perlindungan Data Pribadi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengajak pelanggan kartu (simcard) prabayar untuk melakukan registrasi ulang dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK). Jika tidak, maka pemerintah akan melakukan pemblokiran secara bertahap.
Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi DKI Jakarta Mohammad Dawam mengatakan, hadirnya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di Indonesia memiliki tujuan menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan, program dan proses pengambilan keputusan kebijakan publik bahkan mendorong masyarakat untuk terlibat aktif. Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan sistem tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
"Terkait dengan hal diatas, publik berhak tahu atas rencana, program, proses, maupun kebijakan yang diambil pemerintah dengan memberi kewajiban kepada penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menyelesaikan registrasi ulang pelanggan prabayar yang datanya belum divalidasi hingga paling lambat pada 28 Februari 2018 sebagaimana tercantum di Pasal 15 Perkominfo Nomor 14 tahun 2017," ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Kamis (9/11/2017).
Menurut Dawam, polemik yang berkembang di masyarakat terkait terbitnya Perkominfo Nomor 14 Tahun 2017 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi harus dimaknai secara adil, bijaksana, dan berkeadilan baik dari aspek Perlindungan Informasi Data Pribadi oleh negara terhadap warganya, maupun perlindungan dan pertahanan warga negara terhadap negaranya sebagai bagian dari ketahanan dan pertahanan bangsa, kini dan yang akan datang.
"Seiring berlakunya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Indonesia belum meratifikasi UU Perlindungan Data Pribadi, maka saat inilah perlu dipikirkan secara serius seluruh komponen anak bangsa untuk mensinergikan, mengkolaborasikan, merajut tenun Keterbukaan Informasi Publik dan Perlindungan Informasi Data Pribadi. Sebab dari sinilah “biang awal” terjadinya polemik di masyarakat kita akhir-akhir ini," jelasnya.
Di satu sisi, kata dia, negara hendak hadir memproteksi praktik ujaran kebencian, praktik penyebaran hoax, fitnah, praktik terorisme, praktik penipuan dan praktik pidana melalui media sosial yang disebarkan melalui ponsel. Namun pada sisi lain, belum ada pengaturan terkait Perlindungan Informasi Data Pribadi, sehingga sangat wajar kekhawatiran publik secara luas atas Informasi Data Pribadi yang dilakukan dengan melakukan register ulang kartu prabayar dengan menyertakan NIK dan KK yang kemudian—dicurigai—akan digunakan untuk kepentingan maupun agenda-agenda tertentu oleh pihak-pihak tertentu.
"Siapa yang akan menjamin keamanan Perlindungan Informasi Data Pribadi kita (WNI/Warga Negara Indonesia) untuk jangka panjang nanti seiring perkembangan teknologi di era digital yang semakin canggih ini?" tandasnya.
Dawam menilai, jika negara hendak hadir melalui Peraturan Menkominfo di atas untuk melindungi warganya dari berbagai ancaman hoax, fitnah, penipuan, terorisme, ujaran kebencian, hal terkait unsur pidana, dll, maka pada saat yang sama juga harus melindungi Informasi Data Pribadi yang telah didaftarkan masyarakat dengan meregister Informasi Data Kependudukan sebagaimana Pasal 58 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang mengatur Data Perseorangan (NIK dan KK) tersebut dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dengan mekanisme dan instrumen Hukum yang ada, bahkan bilamana instrumen Hukum belum memadai, secepatnya untuk diatur guna menghindari kegaduhan massal yang mungkin akan timbul dikemudian hari.
"Kemenkominfo sebagai badan publik yang telah memberikan penugasan kepada penyelenggara jasa telekomunikasi untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, maka ia harus terbuka sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik dan juga harus menjamin bebas maladministrasi baik kini dan yang akan datang sesuai UU Pelayanan Publik dalam mengelola pendaftaran ulang kartu prabayar yang diberlakukannya itu."
"Sehingga mekanisme penyelenggaraannya pun harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif atas dasar clean and good governance, serta mendorong partisipasi publik seluas-luasnya dalam ikut serta terlibat aktif dalam pembangunan berkelanjutan sehingga hasilnya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia," sambungnya.
Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi DKI Jakarta Mohammad Dawam mengatakan, hadirnya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di Indonesia memiliki tujuan menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan, program dan proses pengambilan keputusan kebijakan publik bahkan mendorong masyarakat untuk terlibat aktif. Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan sistem tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
"Terkait dengan hal diatas, publik berhak tahu atas rencana, program, proses, maupun kebijakan yang diambil pemerintah dengan memberi kewajiban kepada penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menyelesaikan registrasi ulang pelanggan prabayar yang datanya belum divalidasi hingga paling lambat pada 28 Februari 2018 sebagaimana tercantum di Pasal 15 Perkominfo Nomor 14 tahun 2017," ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Kamis (9/11/2017).
Menurut Dawam, polemik yang berkembang di masyarakat terkait terbitnya Perkominfo Nomor 14 Tahun 2017 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi harus dimaknai secara adil, bijaksana, dan berkeadilan baik dari aspek Perlindungan Informasi Data Pribadi oleh negara terhadap warganya, maupun perlindungan dan pertahanan warga negara terhadap negaranya sebagai bagian dari ketahanan dan pertahanan bangsa, kini dan yang akan datang.
"Seiring berlakunya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Indonesia belum meratifikasi UU Perlindungan Data Pribadi, maka saat inilah perlu dipikirkan secara serius seluruh komponen anak bangsa untuk mensinergikan, mengkolaborasikan, merajut tenun Keterbukaan Informasi Publik dan Perlindungan Informasi Data Pribadi. Sebab dari sinilah “biang awal” terjadinya polemik di masyarakat kita akhir-akhir ini," jelasnya.
Di satu sisi, kata dia, negara hendak hadir memproteksi praktik ujaran kebencian, praktik penyebaran hoax, fitnah, praktik terorisme, praktik penipuan dan praktik pidana melalui media sosial yang disebarkan melalui ponsel. Namun pada sisi lain, belum ada pengaturan terkait Perlindungan Informasi Data Pribadi, sehingga sangat wajar kekhawatiran publik secara luas atas Informasi Data Pribadi yang dilakukan dengan melakukan register ulang kartu prabayar dengan menyertakan NIK dan KK yang kemudian—dicurigai—akan digunakan untuk kepentingan maupun agenda-agenda tertentu oleh pihak-pihak tertentu.
"Siapa yang akan menjamin keamanan Perlindungan Informasi Data Pribadi kita (WNI/Warga Negara Indonesia) untuk jangka panjang nanti seiring perkembangan teknologi di era digital yang semakin canggih ini?" tandasnya.
Dawam menilai, jika negara hendak hadir melalui Peraturan Menkominfo di atas untuk melindungi warganya dari berbagai ancaman hoax, fitnah, penipuan, terorisme, ujaran kebencian, hal terkait unsur pidana, dll, maka pada saat yang sama juga harus melindungi Informasi Data Pribadi yang telah didaftarkan masyarakat dengan meregister Informasi Data Kependudukan sebagaimana Pasal 58 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang mengatur Data Perseorangan (NIK dan KK) tersebut dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dengan mekanisme dan instrumen Hukum yang ada, bahkan bilamana instrumen Hukum belum memadai, secepatnya untuk diatur guna menghindari kegaduhan massal yang mungkin akan timbul dikemudian hari.
"Kemenkominfo sebagai badan publik yang telah memberikan penugasan kepada penyelenggara jasa telekomunikasi untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, maka ia harus terbuka sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik dan juga harus menjamin bebas maladministrasi baik kini dan yang akan datang sesuai UU Pelayanan Publik dalam mengelola pendaftaran ulang kartu prabayar yang diberlakukannya itu."
"Sehingga mekanisme penyelenggaraannya pun harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif atas dasar clean and good governance, serta mendorong partisipasi publik seluas-luasnya dalam ikut serta terlibat aktif dalam pembangunan berkelanjutan sehingga hasilnya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia," sambungnya.
(kri)